[44]

325 28 9
                                    

Hello!

Saat membaca jangan lupa untuk mengkoreksi typo*

Kenyataan Terkadang Memang Sulit Diterima Oleh Manusia Apabila Semua Telah Keluar Dari Jalur Yang diperkirakan
~FIGA~

"Rokok?"

Ucapan bermakna penawaran itu membuat Garel menggerakkan kepalanya 45°. Langsung ia menanggapi gelengan, sesuatu yang mengganjal lebih menarik untuk menjadi patokan dari pusat pikirannya.

Indra mengeluarkan tawanya pelan sembari menghidupkan sepuntung rokok menggunakan korek yang ia ambil dari saku celananya. Dihirupnya dalam-dalam benda berbahan nikotin tersebut, setelahnya mengepulkan asapnya ke udara. Hal kecil yang menimbulkan sebuah pencemaran udara.

"Lo selalu aja nolak, sekali-kali terima, kek."

Masih berfokus pada tingginya gedung pencakar langit serta awan-awan yang terlihat saling menyatu hingga menutupi sinar sang mentari, Garel membalas dengan kedua jemari yang saling bertaut di atas railing, "Rokok bisa menyebabkan penyakit jantung kronis dengan resiko kematian yang tinggi."

Decakan sebal lolos begitu saja dari bibir Indra yang tak lagi mengapit sepuntung rokok, "Kalau gak ngerokok juga bakal buat penyakit datang dan mati juga kali."

"Tapi apa salahnya mencegah?"

Malas kembali berdebat, Indra kembali menghembuskan gas berwarna abu-abu itu agar bergabung dengan udara yang telah tercemar oleh polusi kendaraan serta asap pabrik yang terbangun di kota besar ini.

"Lo udah gak ngambek?"

"Lo kira gue cewek?"

Sindiran bernada tak suka itu membuat Garel menarik sebelah sudut bibirnya. Aneh, kemarin mereka berdebat penuh emosi dan kini kembali berdiri bersama menghabiskan waktu istirahat di roftoop sekolah. Melunturkan ego masing-masing dari pada harus berdiam diri dengan perasaan tak karuan.

"Maaf untuk kemarin."

Bara api yang telah membakar lewat dari setengah rokok itu membuat Indra mematikan benda dengan panjang hampir 10 cm, dengan menekan ujung yang terbakar pada permukaan pembatas roftoop.

"Gue gak butuh maaf lo, yang gue butuhin alasan."

To the point dan tidak bertele-tele itulah yang paling disukai Garel mengenai sifat cowok itu. Segera, ia memutar tubuhnya agar menghadap Indra yang tampak mengamati jalanan kota yang tak pernah lenggang. Mungkin tak pernah merasakan sepi karena kendaraan yang terus berlalu lalang tanpa henti.

"Ariel. Dia sebenernya Arsa, sepupu gue yang udah lama pergi." Walau tak menunjukkan perubahan mimik wajah atau pun pergerakan pada tubuh, jauh di dalam lubuk hatinya, Indra benar-benar dikejutkan oleh fakta ini. Hal ini membuat cowok itu mengerti tentang keterdiaman Garel saat kedatangan Ariel.

Lamanya waktu menjalin pertemanan membuat keduanya sering membagi luka juga duka masing-masing. Sehingga Indra tidak lagi merasa asing mengenai sosok Arsa, yang harus melewati perihnya sakit ditinggal ayahnya saat usia kanak-kanak.

Kalimat yang keluar dari bibirnya sendiri, membuat ingatan Garel sontak terpacu untuk berkeliling pada kejadian masa lalu. Lamanya waktu terjadinya peristiwa tragis itu tak membuat adegan demi adegan luntur dalam ingatannya. Bagaimana suara Ayahnya dengan intonasi tinggi mengisi keheningan di rumahnya yang sedang tak berpenghuni kala itu.

Membentak hingga memaki kepada saudara tirinya yang juga ikut mengeluarkan suara, tak terima jika ibu kandungnya disangkut pautkan mengenai perceraian antara ayah tirinya juga ibu kandung ayah Garel. Memang, sejak lama ayah Garel tak pernah setuju jikalau ayahnya kembali menemukan orang baru meskipun ia tahu penyebab terpisahnya kedua orangtuanya, dikarenakan perbuatan asusila yang dilakoni ibu kandungnya bersama lelaki muda.

FIGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang