Delapan belas

852 141 10
                                    

Meski sudah menolak habis-habisan pada akhirnya Ji hwa kembali masuk kedalam kamar rawat ruang VIP lagi.

"Sudah aku bilang aku tidak perlu di rawat" ucap Ji hwa

Woo Jin tidak menjawab, Ia hanya melihat obat dan infus yang terpasang di tangan Ji hwa. Salah satunya adalah anti biotik. Woo Jin memang tak suka dengan Hyo Joon tapi untuk penanganan pasien cidera tentu saja Woo Jin lebih mempercayai Hyo Joon.

"Apa kau dan Hyo joon mendadak bisu?!"

"Istirahatlah.. Aku ada operasi hari ini, setelah operasi aku akan kembali.." jawab Woo Jin

"Untuk apa? Mengkhawatirkan ku? Bukankah itu terlambat? Kau pikir aku di sini karna siapa?"

Woo Jin menatap Ji hwa yang memang terlihat cukup pucat.

"Aku minta maaf"

"Fine, setelah aku mematahkan tangan Gyu ri" ucap Ji hwa

"Han Ji hwa"

"Kenapa? Ah.. Apa dia kekasih mu? Kamu menyukainya? Wanita kacau itu? Wah..selera mu buruk sekali" ucap Ji hwa dengan mata yang berkaca-kaca. Ia sendiri tak tau mengapa bisa mengatakan itu. Ia tau memang sudah jalannya seperti ini, Ia melukai Gyu ri lalu Woo Jin menolong Gyu ri. Seiring waktu Woo jin akan menyukai Gyu ri. Harusnya memang seperti itu.  Tapi lagi-lagi hatinya berulah. Ia merasa tak terima di perlakukan seperti ini. Ia tidak suka jika Woo Jin menolong Gyu ri. Ia bahkan merasa marah dan juga terluka. Kali ini kata-kata yang terucap dari mulutnya bukan hanya karna Ia ingin Woo Jin membela Gyu ri. Melainkan sebuah ucapan yang memang ingin Ia ucapkan.

"Hentikan omong kosong mu itu. Aku tidak seperti mu yang memanfaatkan pernikahan untuk mendapatkan perhatian seseorang"

"Eh.. Kita menikah karna kesepakatan ya! Jangan bicara seakan-akan cuma aku yang manfaatin kamu!" bentak Ji hwa. Ia sungguh merasa ini tak adil untuknya. Ia tak suka di desak seperti ini. Bukan kemauannya untuk menyukai Hyo Joon, dan juga bukan hanya dia yang memanfaatkan Woo Jin. Terlebih lagi masalah hari ini dia berniat untuk menolong Gyu ri hal itulah yang membuatnya tak bisa menerima perlakuan Woo Jin.

Woo Jin sudah akan menjawab, namun Ia urungkan. Entah mengapa ada perasaan tak tega ketika melihat wajah Ji hwa. Bahkan meskipun Ji hwa mengatakan ucapan yang jahat. Namun raut wajah itu tak seperti Ji hwa biasanya. Ia seakan hanya melihat seorang anak kecil yang marah karna terluka tanpa bermaksud jahat.

"Apa?! Mau memarahi ku..hmm?" ucap Ji hwa lagi yang terdengar bergetar karna menahan diri untuk tak menangis.

Ji hwa terus menatap Woo Jin yang juga menatapnya..

"Kamu yang salah..harusnya kamu yang minta maaf.. Bukannya membentak ku!" ucap Ji hwa yang pada akhirnya menangis.

Ia menghapus air matanya dengan tangan yang terinfus.

"Aku tidak menangisi mu! Aku nangis karna tangan ku sakit!" ucap Ji hwa lagi yang nada suaranya mulai terisak. Ia memang benar-benar merasakan sakit di tangannya. Ketika merasa kesakitan Qianna memang akan mudah menangis, meski begitu Ia hanya akan menangis diam-diam.

"Udah keluar sana.." ucap Ji hwa yang masih terisak-isak.

Tangan Woo Jin terulur begitu saja di luar kendalinya dan menyentuh pundak Ji hwa. Tentu saja Ji hwa langsung menampiknya.

"Jangan menyentuh ku" ucap Ji hwa dan menghapus air matanya.

Pintu kamar Ji hwa terbuka begitu saja dan masuklah beberapa orang bersamaan yang tak lain adalah keluarga mereka. Lengkap tanpa kurang satu pun.

Tapi yang membuat mereka semua terkejut Ialah, ketika Ibu Woo Jin maju lebih cepat lalu langsung mendaratkan tamparan di wajah Woo Jin.

"Woo Jin Eomma..." ucap Ji hwa yang terkejut.

Uninterrupted Dream (A Perfect way to introduce preposterous love)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang