"Ja, Kak Nesta mau pulang aja, deh!" Nesta begini bukan karena drama. Melainkan ngeri potong gaji. Secara, aturan dari Viano dia tidak boleh dekat-dekat.
"Iya, biarin Kak Nesta pulang," timpal Viano.
Dengar Vinao mendukung Nesta pergi, gadis itu mengerucutkan bibir.
"Lagian, Papa, kan, udah ada di sini. Papa bisa temenin Raja mau main apa aja."
Raja sedikit layu. Tadi, dia memang merasakan hal yang paling menyenangkan. Nesta bukan perempuan dewasa yang harus jaga image di depan semua orang. Apa papanya bisa seluwes Nesta? Raja ragu soal itu.
"Sana pulang!" Viano memelotot pada Nesta, ketika Raja tengah diam.
Otak usil Nesta malah aktif kalau dizalimi begini.
"Ya, Pak. Saya maklum, kok, kalau Bapak mau jaga wibawa di depan anak."
Viano mengangkat dagunya sedikit, bergaya angkuh.
"Soalnya bakal malu, kalau papanya Raja yang kekar, wibawa, pimpinan perusahaan nanti kalah main dingdong." Tutup mulut, pakai gaya tersipu malu ala gadis manja. Nesta meledek bosnya, jelas.
Viano tidak suka meladeni kebawelan Nesta. Otaknya cukup cerdas. Masa, menangani proyek besar dia bisa, main permainan anak-anak kalah?
"Nesta kamu pasti waktu sekolah nggak pernah ranking satu, ya?"
"Eh, kok, Bapak tau?" Mata Nesta membola.
Ketebak dari gayanya yang bisa bangga cuma bisa main permainan anak-anak.
"Prestasi tertinggi kamu, pasti cuma juara satu makan kerupuk."
"Woaaah!" Nesta merasa Viano jago meramal. Dia berdecak kagum. "Bapak bisa tebak nggak, siapa jodoh saya?"
Ya Tuhan! Viano menepuk jidat. IQ Nesta jangan-jangan di bawah seratus. Viano satire, malah dianggap serius.
"Pa, Kak Nesta ini memang jago banget. Tuh buktinya!" Raja mengedikkan dagu ke tangan Nesta yang memboyong lima boneka. "Main mesin capit aja, bisa dapet banyak hadiah."
"Huh!" Dengan dada terbusung, Viano tampak meremehkan "Papa bisa dapat yang lebih banyak."
"Beneran, Pa?" Raja semringah. "Berarti Papa punya sentuhan penuh kebaikan ya?"
"Hah?" Viano heran. Kosa kata baru apa lagi itu!
Raja mengangguk. "Kata Kak Nesta, begitu."
Bahaya, Viano mulai berpikir ulang untuk menuruti kemauan Raja untuk bertemu Nesta. Belum 24 jam, anaknya sudah keracunan. Jangan-jangan, besok dia ketularan sableng.
"Nggak ada, itu bohong."
"Bapak, kok, ngmong gitu!" Nesta tidak terima dituduh pembohong. "Bapak kalau nggak mau ngaku kalah, jangan bilang saya bohong. Buktiin aja!"
Wah, Nesta menantang. "Oke!" Viano terima tantangannya. "Saya bisa buktiin."
Raja semringah. "Hebat, Pa!"
"Tunggu sini, biar Papa isi saldo dulu. Nanti kita borong satu mesin!"
Nesta antara yakin dan tidak, Viano bakal bisa. Soalnya jari jemari Viano itu cuma ditakdirkan untuk mengetik di komputer, bukan bersenang-senang model begini.
Nesta jadi mau lihat bukti segala ucapan Viano.
"Nih!" Viano menunjukkan kartu warma biru, yang siap dipakai untuk semua area permainan. "Raja mau yang mana tinggal tunjuk. Papa bisa dapat semua."
"Coba, Pa!" seru bocah polos tersebut. "Ke mesin yang permen coklat aja, Pa. Raja nggak suka boneka."
"Huh, Papa bisa habisin isi mesinnya!" Viano meletakkan tangannya di pundak Raja menuntun pergi bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arrogant vs Crazy
PoetryCari duit tidak segampang yang ada di drama atau novel. Dalam dunia khayalan, perempuan bisa jadi 'barang mahal' yang diperjuangkan habis-habisan sama CEO atau jadi mujur dengan dinikahi paksa sama tuan muda tampan kaya raya. Dunia nyata tidak begi...