Tujuh

965 134 17
                                    

Meski dengan perdebatan yang cukup sengit akhirnya Ji hwa berhasil melepaskan diri dari kekangan dokter Hyo joon yang masih saja ingin Ia di rawat, sedangkan Ji hwa sungguh sudah tak sabar untuk kembali bekerja. Ia juga sudah tidak takut lagi karna Ia yakin kemampuannya dalam menjadi doktet tidak hilang sedikit pun meski Ia tak ingat, namun saat menghadapi pekerjaanya selalu saja ada kata-kata yang bermunculan sendiri di kepalanya.

Ji hwa mengamati isi ruang kerjanya yang tidak terlalu besar itu namun sangatlah rapi.

"Ji hwa benar-benar berkebalikan dari ku. Apa dia tidak sakit kepala melihat semua hal rapi ini?" gumam Ji hwa yang terus melihat barang-barang di sana. Piagam dan penghargaanlah yang paling membuat Ji hwa puas. Bahkan sebagai Qianna pun dia selalu ingin menjadi wanita sukses yang cerdas. Ia tidak peduli meski Ia di katai gendut dan jelek asal Ia tak di katai gagal dan bodoh Ia akan baik-baik saja.

Senyum Ji hwa tak berhenti mengembang membaca prestasi yang di dapatkan Ji hwa di usianya yang hampir 30 tahun ini.

"Tunggu..Apa aku sudah berusia 30 tahun? Ya harusnya sebagai Ji hwa aku akan segera berusia 30 tahun. Tapi bahkan wajah ku jauh lebih muda saat ini. Perawatan wajah korea memang terbaik."

Ji hwa membalik tubuhnya dan ketika menangkap benda putih yang tergantung di dekat kursi, mata Ji hwa pun berbinar-binar. Ia segera mendekat dan mengambilnya. Ya, tentu saja itu jas dokter kebanggaannya. 

Tanpa berfikir lagi Ji hwa pun memakainya dan bercermin. Senyum Ji hwa semakin tercetak sempurna. Baginya saat ini Ia nampak sangat cantik dan hebat. Bahkan meski Ia tetap bertubuh gempal,baginya saat ini detik ini tidak ada yang bisa menjatuhkan kepercayaan dirinya.

Ji hwa mengusap jas dokternya itu lalu memeluk dirinya sendiri, merasakan sensasi yang baru saja terkoneksi lagi melalu gesekan antara jas dokter itu dan kulitnya.

Pintu ruangan Ji hwa di ketuk. Entah mengapa sejak Ia datang kedunia ini. Semua yang Ia kerjakan selalu saja terintrupsi oleh suara pintu.

"Masuk" ucap Ji hwa masih dengan bercermin.

"Apa kau tidak bisa membiarkan ku beristirahat?" tanya Jae hoon dan meletkan sebuah tas berwarna biru dengan asal di atas kursi.

Ji hwa membalik tubuhnya lagi kearah adiknya saat ini. Wajah tampan dan suara jae hoon yang berat sungguh belum membuat Ji hwa terbiasa. Ia masih saja terus merasa kagum pada adiknya sendiri yang kini berpakaian santai membuat Jae Hoon semakin terlihat tampan.

Wajah tampan yang kini terlihat semakin menggemaskan karna merajuk. Ji hwa kini mengerti mengapa Adiknya itu mendapat julukan sebagai bayi dan juga anak ayam. Ji hwa bahkan hampir lupa kalau sebenarnya umur Jae Hoon jauh lebih tua dari dirinya yang sebenarnya.

"Kenapa sih tidak pulang dan mengambil pakaian mu sendiri?aku baru saja selesai jaga malam," keluh Jae Hoon

"Apa gunannya menjadi kaka kalau tidak bisa memanfaatkan adiknya?" saut Ji hwa yang kini mengambil tas yang di letakan Jae Hoon. Sebenarnya Ji hwa hanya tidak tau kemana Ia harus pulang dan mengambil pakaian.

"Kau selalu saja menyalahgunakan kekuasaan mu sebagai kaka.." ucap Jae Hoon dan kini duduk di atas sofa dan menidurkan dirinya di sana.

"Ahh.. Enaknya. Aku sungguh ingin punya ruangan dan sofa seempuk ini" gumam Jae Hoon

"Heh. Kamu mau ngapain.."

"Tidur. Apa lagi memangnya? Kau mengganggu tidur ku" ucap Jae Hoon dan memejamkan matanya.

"Eh.. Ngga bisa-ngga bisa. Tidur di rumah. Aku akan bekerja" ucap Ji hwa.

Jae Hoon mengabaikannya, Ia justru membuat posisi yang lebih nyaman dengan mengambil bantal sofa dan memakainya.

Uninterrupted Dream (A Perfect way to introduce preposterous love)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang