36

3.6K 392 22
                                    

"Dimana sih kamu kunci?" Tanya Lia pada diri sendiri. Ia mengobrak-abrik tempat tidurnya mencari kunci mobil siapa tahu terselip di antara bantal-bantal. Biasanya ia taruh di nakas atau di meja TV tapi kali ini ia tidak bisa menemukannya. Sofa, meja belajar, meja rias, laci-laci, walk in closet sampai kamar mandi pun tak ada. Sejenak ia berpikir mungkin ia lupa menaruhnya di sembarang tempat, tapi seingatnya kemarin begitu sampai rumah ia langsung menuju kamar.

Dari belakang tubuh Lia, Lino memajukan tangannya kehadapan Lia memperlihatkan benda yang sedang Lia cari. Lino menaikkan tangannya saat Lia ingin mengambilnya.

"Lino siniin!"

"Sayang, kamu lupa daddy larang kamu nyetir sendiri?"

Agung memang melarang Lia mengemudikan mobilnya sendiri. Beberapa tahun yang lalu Lia mengalami kecelakaan yang membuatnya koma selama satu minggu. Setelahnya Lia tidak diizinkan lagi untuk menyetir mobilnya sendiri karena khawatir hal serupa terjadi. Meskipun tidak ada jaminan dengan supir Lia akan terhindar dari musibah seperti itu, tapi setidaknya jika di tangan yang lebih ahli Agung merasa lebih tenang. Dan Lia tetaplah Lia, dengan keras kepalanya ia sering melanggar aturan sang ayah. Ia sering mengemudikan mobilnya sendiri karena merasa lebih bebas untuk pergi kemana pun ia mau. Ia juga merasa kemampuan berkendaranya sudah jauh lebih baik berbeda dari waktu ia mengalami kecelakaan, bisa dibilang ia belum cukup mahir tapi nekat berkendara sendiri. Kecelakaan yang ia alami memang murni karena kesalahannya sendiri.

Dengan menjinjitkan kakinya Lia berusaha menggapai kunci mobilnya sembari menumpahkan segala kekesalannya terhadap Lino yang begitu menyebalkan di matanya.

"Pokoknya aku anterin kamu ke kampus!" Kekeh Lino.

"Ogah!" Lia masih berusaha merebut kunci itu dari tangan Lino. Ia menarik tangan Lino agar turun namun dengan sigap Lino memindahkan kunci tersebut ke tangan satunya membuat Lia tambah kesal.

Lino jadi gemas sendiri melihatnya. Ia memang sengaja menyembunyikan kunci mobil Lia. Bukan karena ingin menegaskan kembali larangan dari ayah mertua yang mungkin dilupakan Lia, tapi memang ia ingin bercanda dengan istrinya ini. Mungkin dengan bercanda bisa sedikit menghangatkan hubungan mereka yang terasa dingin. Ia tidak tahan melihat Lia yang terus mendiaminya, ini hari ketiga Lia bersikap seperti itu. Wajar memang, jika ada posisi Lia ia juga pasti akan sangat marah jika hal yang paling disukai diambil begitu saja tanpa ada kerelaan. Ia merasa serba salah.

Lia berdecak kesal karena tak bisa merebut kunci tersebut. Tanpa sepatah kata pun ia pergi dari hadapan Lino, sadar jika apa yang dilakukannya sia-sia hanya akan menguras tenaganya saja bahkan membuat mood-nya semakin memburuk.

Lino mendesah ini membuatnya frustasi. Ia menyandarkan tubuhnya pada dinding. "Apa cara gue salah?"

Lia bukanlah sosok yang penurut, jika ucapan ayahnya saja sulit dipatuhi apalagi ucapannya yang orang baru dihidup Lia. Ia sudah benar, Lia butuh sebuah ketegasan. Jangan sampai menganggap ucapannya hanya sebuah gertakan semata!

Ini yang membuat Lino sempat ragu untuk menerima lamaran Agung, ia takut tidak bisa membuat Lia berubah jadi lebih baik. Tapi keputusan sudah di ambil ia harus bisa.

Lino juga tidak setega itu nenjual barang kesayangan istrinya. Ia tidak akan menjualnya hanya menyitanya saja suatu saat ia akan mengembalikannya. Ia hanya ingin membuat Lia jera dan bisa lebih bertanggungjawab terhadap tugasnya sebagai seorang pelajar.


























Sembari fokus mengemudi satu tangan Lino bergerak menuju jemari Lia, ia ingin menggenggamnya memberikan sentuhan. Siapa tahu hal ini bisa membuat Lia luluh dan berhenti merajuk padanya. Lino bukan tipe laki-laki yang membiarkan wanitanya terlalu lama larut dalam amarah. Tapi kali ini mungkin akan sulit.

Lino's LiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang