"Tuhkan bener apa yang aku bilang, pasti ada yang kamu sembunyiin. Terus kenapa tadi boong?!"
"Iya sayang aku minta maaf! Aku gak maksud..."
"Aduhh..." Lia merintih kesakitan sembari memegang perut buncitnya.
"Sayang kamu kenapa?" Lino panik.
"Sakit."
"Kita ke rumah sakit ya? Aku takut kamu kenapa-kenapa."
"Gak usah, perut aku cuma kram aja."
Lino menuntun Lia menuju tempat tidur, lalu Lia berbaring di atasnya. "Aku ambil air anget ya buat kompres perut kamu?"
Lia mengangguk.
Lino pun bergegas menuju dapur. Salah satu cara yang dilakukan untuk mengobati kram adalah dengan mengompresnya menggunakan air hangat. Dengan telaten Lino mengompres perut Lia. "Gimana sayang udah mendingan?"
Lia hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Ini pasti karena kamu marah-marah perutnya jadi kram."
"Emang apa hubungannya marah sama kram?"
"Mungkin aja ada. Sebelumnya gak apa-apa terus tiba-tiba kram pas kamu lagi marah."
"Gak usah disambung-sambungin!"
"Ibu hamilkan itu gak boleh marah-marah, bisa berdampak buruk buat kandungannya."
"Gimana aku gak marah? Daddy mau nikah lagi. Terus kamu juga nyebelin, kenapa gak kasih tau aku kalo daddy pacaran sama dokter Wendy?"
"Aku udah janji gak boleh ngasih tau kamu dulu. Kalo aku dipecat jadi menantu gimana gara-gara kasih tau kamu?"
"Ya gak mungkinlah..."
"Ya mungkin aja, daddy nilai aku orang yang gak bisa dipercaya. Kamu tahu? Yang dipegang dari seorang laki-laki itu janjinya."
"Kamu tuh pinter ya ngeles."
"Sayang, kamu kok marah-marah lagi sih? Nanti kalo perutnya sakit lagi gimana?"
Lia mendengus kesal namun setelahnya ia berusaha untuk tenang dan merilekskan tubuhnya. Secara berulang-ulang ia mengatur pernapasannya, menarik napas dalam-dalam lalu mengeluarkannya secara perlahan.
Lino memang harus benar-benar ekstra sabar menghadapi Lia yang mudah terpancing emosi. Sebisa mungkin ia berhati-hati dalam berbicara atau pun bertindak agar tidak memicu emosi Lia. Biasanya Lia akan marah atau kesal saat keinginannya tidak sesuai harapan. Terkadang ia juga kesal dengan Lia yang seolah tidak menghargai usahanya dalam memenuhi segala keinginannya. Tapi sebisa mungkin ia menahan emosinya, Lia bisa tambah emosi kalau ia emosi.
"Lagian emang harusnya daddy-kan yang ngomong langsung ke kamu?" Lino memang tahu lebih dulu masalah ini. Awalnya, sekitar satu bulan yang lalu pergi ke sebuah restoran Jepang untuk membeli makanan yang sedang diidamkan Lia. Begitu sampai di restoran tersebut ia bertemu dengan Agung dan Wendy yang sedang makan malam berdua. Bukan sesuatu yang mengejut1 karena seperti yang telah diketahui mereka berdua memang saling mengenal. Hingga akhirnya Agung menceritakan hubungannya dengan dokter Wendy selama ini dan meminta Lino untuk merahasiakannya dari Lia.
"Udah sayang tiduran aja!" Cegah Lino saat Lia mengangkat tubuhnya untuk duduk.
"Udah gak sakit lagi kok, aku mau duduk."
Akhirnya Lino membiarkan Lia untuk duduk bersandar di kepala ranjang. Ia pun berpindah posisi duduk disamping Lia. Merangkul wanitanya dan menariknya agar bersandar pada tubuhnya. Satu kecupan pun mendarat di puncak kepala Lia. Berharap perlakuan manisnya bisa sedikit memperbaiki suasana hati sang istri yang sedang buruk.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lino's Lia
Fanfic17+ (young-adult) ".....dia butuh laki-laki yang bisa membimbingnya jadi lebih baik, dan mencintainya dengan tulus. Saya rasa itu kamu orangnya." #1 lino 6 agustus 2020 #2 lia 25 agustus 2020 #2 jyp 7 Desember 2020 #1 minho 30 desember 2020 #1 hyunj...