38

98 17 0
                                    

Jaebum melangkah ke ruang kerjanya setelah membersihkan dirinya. Tangannya segera mendial nomor seseorang yang sejak tadi terus menghubunginya.

"Aku mengira kau mengkhianati kesepakatan kita" suara dingin dari pemuda di telepon.

Jaebum membuang berat nafasnya, dirinya mengerti maksud perkataan Jinyoung baru saja. "Aku tidak bisa berbicara saat dia berada di dekatku" jelasnya.

Mendengar itu, Jinyoung dipaksa tertawa miris "masih memikirkan perasaannya!" sinisnya.

Tahu jika pemuda di teleponnya tidak menyukainya, Jaebum segera mengalihkan pembicaraan. "Kenapa kau terus menghubungiku?" Tanyanya yang justru membuat pemuda Park itu menjadi lebih kesal.

"Kenapa kau bertanya?! Apa aku tidak boleh menghubungi kekasihku?! Oh, atau, aku mengganggu waktu berdua mu?!" Kesal Jinyoung.

Lagi-lagi, Jaebum terlihat membuang nafasnya. Jinyoung tidak berubah, dirinya tetap pencemburu seperti dulu.

"Kapan kita akan memiliki waktu berdua? Aku merindukanmu, apa kau tidak ingin menghabiskan waktu bersamaku?" Ucap Jinyoung lagi saat dirinya tidak mendengar perkataan Jaebum.

"Aku tidak memiliki waktu, ada banyak pekerjaan" jawab Jaebum menghindar. Dirinya ingin, tentu saja, tetapi, itu hanya akan membuat masalah jika dirinya terlihat bersama dengan pemuda Park itu.

"Jangan berbohong, aku tahu kau takut mereka mengetahuinya" ucap Jinyoung dengan sangat tepat. "Berhenti memikirkannya, Jaebum. Sembilan tahun, itu waktu yang lama untuk terus memperhatikan dirinya. Dirimu juga berhak bahagia, Tuan Im" lanjutnya.

Jinyoung benar, Jaebum melakukan segalanya untuk melindungi dan bertanggung jawab atas Mark selama ini. Rasa bersalah seakan membuatnya berada pada lubang yang sangat dalam dan gua yang bahkan terasa sangat gelap. Jaebum berhak bahagia, ya, dirinya juga ingin mendapatkan perasaan yang menjadi sangat langka baginya itu.

...

Mobil hitam memasuki area fakultas di salah satu Universitas ternama di Seoul. Siapa saja yang melihat mobil mewah itu, dengan mudah menebak jika pemiliknya pastilah memiliki banyak uang.

"Aku akan menjemputmu" suara dingin Jaebum saat Mark akan turun.

"Hm" deham Mark dengan menganggukkan kepalanya.

Jin baru akan kembali dari rumah sakit siang ini, jadi, dengan terpaksa, Mark mengikuti peraturan Jaebum yang akan mengantarnya.

Pemuda Tuan itu segera melangkahkan kakinya menuju kelasnya. Dari pintu kelas, Mark bisa melihat sahabat fashionablenya yang selalu datang lebih cepat dari mereka tengah duduk memainkan handphone pintarnya.

"Mark..... ya, ada apa dengan kepalamu?" Ucap Bam-Bam setengah berteriak saat melihat perban di kepala sahabatnya. Matanya juga melihat ada beberapa luka kecil di wajah bagian kiri pemuda Tuan itu.

Beruntung karena dirinya telah memikirkan jawaban apa yang akan dikatakannya. Mark menjawab dengan nada datarnya "Aku berjalan tidak hati-hati" ucapnya.

Merasa tidak masuk akal, Bam-Bam kembali bertanya. "Dan apa yang melukai kepalamu?".

"Sebuah tiang. Kenapa kau menjadi seperti seorang polisi?" Gerutu Mark. Dirinya tengah berusaha menghentikan pertanyaan penuh selidiknya Bam-Bam. Ayolah, jika Bam-Bam bisa mengetahui kebenarannya, maka, seluruh dunia juga akan bisa mengetahuinya.

Mendengar nada bicara Mark, Bam-Bam sedikit merasa kesal karenanya. Tapi, sungguh, dirinya benar-benar mengkhawatirkan Mark. "Aku hanya bertanya. Seharusnya kau berterimakasih karena memiliki sahabat yang perduli padamu" sindirnya.

M I N E ( End ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang