Happy Reading!
Koreksi Typo*
~FIGA~
Malam telah datang. Menghilangkan jejak sang mentari yang kini berganti dengan bulan sabit. Terangnya kini berganti kegelapan yang disinari sang rembulan. Bintang-bintang pun ikut tersebar di gelapnya langit seolah tak ingin membiarkan rembulan seorang diri.
Jam berbentuk lingkaran telah menunjukkan pukul 22.00 tapi sepertinya gadis dengan piyama bercorak kartun itu belum mempunyai niat untuk bangkit dari posisinya yang bersandar di sofa coklat dan jangan lupakan posisi kaki yang terbentang mendarat di atas meja kaca dengan balutan taplak meja dengan corak flora.
Bibir merah alaminya sibuk menguyah keripik pisang yang ada di pelukannya. Matanya terfokus ke depan memperhatikan sosok cewek yang memakai baju SMA kusam penuh bercak darah. Jeritan lolos begitu saja dari bibirnya, toples plastik berisi kerapik tadi ia lempar begitu saja ketika cewek tadi menusuk seorang lelaki pada bagian perutnya. Tak kuasa menahan takut, bantal di sebelahnya di ambil tuk menutupi wajahnya agar tak melihat film yang terus saja terputar.
"Neng Fiola gak apa-apa neng?"tanya asisten rumah tangga Fiola, mengusap pelan bahu Fiola yang bergetar.
Dengan pelan ia singkirkan bantal sofa itu dan menyuruh sang asisten mematikan siaran TV. Begitu TV tersebut mati Fiola baru bisa bernafas lega dan berterimakasih jantungnya tak copot saat menonton Film horor itu.
"Neng kalau takut film horor kenapa masih di tonton?"tanya heran wanita berusia hampir melewati setengah abad yang kerap di sapa bi' Arin.
"Tadi tuh kirainnya gak terlalu serem," balas Fiola masih mencoba menormalkan degupan jantungnya yang menggila. Fiola memanglah memiliki ketakutan lebih saat menonton film horor jadi jangan heran saat nonton bersamanya telinga akan menjadi panas akibat teriakan nyaringnya. Dan satu kebiasaan lagi yang tak bisa terelakkan bahwa saat menonton dan ada orang di sampingnya maka tak jarang Fiola mencakar bagian tubuh orang di sampingnya ketika adegan horor mulai bermunculan.
"Bibi ambilin air nya," Fiola mengangguk.
Segelas air langsung di teguknya sampai tak tersisa ketika bi' Arin datang. Gelas yang kosong ia berikan kembali ke bi' Arin.
"Kopi itu buat ayah ya bi?" tanyanya setelah melihat cangkir berisi kopi dengan asap mengepul yang di pegang bi' Arin.
"Iya. Ini bibi mau anterin,"
"Yaudah Fiola aja bi sekalian ke atas mau ke kamar," Fiola menawarkan diri yang langsung di iyakan oleh wanita dengan rambut yang telah sedikit memutih.
Perlahan di bawanya cangkir itu menaiki anak tangga. Begitu sampai di atas di putarnya knop pintu berwarna merah maroon tersebut memperlihatkan kamar dengan dinding berwarna coklat gelap. Di lihatnya sang ayah yang tengah duduk di kursi kayu yang terdapat di balkon yang menghadap langsung dengan langit yang gelap dengan taburan cahaya kerlap-kerlip.
"Nih kopi ayah," Fiola menaruh cangkir kopi tersebut di meja lalu duduk di kursi di samping ayahnya yang tersenyum.
"Ayah lagi ngapain?"
Devan menunduk lalu menunjuk salah satu bintang yang ada di langit. "Liat mama kamu," balas Devan sendu. Fiola melihat betul dari raut muka sang ayah yang tersirat kerinduan yang begitu dalam.
"Ayah kangen mama?" Devan hanya tersenyum sebagai jawaban.
"Mama juga pasti kangen ayah!" Fiola menggenggam erat tangan Devan.
Kacamata yang berbentuk persegi panjang yang bertengger di matanya di lepas Devan dan di taruh di meja. Ia mengusap pelan kedua matanya yang sedikit terdapat buliran air mata. Ia menegakkan badannya berderap menuju railing dan menumpukan tangannya disana.

KAMU SEDANG MEMBACA
FIGA
Teen FictionKetika takdir berlainan dengan apa yang diinginkan. Saat cinta datang di waktu yang salah, apakah semuanya akan tetap seperti sedia kala? ••• Garel Geonanda. Nama yang paling melekat dalam ingatan para siswi. D...