Fahreza Adhyastha

467 104 18
                                    

AUTHOR POV

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


AUTHOR POV

"Reza!!" teriak Ainin lebih lengkapnya Ainin Athifah, ia memanggil anak pertamanya yang sedari tadi berdiam diri di kamar.

"Fahreza!!" panggil Ainin dari luar kamar Reza.

Ceklek

Reza yang sedari tadi namanya dipanggil terlihat kesal sendiri, ia langsung membuka pintu kamarnya dengan seragam putih abu-abu yang masih melekat ditubuhnya dari sore hari tadi.

"Astaga, Reza! Kamu belum mandi?? Ini udah jam.. jam 6 lebih 15 menit loh!!" Ainin menggeleng-gelengkan kepalanya menatap Reza yang masih lengkap dengan seragamnya itu.

Reza tersenyum ke arah Ainin, "Biasa, Bun! Reza sibuk sama mpls Senin nanti! Belum lagi proposal-proposal buat bulan depan! Biasa mau lepas jabatan jadi sibuk!"

Ainin yang mendengarnya menghembuskan napasnya, "Makanya! Kamu itu kalau udah jadi wakil ketua basket gak usah lagi jadi ketua osis, ketua paskib, sama mpk! Lagian bukannya ketua mpk itu beda lagi, ya? 'Kan osis ya osis mpk ya mpk, kok jadi satu gini ketuanya?" herannya menatap Reza yang menghendikkan bahunya.

"Setau Reza, gak ada yang mau mencalonkan. Lagian yang milih ini anggota mpk nya langsung, soal Reza yang jadi ketua paskib karena yang megang paskib sebelumnya osis, makanya ketuanya sama anggotanya sama. Cuma anggotanya ditambahin aja," ucap Reza yang sudah menjelaskan berapa kali pada Ainin, tapi tetap saja Bunda nya ini selalu mengulangi perkataannya.

"Ya udah! Kamu mandi sana! Bersih-bersih! Udah hampir setengah 7 tuh! Habis itu kita makan di bawah! Papa kamu udah datang!" Ainin menepuk pundak anaknya.

Reza mengangguk, ia langsung masuk ke dalam kamarnya.

Ia menatap kamarnya yang cukup berantakan dengan beberapa lembar kertas dan juga buku-buku yang berserakan di setiap sudutnya.

Ia harus kerja bakti dulu kalau begini.

********

Arseno Ganendra, Ayah Reza yang baru pulang dari pekerjaannya di luar kota menatap putranya yang baru turun dari meja makan dengan helaan napas.

Bagaiman tidak?

Ia menatap tubuh dan wajah Reza yang berbeda dari saat sebelum ia pergi ke luar kota.

Wajahnya yang terlihat pucat dan juga rahangnya yang sedikit mengeras, belum lagi tubuhnya yang terlihat sangat kurus.

"Kamu! Baru Ayah tinggal seminggu udah sekurus ini," Seno menatap intens Reza yang akan duduk di sebelahnya.

Reza tersenyum tipis mendengar perkataan Ayahnya, "Biasa, Yah! Kalau jadi ketua, 'kan Ayah pernah ada di posisi Reza?" Reza mengucapkan ini karena Ayahnya memang pernah menjadi ketua dan bagi Reza, Seno bukan sembarangan ketua.

Seno terkekeh mendengar penuturan Reza, ia mengangguk-angguk mengerti dengan maksudnya.

"Emangnya masih lama ya, kamu lepas jabatannya?" tanya Seno lagi dibalas anggukan. 

"Sekitar dua bulan lagi, Yah!" balas Reza cepat melirik Ainin yang menatapnya juga.

Seno hanya mengangguk akan respon yang diucapkan Reza.

Beberapa menit kemudian semua diam, sibuk dengan hidangan di hadapannya.

"Alin ke mana, Bun?" tanya Reza setelah sadar akan adik perempuannya yang tidak ada di meja makan.

"Biasa cewek! Datang bulan, dia malas keluar, sakit perut katanya! Bunda kasih aja tadi makanannya," jelas Ainin yang Reza balas anggukan.

"Nah, itu dia!" seru Seno sambil menunjuk Alin dengan dagunya.

"Kenapa cariin Alin?" tanya Alin heran menatap ketiganya yang berada di meja makan.

"Geeran!" gumam Reza dengan wajah mendelik membuat Alin mendengus.

"Lo tahun ini mau SMA di mana nih?" tanya Reza dibalas hendikan bahu.

"Gue gak tau, Bang! Di sekolah lo kali!" ucap Alin kemudian pergi ke arah wastafel.

"Panggilannya!" tegur Seno membuat Reza terdiam.

Sial! Gue lupa!

Reza benar-benar lupa, jika Seno melarang keduanya menggunakan panggilan lo-gue saat di rumah. Karena Seno memang mengajarkan pada anak-anaknya untuk tetap sopan pada yang lebih tua saat di rumah, agar terbiasa juga pada saat bertemu dengan orang di luaran sana.

Jika Reza lebih dulu menggunakan panggilan itu, itu artinya ia yang salah. Dan hukuman yang paling mudah adalah memotong uang sakunya.

Alin tersenyum miring ke arah Reza yang menatapnya tajam.

*********


*********

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Inesperado [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang