Dua puluh sembilan

853 144 20
                                    

Jae hoon menghentikan Ji hwa tepat ketika melihat pertengkaran Ji hwa dan juga Woo Jin. Ia melihat woo jin yang meninggalkan Ji hwa dan juga Ji hwa yang berjongkok di tempat lalu menangis dengan tersedu-sedu.

Dengan berat Jae hoon menghela napasnya dan mendekat ke arah Ji hwa. Ia berdiri tepat di depan kakaknya yang terus terisak-isak.

"Sudah noona.. Cukup"

Mendengar suara yang Ia kenal, Ji hwa pun mengangkat kepalanya.

"Jae hoon-a.." ucap Ji hwa yang langsung berdiri dan memeluk Jae hoon

"Sudah..cukup.." ucap Jae hoon sendiri.

"Aku harus bagaimana Jae hoon-a?.. Aku harus bagaimana?" ucap Ji hwa di sela tangisannya.

Jae hoon tak mengatakan apapun. Ia hanya menepuk punggung kakaknya dengan perlahan. Ia tak suka melihat kakaknya menangis seperti itu.

...
...

Dengan berat hati hyo joon pun meninggalkan ruangan yang sudah Ia tempati bertahun-tahun itu. Sekarang atau nanti ini hanya tentang waktu pada akhirnya Ia akan tetap pergi. Tidak seharusnya Ia membuat keributan seperti ini, setelah apa yang di lakukan keluarga Ji hwa untuknya. Ia memang benci berada di posisinya saat ini, menjadi seorang anak dari pelayan yang bekerja untuk orang yang Ia cintai. Namun tetap saja seberapa pun Ia membecinya keluarga itu sudah sangat banyak membantu dirinya dan keluarganya. Tidak seharusnya Ia membuat keributan hanya karna Egonya.

Sekali lagi Hyo joon menatap ruangannya. Ia pasti akan sangat rindu pada semua kenangannya. Pada Ji hwa terutama, semua keluhan Ji hwa, tangis Ji hwa, tawanya atau bahkan hanya sekedar cara pandang Ji hwa. Ia akan merindukannya dan ini akan jauh lebih berat dari terakhir kali Ia pergi.

"Kamu benar-benar akan pergi?"

Ucapan itu berhasil membuat Hyo joon membalikan tubuhnya. Ia bisa melihat Ji hwa dengan mata sembabnya berdiri di sana di temani oleh Jae hoon.

"Kamu akan pergi seperti ini?"tanya Ji hwa lagi.

"Hentikan Ji hwa.." ucap Hyo joon

"Kamu akan pergi seperti ini?  Ini tidak adil untuk mu hyo joon!  Apa kamu akan pergi setiap kali seseorang menyuruh mu pergi?  Lalu akan datang ketika mereka meminta?  Apa kamu boneka?  Apa kamu sebuah mainan? "

Hyo joon tak punya kalimat apapun untuk membantah Ji hwa.  Ia memilih untuk berjalan pergi melewati Ji hwa. 

"Aku akan membenci mu jika kamu pergi seperti ini.. " ucap Ji hwa.  Hyo joon tak menjawab.  Ia juga tak menghentikan langkahnya. 

"Aku akan membenci mu seumur hidup ku.   " ucap Ji hwa lagi dan tetap tak mendapat respon apapun. 

"Hyo joon!" pekik Ji hwa.  Membuat langkah Hyo joon terhenti.  Namun ia tetap tak membalik tubuhnya. 

"Kalau kamu pergi aku tidak akan menemui mu selamanya ...!"

"Begitu akan lebih baik." balas Hyo joon yang kali ini benar-benar meninggalkan Ji hwa. Tanpa ragu, tanpa berpaling.

***
Kepergian Hyo joon yang mendadak sungguh melukai hati Ji hwa. Apalagi cara hyo joon untuk pergi. Ia sungguh tak bisa menerimanya. Sebagai salah satu langkah protesnya Ji hwa terus mengurung dirinya di kamar. Ia tak mau memakan apapun. Tak peduli siapapun yang membujuknya meski Jae hoon sekalipun, Ji hwa tetap tak makan dan juga tak mau bicara.

Jae hoon menggelengkan kepalanya. Ketika turun dari lantai dua. Ibu Ji hwa nampak sangat cemas saat ini. Ia tidak berhenti mengoceh pada suami dan anaknya tentang kekhawatirannya pada Ji hwa.

Uninterrupted Dream (A Perfect way to introduce preposterous love)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang