Selamat membaca!
~FIGA~
Tok, tok, tok.
Entah ini sudah terhitung berkali-kali Devan mendaratkan kepalan tangannya pada pintu kamar sang putri. Devan menyugar rambutnya, sejak kepulangannya pagi tadi ayah satu anak tersebut dilanda kegelisahan mendengar penuturan sang asisten mengenai Fiola yang terus mengurung diri.
Fiola tak menghiraukan tiap ketukan pintu ataupun seruannya untuk meminta gadis itu untuk keluar. Hingga malam hari, Fiola tetap enggan membuka pintu kamarnya dan menyapa Devan yang baru saja pulang dari luar kota.
Sekali lagi Devan mengusap rambutnya frustrasi serta menghela nafas panjang. Putus asa untuk membujuk Fiola, Devan menatap bi' Arin yang memasang raut khawatir sama halnya Devan.
"Bi' ambilin kunci cadangan kamar ini," titah Devan. Wanita yang terpaut usia jauh darinya tersebut langsung mengangguk dan melenggang.
Dalam hati Devan masih bertanya-tanya mengenai sikap putrinya kali ini. Dipijatnya keningnya yang terasa sedikit pusing.
"Ini kuncinya tuan," langsung, Devan menyambar kunci tersebut. Menancapkannya pada lubang kecil pada knop pintu kamar Fiola.
Melangkah ke dalam, Devan kembali memanggil nama anaknya. Tak di tanggapi, lelaki berkepala empat tersebut membesarkan pupil matanya. Amat terkejut melihat kondisi kamar putrinya yang terlampau batas dari kata rapi.
Kakinya melangkah waspada, takut-takut menginjak benda-benda yang berceceran di lantai. Devan menghembuskan nafas pelan melihat Fiola yang meringkuk di dalam selimut tebal yang menutupi hampir keseluruhan tubuhnya.
"Fiola," Devan mendudukkan diri di pinggir ranjang menyibak pelan selimut hingga sebatas dada.
Tak ada respon sama sekali, Ayah gadis tersebut tak menyerah, dibaliknya tubuh Fiola hingga menghadapnya. Kembali, Devan dikejutkan dengan mata sembab Fiola.
"Kamu kenapa?"
Fiola hanya melirik singkat ayahnya lalu memperbarui posisinya menjadi bersandar di kepala ranjang queen size miliknya.
"Fiola gak apa-apa Yah," akhirnya Fiola mulai bersuara. Devan tak bisa tenang hanya karna mendengar alibi Fiola. Tetapi ia menahan dirinya untuk melanjutkan sesi pertanyaan. Ini bukanlah saat yang tepat menyadari bagaimana keengganan Fiola untuk bercerita.
Surai lembut Fiola, Devan usap dengan penuh kasih sayang. Beranjak dari sisi Fiola Devan berkata, "Ayah akan ambilin kamu makanan."
Tatapan Fiola kosong ke arah depan tak kembali mencoba menanggapi ucapan sang ayah. Kondisi hatinya benar-benar buruk. Perlahan Devan memutar knop pintu namun kembali membalik badan.
"Fiola, kalau kamu punya masalah. Ayah akan selalu siap mendengarkan setiap cerita kamu," imbuh Devan.
~FIGA~
Langit sore dengan warna orange sebentar lagi akan berganti dengan langit gelap yang begitu pekat. Jika kita sedang berada pada daerah pantai dapat dipastikan senyuman kita akan terus mengembang menyaksikan peristiwa terbenamnya matahari. Walau bukan pada area tersebut senyuman juga dapat terukir hanya dengan menatap senja yang menghadirkan kedamaian. Entah sadar atau tidak senja dengan kesunyian adalah perpaduan yang indah sebab keduanya menghadir kedamaian dalam bentuk perasaan.
Terkecuali pada kediaman Geonanda, aura kebencian seakan menguar dalam keterdiaman. Tak mengucapkan banyak kata namun menyimpan berjuta dendam.
Tatapan Garel tajam dan menusuk pada objek dihadapannya. Di ambang pintu rumahnya ia bersedekap tanpa mengeluarkan sepatah kata pun selayaknya tuan rumah kepada seorang tamu. Tidak ada sambutan dalam bentuk apapun apalagi suruhan untuk menginjakkan kaki memasuki area dalam rumahnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
FIGA
Novela JuvenilKetika takdir berlainan dengan apa yang diinginkan. Saat cinta datang di waktu yang salah, apakah semuanya akan tetap seperti sedia kala? ••• Garel Geonanda. Nama yang paling melekat dalam ingatan para siswi. D...