chapter 35

539 37 0
                                    

Raney dan Kevan duduk bersampingan di salah satu sofa empuk yang ada di ruangan ini. Mata mereka fokus pada layar telivisi dimana acara televisi menampilkan film action.

"Eh?" Raney terkejut saat lehernya diikat dengan sebuah liontin dari Kevan.

"Untuk keadaan mendesak" ucap Kevan lalu tersenyum tipis. Senyuman yang hanya diperlihatkan Kevan pada orang-orang yang disayanginya.

Raney menatap datar senyum tipis Kevan. Hei! Ada apa ini bahkan Kevan merutuki dirinya sendiri kenapa tersenyum pada Raney yang tak akan pernah membalasnya. Menyedihkan.

"Terima kasih" Raney mengangkat liontin dari Kevan dan tersenyum senang lalu menoleh pada Kevan yang membelalakkan mata, takjub. Senyuman Raney berdampak pada detakan jantungnya "ini kalung yang aku pengen, dari dulu bahkan Arka pernah mau beliin tapi katanya udah di pesan sama pembeli lain" Raney tersenyum masam saat mengingat hal tersebut.

Pada saat itu Arka dan Raney pergi kesalah satu pusat perbelanjaan di pusat kota. Saat mereka melewati salah satu stand yang menampilkan sebuah liontin indah dengan sebilah pisau lipat kecil didalamnya Raney langsung tertarik. Tapi saat mereka ingin membelinya, liontin tersebut sudah dibeli oleh orang lain dan bisa dipastikan kalau pembeli itu adalah Kevan.

Kevan berdiri dari duduknya "jika selesai matikan tvnya" Raney hanya mengangguk dan mengganti saluran tv dengan saluran YouTube.

°°°

Randu bergerak gelisah karena sesosok manusia yang berpakaian serba hitam dengan masker yang juga berwarna hitam menatapnya tajam.

"Masih lama gak Vin?" Tanya Randu pada Vina yang membeli salad buah di sebuah toko.

"Bentar lagi Ndu" jawab Vina, setelahnya dia membayar salad buah tersebut dan langsung mengikuti Randu menuju parkiran.

Dug!

"Kok berhenti sih Ndu?" Vina memegangi kepalanya yang terasa berdenyut saat bertabrakan dengan punggung Randu.

Randu tidak menjawab, laki-laki itu mematung saat sosok yang membuatnya takut mendekatinya dengan gaya cool memasukan kedua tangannya kedalam saku.

"Maaf kakak siapa ya?" Tanya Vina.

"Gue kesini karena Raney" Vina refleks menarik Randu kebelakang. Dia tahu beberapa saat lalu Randu sempat celaka dengan dalih penjahat yang menggunakan nama Raney sebagai magnet agar Randu tidak banyak tanya.

"Gak usah takut, gue beneran bukan orang jahat" ucapnya ragu, ah apa benar dia bukan orang jahat? Dia saja tidak yakin akan itu.

"Apa buktinya?" Tanya Vina menatap laki-laki itu nyalang.

Laki-laki itu mendengus "gak mungkin gue mau jahat sama kalian di area ramai seperti ini" Randu dan Vina membenarkan, mereka menjelajahi tempat itu dan memang benar tempat itu jauh dari kata sepi.

"Oh oke, kakak pasti mau ngomong sama Randu, aku tunggu disini" ujar Vina.

"Gak perlu gue bisa kok ngomong disini biar lo percaya!" Timpal laki-laki tersebut.

"Gue cuma mau nyampein pesan dari Raney, jangan khawatir sama dia dan jangan cari dia, karena dia gak kenapa-kenapa"

Randu menegang "apa kakak kenal sama Raney"

Laki-laki itu hanya berdehem sebagai jawaban dan memilih meninggalkan tempat tersebut.

°°°

"Apa yang lo maksud?" Abi mengepalkan tangannya kuat saat dengan tidak sengaja mendengar percakapan antara Bara dengan Samuel.

Bara gelagapan, laki-laki itu menghembuskan nafasnya "yang lo denger bener" final Bara.

"Kenapa lo baru bilang sekarang bar?" Abi mencengkeram kerah baju kemeja Bara yang langsung diurai oleh Samuel agar tidak terjadi kesalahpahaman dan pertengkaran.

"Gue gak bisa bilang karena gue udah janji sama Raney, buat gak bilang sama keluarga Raney, termasuk lo"

Abi mengacak rambutnya frustasi, sejak tadi dia mendengarkan apa yang dikatakan Bara dan hal itu sukses membuat Abi merasa sangat bersalah.

Saat sampai diruang kerja Bara, Abi mengangkat tangan untuk mengetuk pintu. Namun suara dari dalam mengentikan pergerakan laki-laki itu.

"Gue ngerasa Abi terlalu kasar sama adiknya bar" ujar Samuel merasa iba pada Raney yang diusir dan tidak ada yang tahu keberadaan gadis itu sampai sekarang. Bahkan mereka tidak peduli, dan yang lebih parahnya lagi, mereka memutuskan hubungan dengan Raney.

"Hmm gue juga iba sama Raney Sam, tapi ini semua kemauan dari Raney sendiri" sanggah Bara.

Samuel menyerinyitkan dahi bingung "maksud lo?"

"Gini Raney sebenarnya sudah rencanain ini dari awal dan dia bilang gue harus bantu dia dengan bilang kalau kondisinya udah baik-baik aja saat itu. Padahal kondisi Raney sangat lemah dan rapuh, para medis dirumah sakit gue, juga bilang kalau penyakit Raney lumayan banyak, dia phobia hujan, phobia laki-laki, dan ya dia mengalami depresi ringan"

Samuel mendengarkan dengan khidmat.

"Setelah kejadian dimana dia akhirnya pulang dan nyelamatin adiknya, dia bilang kegue kalau pengen lihat siapa yang bakal mempertahankan kepergian Raney, ternyata setelah beberapa lama. semua anggota keluarganya hilang respect sama Raney, mereka bahkan biasa-biasa aja pas Raney pergi"

"Sisanya gue gak tau lagi"

Abi meremas rambutnya "argh.. kenapa gue kalap sih sampai buat princess gue pergi?" Teriak Abi, tidak peduli ini rumah siapa. yang penting dia bisa mengeluarkan unek-unek yang terpendam sekarang.

Samuel mengusap pelan punggung sahabatnya "iya lo kalap, sampai-sampai terjebak sama siasat adik lo yang pengen tau siapa yang benar-benar sayang sama dia" kata Samuel membenarkan.

Bara berjongkok menyamakan posisi mereka bertiga "gue rasa Raney udah baik-baik aja deh bi, gak usah dipikirin hehe. Itu pesen Raney dulu, dia bilang kalau dia udah pergi dan Abi nyesel udah ngusir dia, gue harus nyampein itu"

"Jadi ini semua udah Raney rencanain"










raneysha (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang