9

63.8K 4.6K 186
                                    

Happy Reading all

🌹🌹

Sesampainya di ruang makan, Ray dan Mella langsung duduk. Tak lupa Tyo juga mengikuti mereka berdua lalu duduk di sebelah adiknya yang sedang cemberut.

"Kenapa sih lo, ceberut kek ikan cucut!" ucap Tyo meledek adiknya.

"Ih... bang Tyo!!! Aku cariin kemana mana kok nggak ada!" ucap Calista merengek kesal.

"Emangnya lo cari gue kemana?"

"Kemana mana bang, sampai ke kamar mandi, tapi  kamu nggak ada ish!" Akhir Calista lalu membuang mukanya yang menandakan ia marah.

"kalo lo nggak bisa nemuin gue, itu juga salah lo kali, kok lo yang marah sih aneh!" Tyo juga ikutan marah.

Tatapan tak suka dari sang kepala keluarga langsung tertuju ke arah mereka berdua.

"Tyo, Calista. Kalo lagi makan jangan sambil bicara !!" Ujar Satya tegas pada kedua anaknya. Satya sangat tidak suka jika ada yang bicara sambil makan apa lagi anaknya marahan.

"Iya yah, maaf," sahut Tyo dan Calista merasa bersalah, lalu mereka berdua pun melanjutkan makanan. Kini di meja makan hanya ada dentingan sendok yang beradu dengan piring.

"Yah, besok Ray mau pindahan," ucap Ray setelah semuanya selesai makan. Mella pun langsung mendongak kaget.

"Hah, mau pindah!!" itu bukan suara Mella, manamungkin Mella berani teriak. Itu adalah
suara Calista yang sepertinya tidak menyetujui keinginan kakak sulungnya.

"Iya, Cal," ucap Ray lembut, beda sekali jika dirinya sedang bicara dengan Mella. Mella tersenyum kecut sambil menunduk mendengar itu. Bagi Ray Mella itu apa, apakah hanya sebuah sampah? Sampai bicara dengannya saja enggan.

Satya diam beberapa menit, kemudian menarik nafasnya dalam-dalam lalu menghembuskannya secara perlahan, seolah memikirkan matang-matang apa yang ingin ia ucapkan, agar tidak salah dalam menanggapi keputusan yang anak sulungnya ucapkan.

"Itu sih terserah kamu, lagian kamu juga udah beristri. Dan tinggal nggak serumah sama orang tua pasti bisa membuat kamu serta istri kamu hidup mandiri." Fera yang duduk di samping Satya pun mengangguk membenarkan apa kata suaminya. Raynand menarik bibirnya sedikit ke belakang, ia merasa senang. Namun, sebelum senyuman di bibirnya belum sepenuhnya terulas, tatapan tajam Satya pun langsung tersorot begitu saja.

"Tapi inggat Ray, walau kamu tinggal tidak serumah sama orang tua, bukan berarti kamu hidup bebas. Kamu sekarang sudah punya Istri, kamu jangan samapai lupa dengan kewajiban  kamu sebagai suami. Mengerti?!" Ucap satya tegas.

Raynand melirik Mella sekilas kemudian mengangguk, "Iya yah, Ray ngerti."

"Emangnya kamu mau pindah ke mana?" Tanya Fera yang sedari tadi diam, melihat interaksi antara anak dan bapak.

"Apartement," jawab Ray tenang, tanpa ragu.

Mella yang mendengar itu pun badannya langsung menegang, ia teringat kejadian beberapa minggu yang lalu, yang di mana Raynand melakukan suatu kejadian yang paling tidak ia sukai seumur hidupnya.

Bibir Mella menjadi pucat pasi, seakan tidak ada darah yang mengalir di wajahnya. Jika memandang wajah Ray saja, ia menguatkan dirinya agar tidak takut. Lalu sekarang ia akan tinggal di apartemen tempat kejadian itu terjadi, lalu apakah ia bisa betah di sana. Mungkin Mella bisa gila karena terus digentayangi bayang-bayang kejadian itu. Saat ini matanya sudah berkaca-kaca ia berusaha menahan air matanya sebisa mungkin agar tidak jatuh.

"Enggak, ayah nggak setuju kalo kamu pindah ke apartemen!" Lontar Satya menolak mentah -mentah seakan Satya mengerti pikiran Mella. Mella langsung bernafas lega, namun air matanya telah berhasil lolos membasahi pipi.

"Kenapa sih yah?! Kan Ray udah biasa tinggal di situ. Lagian kalo dia mau ke sekolah juga deket, dibandingin dari sini!"

"Tidak ada bantahan Ray!! Kalo kamu peka, Pasti kamu tau apa maksud ayah!!" final Satya lalu meninggalkan ruang makan menuju kamarnya.

Raynand pun menatap Fera, dengan tatapan seolah bertanya. namun, tatapan yang Fera berikan untuk membalas tatapan Ray hanyalah tatapan tajam yang tak ada sedikit pun petunjuk untuk memberikan jawaban.

"Maksud ayah apa sih bund?" Tanya Ray pada akhirnya. Yang tadinya Fera memberikan tatapan tajam, kini tatapan itu berubah menjadi sayur.

"Di mana perasaanmu nak! Coba lihat istrimu, dan pahami semuanya," Akhir Fera kemudian menyusul suaminya ke kamar. Ray pun benar-benar menatap Mella namun ia tetap bingung, Mella hanya diam saja dengan kepala menunduk. Apa maksud orang tuanya? Apakah ia salah tinggal di apartemennya sendiri? Lagian ia juga memberikan tempat untuk berteduh dan berlindung untuk istrinya.

Tyo melihat kakanya menjadi gregetan sendiri, apakah kakanya itu tidak tahu jika seumpama dirinya tinggal di apartement membuat kadar ketakutan Mella bertambah?

"Bang, ikut gue!" Tyo mengajak Ray pergi ke ruang kerja. Sesampainya di sana Tyo langsung mengunci pintunya.

"Mau ngomong apa sih?" tanya Ray penasaran.

"Gue mohon bang, jangan pindah ke apartemen. Lebih baik lo tinggal di rumah almarhum kakek." Ray semakin bingung, mengapa Tyo juga melarangnya?

"Emangnya kenapa sih?"

"Ck, dasar nggak peka lo!!" Teriak Tyo yang sudah tersulut amarah.

"Mella itu takut sama lo bangg... Dia takut sama lo...  dia sekarang berubah bang, dan itu semua gara gara lo!! Dia dulu ceria, dia juga mudah tersenyum. Tapi sekarang keceriaanya luntur... itu gara-gara lo!!!" Ujar Tyo keras, sungguh ia sangat murka, Raynand yang ia kenal dulu sudah berbeda.

"Dan sekarang, lo malah mau pindah ke apartemen tempat lo melakukan kebejatan itu! Kalo lo tau, itu membuat Mella tambah takut sama lo bang!!" Ucap Tyo sambil mengepalkan tangannya, dengan rahang yang mengeras. Ray tertegun dengan sifat adiknya, segitu perhatiannya kah dia, sampai sampai ia sehancur ini di saat Mella berubah.

"Sebenarnya apa hubungan lo sama dia selain ipar? Kenapa perhatian lo berlebihan?" Tanya Ray seperti mengintimidasi.

"GUE CINTA BANG SAMA DIA!!" Teriak Tyo pas di hadapan muka Ray.

Deg

Entah mengapa, jantung Ray langsung berdetak sangat kencang, entah apa sebabnya Ray juga tak mengerti, pasalnya ia juga tak minat menaruh hati untuk Mella. Tapi mengapa Ray seperti takut kehilangan? Apakah ini yang di namakan cinta, namun seperti tidak mungkin Ray langsung menepis jauh pikirannya.

"Dulu setelah gue denger lo ngehamili Mella, hati gue hancur bang!! Padahal waktu itu gue udah bertekad setelah ujian nanti, gue mau nembak Mella, gue juga mau buat komitmen sama dia. Tapi, tapi apa? Lo merusak segalanya!"  Nafas Tyo menderu-deru, tatapan tajamnya langsung tertutup, ia berusaha mengendalikan dirinya agar tak menghajar Kakaknya.

Setelah dirasa dirinya sudah tenang, Tyo menatap Ray kembali, "Tapi sekarang lo tenang aja, gue nggak bakal rusak rumah tangga lo, gue sudah berusaha ikhlas. Tapi inggat bang, lo harus menghargai Mella, jangan buat dia meneteskan air mata kesedihan, nafkahi dia, lo kudu Terima dia sebagai istri lo. Dan kalo lo nggak mau, berikan saja Mella ke gue, gue bakal menerimanaya sepenuh hati." Tyo langsung keluar dari ruang kerja meninggalkan Ray yang masih mematung di tempat.

Sulit bagi Ray untuk menerima Mella, apalagi dirinya tidak mencintai wanita itu. Hatinya masih terisi nama wanita lain yang dulu menghianatinya. Walau wanita itu sudah menghianatinya, ia masih sulit untuk menghapus nama wanita itu dari hatinya.

Dengan hati yang masih ragu, mulai saat ini ia berniat melupakan Hasna, ia akan berusaha menghilangkan sifat dinginnya terhadap Mella, ia juga akan mendengarkan Mella bercerita tentang kegiatan sehari harinya, ia tidak mau jika Mella di ambil adiknya, menurutnya Mella lebih baik di ambil orang lain yang tidak ia kenal. Ia juga akan menuruti keinginan Tyo untuk pindahan di rumah almarhum kakeknya, sebangai bentuk menghargai Mella untuk pertama kalinya.

*****

Vote dan komentarnya yaa.. jangan lupa :)

See you next Chapter!!

Follow ig
@a.d_fitriani
@ray.mlvno
@mella.clarissa

Married By Accident Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang