55

1.1K 65 0
                                    

Annyeong yeorobun selamat membaca

______________________________________

Rumah Aqkhas yang beberapa hari lalu sudah sepi kini kembali ramai, peristiwa itu kembali datang untuk membuat hati laki-laki itu seperti tertusuk ribuan pisau

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rumah Aqkhas yang beberapa hari lalu sudah sepi kini kembali ramai, peristiwa itu kembali datang untuk membuat hati laki-laki itu seperti tertusuk ribuan pisau. Nasibnya begitu mengenaskan, satu persatu orang yang dekat dengannya menjauh darinya, menjauh untuk selamanya.

Sempat Aqkhas berfikir, apakah semua ini akibat hadir nya dan akibat keberadaanya. Dari semua cerita yang Aqkhas dengar dari om nya dan papa Bia itu semua karena dirinya, karena ia calon pewaris dari keluarga besar Ardan.

"Gas, udah, jangan tunjukkin kesedihan lo terlalu gitu, gua tau dan gua juga sama kayak lo." Aqkhas menepuk pundak adiknya, merangkulnya dan memberikan kekuatan pada adiknya itu.

"Bang, apa kita juga bakal nyusul?" Pertanyaan yang membuat Aqkhas sedikit emosi itu keluar dari mulut adiknya.

"Ga usah bodoh Gas! Lo mau mereka kecewa sama kita? Harusnya kita jadi lebih baik, kalau bisa kita cari mereka yang udah buat kita kayak gini, kalau perlu kita habisin!"

Keduanya menatap seseorang yang tengah berbaring dengan di selimuti kain putih. Rasanya begitu cepat untuk mereka, perasaan baru kemarin mereka melihat sang Mama tersenyum setelah kepergian papanya namun sekarang ia terpejam untuk selamanya dan tidak akan tersenyum untuk Aqkhas maupun Bagas lagi.
Ingin rasanya Aqkhas menangis namun ia tidak mau mamanya tau jika dirinya lemah, ia tidak boleh menangis agar sang adik juga tidak menangis sepertinya.

"Khas, Gas." Suara seorang gadis itu membuat Aqkhas dan juga Bagas menoleh secara bersamaan.

Aqkhas tersenyum ketika Bia menatapnya dengan sendu, ia memperlihatkan seolah ia baik-baik saja. Melihat Aqkhas tersenyum Bia juga tersenyum namun senyum yang di bisa di bilang terpaksa seperti senyum Aqkhas.

"Kalian harus ikhlas," ucap Bia menggenggam tangan Aqkhas dan juga Bagas.

Bagas yang terlihat begitu terpukul atas kepergian sang mama memeluk Bia, meluapkan semua kesedihan di pelukan Bia. Aqkhas membiarkan adiknya itu memeluk kekasihnya, ia tau Bagas butuh seseorang untuk menumpahkan semua kesedihannya. Genggaman tangan Bia dan juga dirinya tidak terlepas, Bia terus menggenggam tangannya.

"Gas, lo harus kuat dan lo harus terima semua takdir ini. Kalau lo kayak gini mama kamu pasti bakal sedih." Bia membalas pelukan Aqkhas dengan tangan yang masing menggenggam tangan Aqkhas.

"Takdir ga ada yang tau, jadi kita harus terima apa yang terjadi," lanjut Bia lalu Bagas melepaskan pelukannya.

Di hapus air mata yang membasahi pipi Bagas, kedekatan Bia dengan Bagas bisa di bilang sudah cukup lama sebelum ia kenal dengan Aqkhas. Bagas adalah adik kelas yang baik, teman yang baik untuk Bia.

"Makasih kak," ucapnya melepaskan pelukannya dari Bia.

Tiba saatnya mereka mengantarkan sang mama ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Ada rasa tidak rela namun tak bisa berbuat apa-apa, Aqkhas hanya bisa diam membisu menatap jenazah sang mama. Kini kedua orangtuanya sudah benar-benar pergi, pergi untuk selamanya. Penyesalan yang Aqkhas rasakan semakin bertambah, belum sempat ia menjadi anak yang baik namun mereka telah pergi untuk selamanya dan tidak akan bertemu ataupun memberikan kasih sayang padanya.

AQKHASKAF [SLStory]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang