51

125 18 0
                                    

Mendengar suara dering, Jaebum yang baru saja membersihkan dirinya segera melihat ponselnya, rahang pemuda Im itu terlihat mengeras begitu saja saat melihat nama si pemanggil. 

"Apa yang sebenarnya kau inginkan, Park Jinyoung?!" Suara Jaebum dengan menahan kemarahannya. Ya, pemuda Im itu segera memahami semuanya, pemuda Park itu pastilah yang telah memberitahu semua kebenarannya.

"Bagaimana, kau menyukai kejutan yang ku berikan?" Sindir Jinyoung.

Mendengar itu, kemarahan lebih meluap dalam diri Jaebum. Tidak ingin berbicara lagi dengan Jinyoung, Jaebum begitu saja menutup teleponnya. Berbicara dengan pemuda Park itu hanya akan membuat kemarahan mengalir deras dalam dirinya. Jadi, berhenti berbicara adalah perbuatan yang terbaik. 

...

Berjalan menuruni tangga, langkah pemuda dingin itu menuju ke dapur, tujuannya untuk menanyakan para pelayan mengenai makan malam Mark.

"Apa dia sudah makan?" Tanya Jaebum pada seorang pelayan yang terlihat tengah mengisi air hangat di dalam tempat kecil.

"Ya, Tuan. Saya baru saja mengambil piring kotor dari kamar Tuan muda" jawab pelayan itu sopan.

"Kemana kau akan membawanya?" Tanya Jaebum, saat dirinya melihat pelayan itu melangkah dengan membawa air hangat dan sebuah handuk di atas baki.

"Ah, ini untuk mengobati kaki Tuan muda, Tuan" jawab pelayan itu lagi.

Mendengar itu, Jaebum cukup terkejut. Dirinya tidak mengetahui Mark tengah terluka. Youngjae juga tidak memberitahunya tadi. Hal itu membuat perasaan khawatir berhasil memenuhi pemuda berhati dingin itu.

"Berikan, aku akan membawanya" suara Jaebum dan begitu saja mengambil baki itu.

Dengan langkah cepat, Jaebum berjalan ke kamar Mark. Meski tahu pemuda Tuan itu pasti akan menolaknya, tetapi, pemuda Im itu tidak akan memperdulikannya. Dirinya sungguh ingin mengetahui keadaan pemuda yang adalah istrinya itu. 

Ceklek

Tanpa mengetuk, Jaebum membuka pintu kamar begitu saja. Membuat pemuda yang ada di dalamnya sangat terkejut, terlebih, saat matanya melihat manik hitam milik pemuda yang berhasil menghancurkan kehidupannya. 

Tidak ada yang berbicara, Jaebum meletakkan air hangat itu di tempat tidur dan mengambil duduk di sebelah Mark. Dan Mark, memahami perbuatan Jaebum, dirinya segera menghindar. Sungguh, perasaan tidak suka pada pemuda di hadapannya masih mengalir sangat deras dalam dirinya saat ini.

"Aku bisa melakukannya sendiri!" Suara Mark yang menahan kekesalannya.

Mengabaikan, Jaebum justru menahan kaki Mark, dirinya dapat melihat telapak kaki Mark yang terlihat sangat memerah.

"Aku bisa melakukannya sendiri!" Ucap Mark lagi seraya menarik kakinya saat Jaebum mulai mengompresnya.

Tahu jika pemuda keras kepala di hadapannya tidak akan memperdulikannya, kekesalan lebih memenuhi diri Mark.

"Apa kau tidak mendengarku?!" Teriak Mark.

Berhenti, mengalihkan matanya, Jaebum menatap dalam pada netra Mark. Tatapan yang berhasil membuat pemuda Tuan itu sedikit merasa gugup.

"Aku hanya akan mengobatinya, kau tidak akan bisa melakukannya sendiri" suara Jaebum lembut dan mengompres lagi kaki pemuda Tuan yang sudah tidak berani memberontak itu.

Mengalah, Mark tidak lagi membantah Jaebum. Melihat perbuatan baik pemuda Im itu, pikiran Mark mengingat lagi perkataan yang dikatakan Youngjae.

"Jaebum, dirinya bukan seorang pembunuh. Jaebum tidak membunuh orangtuamu, dirinya bahkan tidak pernah melukai mereka.....",

"Itu karena dia ingin membawamu dari kematian",

"Jaebum bertanggung jawab atas dirimu. Dirinya melakukan semuanya untuk melindungimu. Menjadi bagian dari mereka yang telah membunuh orangtuamu, adalah penyesalan terbesar dalam hidupnya",

Meski tidak bisa menerima begitu saja semua yang dikatakan Youngjae, tetapi, pemuda Tuan itu tidak bisa tidak mengakuinya, jika, dirinya ingin mempercayai pemuda yang tengah mengobatinya ini. Pemuda yang hidup dengannya dalam waktu yang cukup lama.

"Kenapa kau tidak membunuhku saat itu?" Tanya Mark begitu saja.

Sangat terkejut, Jaebum reflek menghentikan gerakannya. Pemuda Im itu terlihat mengalihkan matanya dan melihat Mark. Setelahnya, dirinya kembali melakukan lagi pekerjaannya tanpa memberikan jawaban. Mark yang mengetahui karakter pemuda di hadapannya, tidak berbicara lagi. Mark tahu, dirinya tidak akan mendapatkan jawaban, bahkan jika dirinya memberikan sangat banyak pertanyaan.

Cukup lama, dengan perbuatan yang baik, Jaebum mengompres telapak kaki Mark yang memerah, dan setelahnya, pemuda Im itu memberikan obat dengan sangat teliti.

Tidak ada pembicaraan pada kedua pemuda yang memiliki ikatan takdir itu. Diam, adalah kata yang selalu saja mendominasi, terlebih, adanya sebuah konflik lebih membuat kedua pemuda itu seakan tidak memiliki banyak kata di dalam pikiran mereka.

Selesai, Jaebum meletakkan obat itu kedalam sebuah kotak dan menyimpannya lagi dalam lemari kecil. Pemuda Im itu terlihat berdiri dan mengangkat baki yang berisi air hangat yang telah mendingin itu.

Dan Mark, mengetahui pemuda Im itu telah selesai mengobatinya. Tetap saja, tidak ada kata 'terimakasih' yang diucapkannya. Perasaan sakit yang mendominasi di dalam hatinya, membuat pemuda Tuan itu mengikuti keegoisannya.

Tidak segera melangkah, Jaebum justru menatap dalam netra Mark. Membuat pemuda yang di hadapannya juga memberikan tatapan dalamnya.

"Aku tidak memaksamu untuk tetap bersamaku....." suara Jaebum pelan "tetapi, tidak perduli apa yang terjadi, aku, akan tetap melindungimu" lanjutnya dan melangkah begitu saja.

Mendengar itu, sebuah getaran kecil hadir begitu saja di hati pemuda Tuan yang tengah merasakan sakit itu. Suara Jaebum, dengan sangat jelas mengartikan kesungguhan. Lagi, pikirannya mengingat kembali perkataan Youngjae, perkataan yang berhasil membuat keraguan besar dalam dirinya.

"kembalilah dengan seseorang yang akan melindungimu, Mark".

M I N E ( End ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang