Langitnya menghitam, awan abu-abu bergerak dengan perlahan mengikis habis biru yang tadi bergelayutan.
Ombak nampak enggan menyanyikan sebuah lagu romantis, malah terlihat seperti akan menangis.
Dua orang yang duduk di hadapan masih enggan untuk berhenti bercengkrama, pun bising dari mesin pengeras suara milik pengamen berkacamata yang masih terdengar di telinga.
Sementara kita di sini, duduk berhadapan tanpa mengatakan apa-apa seolah enggan untuk menyuarakan isi kepala.
"Kau berubah," kataku pada akhirnya.
Lantas setelahnya, kau mendongak. Sebuah senyum terpatri lembut, membuatku perlahan terbang pada harapan yang kembali terukir.
"Aku tak berubah, hanya kau saja yang tak begitu mengerti aku seperti apa."
Ya, aku sampai lupa kalau kita bukan siapa-siapa.
"Terima kasih, aku pamit." lanjutmu, sebelum akhirnya beranjak menjauh.
Dan inilah sebuah akhir pada awal yang belum sempat dimulai; luka yang mendominasi bahagia.
Bengkulu, August 23th 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Perihal Cinta, Kita Semua Bodoh dan Buta
Short StorySebuah coretan tentang kita dari sudut pandang yang berbeda, perihal lembaran kisah yang pernah terkoyak oleh kebodohan dan hancur oleh hujan air mata. Mungkin kau tak akan suka cerita ini, aku pun tak berharap kau akan membaca apa yang ada di kepal...