Hujan turun lagi, untuk kali ini kembali datang bersama dengan memori usang yang lagi-lagi berkeliaran di dalam kepala. Meringis, pun berakhir memejamkan kedua bola mata. Suara dari penyanyi yang kini terdengar menggema lewat ponselmu, menghancurkan segala pertahanan yang telah lama kau perjuangkan. Liriknya melantun kelewat indah, menusuk relung hati terdalam sebelum akhirnya hujan di tempat yang lain malah datang menghampiri.
Dia, seseorang yang paling sempurna dari mereka yang pernah kau temui. Saling berkenalan, bertukar pesan lantas mengungkapkan perasaan dan menjadi sepasang kekasih bahagia dengan kisah asmara seperti yang kebanyakan terjadi di kalangan anak muda yang tengah di mabuk cinta. Namun, semuanya berakhir. Perdebatan kecil yang datang, keegoisan yang menyimpang dari tujuan dan perasaan yang mulai goyah. Satu kalimat akhirnya terdengar, menjadi pertanda buruk dari kisah yang selama ini kau damba.
Hatimu hancur, untuk kesekian kalinya kau merasakan bagaimana pilunya sebuah tangisan tanpa suara. Tak ada lagi ritual berbalas pesan ketika pagi datang, tak ada lagi ritual saling bercengkrama lewat sambungan telpon sampai tengah malam. Hidupmu, terasa begitu kosong dan hampa. Memori usang, yang kembali menyadarkanmu tentang keegoisan yang menjerumuskan pada perasaan bersalah. Alih-alih melupakan dan menemukan tambatan hati yang baru, kau malah berdiam diri dengan sebuah lagu galau yang menemani.
Dan seperti idiot, di jam dua malam kau menangis kembali.
Sebab nyatanya, melupakan tidak semudah ketika keegoisan itu datang dan menghancurkan semuanya.
Bengkulu, July 7 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Perihal Cinta, Kita Semua Bodoh dan Buta
القصة القصيرةSebuah coretan tentang kita dari sudut pandang yang berbeda, perihal lembaran kisah yang pernah terkoyak oleh kebodohan dan hancur oleh hujan air mata. Mungkin kau tak akan suka cerita ini, aku pun tak berharap kau akan membaca apa yang ada di kepal...