24

3.9K 404 23
                                    

Lia menepuk-nepuk pundak Lino,ia butuh pasokan oksigen. Baru saja ia keluar dari kamar mandi,Lino langsung menyergapnya,memojokkannya ke dinding.

Lino yang mengerti dengan isyarat tersebut,dengan segera melepas pagutannya. Keduanya saling  berlomba manarik oksigen sebanyak mungkin demi menormalkan kembali napas mereka yang terengah-engah. Kening mereka saling bertautan,bisa mereka rasakan hembusan napas menerpa wajah keduanya.

Gada akhlak pagi-pagi udah diajak mesum - Lia.

Tak hanya bibir,lehernya pun tak luput dari serangannya. Lia hanya bisa pasrah menerimanya,tidak munafik ia juga mengiginkannya. Apalagi saat Lino mencuri kecupannya tadi malam. Cukup memberikan efek tak biasa pada jiwanya. Ia menginginkan lebih,tapi apa yang ia bisa lakukan? Tidak mungkin ia menempelkan bibirnya duluan atau meminta laki-laki itu untuk melumat bibirnya. Ia terlalu malu untuk melakukannya,meskipun ia tahu Lino pasti akan dengan senang hati melakukannya.

Sedari dulu ia selalu penasaran bagaimana nikmatnya berciuman, melumat bibir satu sama lain dengan sensual seperti yang ada dalam drama-drama korea yang sering ia tonton. Terlihat begitu mesra dilakukan dengan orang terkasih.

Memang bukan Lino yang memiliki ciuman pertamanya. Tapi Lucas,ia telah mencurinya terlebih dahulu. Hanya sebuah kecupan singkat tidak lebih. Ia tidak senakal atau sebodoh itu berciuman dengan sembarang orang meskipun itu kekasihnya. Karena ia akan memberikannya pada seseorang yang berhak dan ternyata Lino pemenangnya.

Sementara hanya ini yang mungkin bisa ia berikan untuk suaminya. Ia paham betul keinginan sang suami yang menginginkan lebih dari sekedar ciuman meskipun Lino tidak memintanya secara gamblang. Ia bukan wanita polos yang tidak tahu hal-hal semacam itu. Tapi apalah daya,ia masih belum bisa memberikan seluruh hidupnya,merasakan kesakitan berbalut kenikmatan. Sungguh,ia belum siap.

Sebenarnya ada hal yang lebih penting dari sekedar siap. Alasan Lino menikah dengannya,itu selalu menjadi pertanyaan besar dalam benaknya. Ia hanya tidak ingin menyesal di kemudian hari karena telah merelakan keperawanannya direnggut oleh Lino. Terlebih Lino tidak ingin mengatakan alasan menikahinya. Itu mencurigakan.

Bisnis?

Alasan yang masuk akal. Lino memang tidak memiliki perusahaan tapi ia memiliki kemampuan untuk memajukan perusahaan ayahnya. Sepertinya ia harus mencari tahu lebih banyak lagi tentang Lino. Kenapa laki-laki itu terlihat begitu istimewa di mata ayahnya?

Apapun alasannya ia berharap Lino tidak memiliki niat jahat terhadapnya dan keluarganya.

Setelah napasnya kembali normal,Lino memberi jarak diantara wajahnya dan Lia. Ia ulurkan satu tangannya membelai halus wajah sang bidadari di hadapannya ini. Begitu dalam matanya meneliti setiap inci dari wajah cantik tersebut, begitu sempurna di mata Lino.

Perlakuan manis Lino,sukses membuat wajah tersebut bersemu merah. Lia memalingkan wajahnya berusaha menyembunyikan warna merah tersebut. Meskipun sia-sia saja usahanya,laki-laki itu pasti bisa melihatnya dengan jelas.

"Ada berapa persen aku di hatimu?"

"Satu persen." Jawab Lia asal. Ia tidak bisa mengukur seberapa luas Lino menguasai hatinya.

"Dikit banget." Ucap Lino lesu.

Duh,harusnya tadi kasih aja sepuluh persen biar agak seneng dikit - Lia.

"Berapa mantan pacar kamu?"

Lino membulatkan matanya tak percaya akan mendapat pertanyaan seperti itu."Satu." Jawabnya singkat.

"Satu lusin?"

Lino tertawa renyah mendengar pertanyaan dari Lia."satu orang-lah sayang,emangnya sendok apa satu lusin."

Lino's LiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang