Kita, Tetap Berteman

27 4 0
                                    

Sebelum saling memunggungi, dulu kita pernah menjadi dua orang yang duduk bersisian sembari menceritakan segala hal acak yang terkadang mengarah pada pembicaraan perihal masa depan yang kita harapkan. Namun sekarang, aku paham bahwa tak ada yang kekal di dunia ini. Termasuk yakinmu, yang semakin hari terus terkikis habis. Harap yang dulu coba kita dekap, barangkali telah lama lenyap.

Harusnya aku paham, bahwa kau tak lagi ingin berjalan di jalan yang sama denganku. Ketika tatapan itu berubah sendu, ketika senyum itu tak lagi seindah dulu, ketika debar itu tak lagi tertuju untukku. Hingga waktu menjawabnya, ketika kita dipertemukan di sebuah persimpangan. Kau, dengan harapanmu yang baru, perlahan melepaskan genggaman tanganmu.

Sekarang, aku sendirian di jalan ini dengan rasa takut yang berkelebat di dalam kepala. Kembali dengan hati yang berantakan, luluh lantak tak tersisa sebelum akhirnya aku sadar bahwa aku terkurung bersama harapan yang sempat kita bagi bersama. Dadaku perih, tapi tak ada air mata yang jatuh. Lalu, aku kembali mencoba untuk tegar sebelum akhirnya menemukan diriku yang baik-baik saja.

Paginya, aku kembali menangis. Merasa sesak saat melihatmu, namun tak benar-benar berani untuk melangkah mendekat barangkali sekedar menyapa dan mengatakan; aku bahagia, tanpa dirimu. Sebab, aku tahu bahwa itu adalah sebuah kebohongan paling menyedihkan dari mulutku.

Kau pergi, pada malam di mana tak aku temui pagi.

Kau pamit, pada panggilan sayang yang sempat aku banggakan.

Kita, tetap berteman. Katamu, sebelum benar-benar mengakhiri semua yang kita bangun selama ini.

Lalu, aku mencoba untuk tenang pada anggukan yang membuatmu senang.

Kau, terlihat bebas. Seperti burung yang memang telah lama ingin lepas.

Bengkulu, 2020 February 6th

Perihal Cinta, Kita Semua Bodoh dan Buta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang