Kepalsuan

21 2 0
                                    

Aku, kembali terjebak pada rasa yang kian membesar setiap harinya. Perihal kagum yang beralih menjadi suka, perihal nyaman yang beralih menjadi sayang, perihal canda yang beralih menjadi keegoisan untuk memonopoli perasaan. Pun, pada akhirnya kembali terhenyak begitu dalam pada jurang kenyataan tentang 'kita' yang aku anggap ada ternyata hanya berstatus tak lebih dari sekedar 'teman'.

Aku kembali pada penantian yang kian hari, kian tak menemukan kepastian. Ujung pada cerita, hanya serupa sebuah abu-abu di kala siang yang membuat orang-orang menggerutu sebab mendung bergantungan menutupi matahari di atas sana. Untuk kesekian kalinya, aku menangis sembari berharap sebuah keajaiban agar 'dia' setidaknya tergerak untuk membalas dekapan dengan sebuah senyum sarat akan kepastian arah dari tujuan 'kapal' ini akan berlayar.

Namun, alih-alih menemukan semua itu di dunia nyata, aku malah bertutur sapa dengan kepalsuan yang kini tertawa terbahak-bahak sembari menatap pongah. Aku menang lagi, katanya. Sebab dengan tertatih-tatih pada suatu hari, aku mengutuk waktu sembari menangis, dan bersumpah untuk menemukan kebahagiaanku sendiri. Hanya saja, semesta kembali memenangkan pertarungan antara si pengecut dan si pemenang.

Kepalsuan itu, ternyata lebih dari kata sakit yang sempat aku bayangkan. Kata selamat tinggal yang dia ucapkan bahkan tak berani aku ingat meski pada akhirnya, semua yang terjadi kembali bercokol di dalam kepala. Kini, aku terduduk diam di sudut ruangan sembari menangisi kebodohan yang lebih percaya pada harapan ketimbang kenyataan.

Karena pada dasarnya, manusia memang lebih menyukai kebohongan yang melukai ketimbang kebenaran yang menyelamatkan. Dan aku, salah satu dari sekian banyak manusia itu.

Bengkulu, January 20th 2020

Perihal Cinta, Kita Semua Bodoh dan Buta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang