[4]

713 62 0
                                    

Happy Reading!

~FIGA~

Tas yang menggantung di punggungnya segera Fiola hempaskan di atas permukaan sofa. Badannya terasa begitu lelah, ia membutuhkan kasurnya sebagai tempat tubuhnya berlabuh. Sepatu bertali dengan warna biru yang sedari pagi membalut kakinya ikut Fiola lepaskan beserta kaos kaki semata kakinya.

"Bi' beresin ya!" Usai memerintah wanita tua yang telah lama mengabdi sebagai pembantu di rumah ini Fiola langsung menaiki anak tangga menuju kamarnya.

Rambutnya terlihat lepek karna terkena keringat. Ini semua karna sopir kesayangan Ayahnya itu, setidaknya kesalahan pria beranak dua itu sedikit ia maafkan ketika datang di waktu yang tepat. Sehingga ia tak perlu menerima tawaran lelaki penyelamatnya dengan kembali berpanas-panasan menaiki sepeda motor.

Satu persatu kancing seragam putihnya ia lepas, selanjutnya baju tersebut sudah menapaki permukaan kasurnya. Rambut kusamnya segera ia cepol secara asal dan berlanjut memandangi wajahnya yang memiliki kemiripan 80% dengan wajah sang Ibu.

Fiola terperanjat saat menemukan sebuah jerawat hinggap di dahinya. Astaga! Gadis itu mengutuk keberadaan bentolan itu. Sibuk memperhatikan wajah, dering ponselnya menggema di seluruh penjuru kamar. Rupanya panggilan video dari Garel.

Ia rasa penampilannya saat ini tak terbilang tidak buruk untuk menampakkan diri lewat benda pipih ini. Jari jempolnya menggeser tombol hijau hingga memperlihatkan Garel yang sedang berada di sebuah ruangan bercat coklat muda, posisi kepala cowok itu tengah terpaling ke arah belakang.

"Kenapa, Rel?"

Begitu keduanya saling bersitatap, ekspresi Garel terlihat berubah. Entahlah, semacam tatapan tak suka bercampur amarah. Belum juga membuka mulut, Garel terlihat mematikan sambungan video call itu. Gadis dalam balutan tanktop berwarna hitam tersebut memandang tak percaya pada layar ponselnya. Heran, bingung, jengkel, semua menyatu dalam satu rasa.

"Garel apaan sih! Belum juga bicara udah dimatiin emang dasarnya aneh!" gerutu Fiola. Baru saja hendak melempar benda pintar itu, ponselnya kembali berbunyi. Namun bukan panggilan yang masuk melainkan sebuah pesan.

Garel G.
Pake baju yang bener
Kalau angkat telfon cowok!

~FIGA~

Penampilan Fiola telah lebih baik dari sebelumnya. Sesuai keinginan cowok beralis tebal tersebut, baju hingga celananya telah jauh dari kata terbuka. Bahkan ia telah melakukan ritual mandinya. Ingatkan Garel bahwa cowok itu termasuk istimewa dalam hidupnya. Fiola bukan tipe cewek yang ketika berada dalam sebuah hubungan akan menjadi pacar yang penurut.

Fiola lebih suka memerintah bahkan terhadap pacarnya sekalipun. Sudah ia tegaskan bahwa kehadiran lelaki yang menjalin hubungannya dengannya hanya dia anggap sebagai mainan semata. Cukup senang rasanya bagi Fiola, mempermainkan mereka semua menjadi budak cintanya. Pesona kecantikannya berhasil membuat mereka semua tunduk.

"Cuma gara-gara itu kamu putusin sambungan telefonnya?"

Dengan sambungan telefon yang terhubung langsung pada Garel, satu tangan gadis itu yang terbebas ia biarkan untuk memencet remote. Mencari siaran yang bagus di saat jam telah menunjukkan pukul 17.00 sore.

"Iya."

Bola mata Fiola terputar malas disusul dengusannya. "Emang apa yang salah, sih?"

"Aku itu laki-laki, Fi."

Lagi dan lagi, entah mengapa Fiola merasa jengah dengan kalimat Garel yang sepotong-potong. Fiola tak sepintar itu untuk mengetahui intinya lewat kalimat singkat semacam itu.

"Yang bilang kamu cewek siapa?"

Di seberang sana, Garel yang tengah membereskan beberapa buku di meja belajarnya mengeluarkan desahan ringan. Seharusnya ia paham bahwa Fiola terkadang sering lamban untuk mengartikan ucapannya bahkan sering kali menyalah artikan.

"Di hadapan cowok seharusnya kamu itu berpakaian sopan bukannya kayak tadi."

"Pemikiran kamu kolot banget, sumpah! Menurut aku enggak ada yang salah sama pakaian aku bahkan di luaran sana banyak yang lebih dari itu!"

"Perempuan bukan hanya berkewajiban menjaga sikap tapi juga penampilannya. Semaju apapun zaman gak bisa yang namanya melalaikan nilai moral dan etika."

"Denger?"

Dengan malasnya Fiola membalas, "Hm, aku denger."

"Sore ini ada rencana?"

Rasanya Fiola seperti mendapatkan bongkahan emas di tengah-tengah hutan. Inilah pertanyaan yang sedari tadi ia tunggu bukannya ceramah panjang yang pastinya masuk telinga kiri keluar kanan. "Kamu mau ngajak aku jalan?" cetus Fiola langsung.

"Gak."

Fiola geram dibuatnya. Baru saja diterbangkan hingga ke langit ketujuh dan dengan mudahnya Garel menghempaskannya kembali ke permukaan tanah, "Kalau gitu ngapain tanya?"

"Iseng."

Terkadang Fiola dibuat bingung, mengepa kadar kepekaan cowok itu kadang bisa jauh di bawah rata-rata. "Fine, gimana kalau kita jalan?"

"Kemana?"

Tak kunjung mendapatkan siaran televisi yang bagus dengan geram Fiola melempar benda berwarna hitam tersebut ke sofa lain. Telunjuknya mengetuk pelan dagunya tak lama ia membalas, "Gimana kalau club?"

"Aku tutup telefonnya."

"Eh-tunggu, mall aja deh kalay gitu." Beruntung ia dengan cepat mencegah cowok itu. Kalau begitu tingkat kebosanannya setelah pembelajaran yang tak pernah masuk ke otak minim kapasitasnya tak akan kunjung menghilang.

"Oke."

"Ak-"

Penuntasan kalimat Fiola tak jadi akibat cowok di seberang sana yang langsung memutuskan sambungan telefon. Fuck! Berulang kali ia mengucapkan sabar dalam hati. Entah mengapa ia mau mempertahankan Garel sejauh ini atas keegoisannya sendiri dalam jangka waktu lama mengingat sikap cowok itu yang terkadang begitu menyebalkan.

Cukup! Lebih baik ia bersiap untuk acara jalan hari ini. Sebuah pesan masuk menghentikan jemarinya yang akan meletakkan benda pipih itu ke atas meja.

082399xxxxxx
Lo udah sampe ke rumah kan? Btw,
Save nomor gue, Ariel.

•TBC•

Revisi : 20 Juni, 2020










FIGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang