Pada malam kesekian di mana aku mencoba untuk menata hatiku yang telah hancur lebur, kau kembali datang bersama semua pertanyaan yang katamu hanya sekedar basa-basi setelah sekian tak saling menyapa lagi.
Apakah kau masih menyukaiku?
Kenapa dulu kau sangat terobsesi padaku?
Aku tertegun. Stagnan. Bibirku terkatup. Kedua mataku memerah, air mata telah memenuhi pelupuk. Sekali berkedip, mereka yang coba aku sembunyikan akan terlihat.
Pada dasarnya, tak ada satu pun orang di dunia ini yang benar-benar bisa melupakan rasa cintanya pada seseorang.
Mereka tak melupakan, mereka hanya mengikhlaskan sesuatu yang tak bisa didapatkan.
Namun lagi, aku hanya diam dengan isi kepala yang terasa penuh.
Pada malam di mana aku mencoba untuk memunguti potongan hatiku yang berserakan, kau malah datang dengan dagu terangkat pongah dan kedua manik menghujam.
Dari ekspresi wajahmu, kau menunjukkan kesombongan perihal hatiku yang tak kunjung menemukan tempat pelabuhan baru.
Lantas aku mengulas sebuah senyum, bukan sebuah senyum manis yang mampu membuat orang lain iri, melainkan sebuah senyum getir yang sarat akan kepedihan.
Kenapa harus dipertanyakan lagi? tanyaku pada akhirnya.
Semuanya sudah jelas, bukan?
Kenapa harus mempertanyakan masa lalu seolah enggan untuk melepaskanku barang sebentar untuk bernapas lega setelah terjebak pada rasa rindu yang menggelora?
Namun alih-alih mendapatkan jawaban, aku malah menemukannya memutar tumit dan pergi meninggalkanku sendirian dengan potongan hati yang kembali berserakan.
Bengkulu, April 29th 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Perihal Cinta, Kita Semua Bodoh dan Buta
NouvellesSebuah coretan tentang kita dari sudut pandang yang berbeda, perihal lembaran kisah yang pernah terkoyak oleh kebodohan dan hancur oleh hujan air mata. Mungkin kau tak akan suka cerita ini, aku pun tak berharap kau akan membaca apa yang ada di kepal...