[55] END

562 43 18
                                    

Happy Reading!

~FIGA~

Kondisi Renata perlahan mulai pulih, setelah mendapatkan donor darah. Bahkan beberapa minggu setelahnya, wanita itu telah diperbolehkan pulang oleh pihak rumah sakit. Hal itu lantas membuat semuanya bersorak senang, akhirnya masa-masa kelam itu telah terlewati meskipun masih meninggalkan jejak.

Sebelum kembali berpulang ke kampung halaman, nenek Ariel sempat menjenguk menantunya sembari membawa sebuah bingkisan bersama Andri. Renata terlihat menampakkan raut bahagia saat kembali bertemu dengan ibu mertuanya. Fiola bersama kedua temannya sekaligus Nessa melangkah dengan raut ceria menuju kamar Renata. Kelopak mata wanita itu terpejam, mengisyaratkan bahwa Renata tengah beristirahat sejenak.

Wanita bersurai sebahu itu memang belum diperbolehkan kembali melakukan pekerjaan kantornya. Garel pun berencana mempekerjakan seorang suster agar dapat merawat ibunya hingga kondisinya benar-benar pulih. Begitu Fiola mendudukkan diri di samping Renata, nyatanya wanita itu langsung terbangun. Lantas, hal itu membuat Fiola merasa tak enak hati yang dibalas Renata dengan senyum tipis.

Garel bersama beberapa temannya begitu juga dengan Dylan, mulai melangkah memasuki kamar Renata. Putra tertua Renata memang telah melakukan kepulangan ke Indonesia dari lusa setelah mengurus beberapa hal. Senyum tipis Fiola langsung terbentuk saat itu juga, beberapa hari belakangan ini Garel terus saja menghindar darinya.

Sehingga mempersulit Fiola yang ingin mengajak cowok itu sekedar berkomunikasi. Namun, sekali saja tidak terlihat Garel yang ingin sekedar menoleh atau pun menyapa Fiola. Wajah Garel terlihat datar sambil mengamati Kakak dan teman-temannya yang membawa sebuah bingkisan serta bunga.

"Tante, Willy rindu banget sama Tante!" Willy menyerahkan sebuket bunga mawar sambil membungkukkan diri di sisi kanan ranjang Renata.

"Will, gue gak terima calon bokap kayak lo!" Sindiran bernada sinis dari Dylan yang tengah bersedekap dada, sontak membuat tubuh lelaki bercelana jeans hitam tersebut melemas.

"Padahal gue baru mau daftar!" Gelak tawa kebahagiaan memenuhi setiap sudut kamar Renata yang di dominasi cat putih cerah. Garel hanya memperhatikan dengan senyum tipis sembari duduk di salah satu sofa yang berhadapan langsung dengan ranjang Renata. Sesekali ia terlihat memalingkan wajah saat secara tak sengaja iris coklatnya bertemu dengan iris Fiola.

Nessa yang sedari tadi mengawasi pergerakan seseorang dengan iris tajamnya mulai beranjak dari posisi duduknya. Melangkah pelan menghampiri Dylan. Cowok dengan setelan pakaian santai, baju putih disertai bawahan celana hitam selutut itu terlihat menuju meja yang letaknya di sudut kamar Renata. Tangan yang menonjolkan bentuk urat layaknya akar tanaman itu bergerak menarik laci di bagian kedua. Nessa lantas langsung membantu Dylan yang tengah mengambil beberapa obatan untuk ibunya, hal itu membuat Dylan di serang keterkejutan hingga sedikit menjauhkan tubuhnya dari Nessa.

"Ini!" Setelah menerima sebungkus pil berwarna putih dari Nessa, Dylan langsung membalikkan badan.

"Gak ada ucapan terima kasih gitu?"

"Gue gak ada minta tolong, lo sendiri yang bergerak."

Nessa terkekeh pelan, lebih tepatnya menertawakan dirinya sendiri yang terlihat berharap pada orang yang salah. "Kayaknya nada sinis itu gak pernah hilang kalau lo lagi bicara sama gue."

Langkah kedua yang ditempuh tungkai Dylan mendadak kembali berhenti. "Seharusnya memang seperti itu, kan?"

"Salah ya, kalau gue mau memperbaiki hubungan yang udah rusak?"

Dylan tak kembali menggubris, wajahnya menampilkan pergantian raut wajah menjadi datar. Dapat dilihat oleh Nessa, bagaimana punggung tegap Dylan mulai menjauh. Mungkin tidak ada waktu yang tersisa, untuk mengembalikan keadaan seperti semula. Semua sudah terlanjur kecewa. Semua yang semula tengah saling melempar candaan bersama Renata, mendadak dilanda kebingungan melihat Dylan yang melangkah tergesa-gesa keluar dari kamar Renata, selepas menaruh obat di nakas.

FIGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang