Sebelas

1K 118 12
                                    

Jae hoon terus memperhatikan gyu ri yang juga tak mengangkat kepalanya sejak datang hingga makanan datang.

"Apa kau punya masalah dengan tulang belakang mu?"

Gyu ri menggelengkan kepalanya.

"Kalau begitu makan yang benar.. Ah..aku bahkan merasa sulit bernapas melihat mu seperti itu" keluh Jae hoon.

Kali ini Woo jin memilih untuk membiarkan kedua anak muda itu seraya memakan makanannya. Lagi pula yang di katakan Jae hoon tak salah.

Gyu ri menganggukan kepalanya lalu meminta maaf.

"Tidak usah minta maaf , duduk saja dan makan yang benar..aish" saut Jae hoon yang semakin kesal. Pada dasarnya Jae hoon memang sulit untuk dekat dengan siapapun apa lagi untuk urusan makan.

Dengan sangat berat hati Gyu ri pun membenarkan posisinya, sungguh tak nyaman juga baginya makan dalam posisi seperti tadi. Tapi siapa juga yang akan bisa makan dengan posisi nyaman sedangkan di hadapannya ada dua orang yang Ia segani. Tentu saja karna Woo jin adalah seniornya. Sedangkan Jae hoon adalah putra dari pemilik rumah sakit tempatnya bekerja yang sangat di kenal dengan temprament buruknya.

Jae hoon masih belum juga memakan,makanannya. Ia memandangi penampilan Gyu ri yang meski tak separah saat tadi Ia melihatnya, namun ini juga tidak akan bisa di sebut baik. Masih sangat jauh untuk di sebut lumayan.

"Ya..Nam Gyu ri.. Aku tau kenapa sikap mu seperti itu. Pasti karna kau terpesona dengan ku bukan?"

Gyu ri cepat-cepat menggeleng.

"Aish..tentu saja kamu tidak akan mengakuinya. Aku bukan satu dua kali di sukai oleh gadis seperti mu. Meski kamu masih yang terburuk." ucap Jae hoon

"T..tapi saya benar-benar tidak begitu.."

Jae hoon mengangguk, Ia berusaha memahi dengan tatapan mirisnya. "Aku mengerti ini sangat memalukan untuk mu di tolak terang-terangan seperti ini. Tapi aku tidak ingin membuat mu lebih berharap lagi. Biar ku perjalas kamu ada di sini karna Ka Woo jin. Bukan karna aku ingin mengajak mu. Jadi aku mohon setelah ini berhenti menyiksa dirimu sendiri dengan menyukai ku. Aku sungguh di luar jangkauan mu.. Mengerti?"

"T-ta.."

"Tidak ada tapi, jawab dengan mengerti"

Gyu ri tak memiliki pilihan lain mengiyakan apa yang menjadi kemauan Jae hoon. Meski dirinya benar-benar tak melakukan itu, Ia sungguh sangat amat tau diri. Menyukai Jae hoon adalah hal yang paling mustahil muncul dalam kepalanya. 

"Hah.. Kau liat kan hyung? Melelahkan sekali menjadi tampan seperti ku"

Woo jin mengangguk. "Makanlah.."

"Apa aku perlu operasi untuk mengurangi kesempurnaan ini?"

"Jangan"

"Kenapa? Sungguh melelahkan menjadi ku"

"Karna hanya itu hal terbaik dari mu" ucap Woo jin dengan wajah seriusnya dan terus memakan makanannya, sedangkan Gyu ri reflek tertawa meski cepat-cepat Ia hentikan. Namun terlambat karna baik Woo jin ataupun Jae hoon sudah menatap ke arahnya.

"Kau menertawakan ku?"

Gyu ri menggeleng cepat.

"Jangan bohong! Aku melihatnya.. Wah.. Kau berani dengan ku hah?"

"Hentikan, cepat habiskan makanan kalian. Terutama kau Jae hoon. Kau harus stand by di IGD" ucap Woo jin

"Ck.. I know." ucap Jae hoon.

***

Tepat pada pukul 7 pagi waktu seoul. Alarm di kamar mewah Ji hwa berdering. Tirai tebal berwarna navy yang menutup jendela di kamar Ji hwa pun terbuka secara otomatis. Menyisakan tirai putih tipis yang tetap menutipi jendela namun tak cukup kuat untuk menahan sinar yang masuk ke dalam kamar. Tak hanya itu, lampu tidur Ji hwa pun padam dengan sendirinya.

Uninterrupted Dream (A Perfect way to introduce preposterous love)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang