Pagi ini Lia cukup senang karena Lino membangunkannya untuk sholat subuh, meskipun Lino masih saja bersikap dingin.
Setelah absen satu hari, akhirnya ia bisa berdiri kembali menjadi makmumnya, mencium tangannya selesai solat. Ah, Lia tidak bisa berhenti tersenyum.
Lia mengenakan alat sholat milik Suzy yang memang sengaja ditinggalkan saat berkunjung ke apartemen Lino.
Suzy cukup sering berkunjung ke apartemen Lino. Jika putranya itu sedang sibuk dan tidak bisa berkunjung ke rumahnya, maka ia yang akan datang berkunjung. Tinggal berpisah dari putra satu-satunya yang dimiliki membuatnya sering merasa kesepian dan merindukan sosoknya.
Untuk pakaian gantinya, kemarin Lia sempat meminta orang rumah untuk membawakannya. Sebenarnya saat pergi ke supermarket kemarin, ia ingin mampir ke toko pakaian untuk membeli satu atau dua pasang pakaian tapi Lino tidak menuruti keinginannya. Alasannya karena ia sudah mengabiskan dua puluh juta uang suaminya itu.
Setelah menikah keuangannya berubah drastis. Tidak sebanyak yang ayahnya berikan. Ia tidak bisa sesuka hati membelanjakan uangnya. Jika ia ingin membeli sesuatu yang lumayan mahal, ia harus minta terlebih dahulu pada Lino. Beda dengan dulu, sekedar dua puluh juta ia tidak perlu meminta dulu pada ayahnya.
Greb
Dari belakang Lia memeluk Lino dan menyandarkan kepalanya di punggung sang suami. "Kamu gak percaya sama aku?"
"Kalo kamu jadi aku, apa kamu percaya?"
"Mungkin aku juga gak percaya. Tapi aku udah jujur sama kamu, aku gak selingkuh, aku gak ada hubungan lagi sama lukas. Kamu bisa tanya Lisa sama Jenny, mereka saksinya, Lucas yang udah kurang ajar sama aku. Atau perlu aku bersumpah biar kamu percaya?"
"Gak perlu!" Lino melepaskan tangan Lia di perutnya. "Aku cuma butuh waktu buat percaya sama kamu." Lalu Lino pun beranjak pergi dari hadapan Lia.
Lia tertunduk lesu, senyuman yang sempat mengembang seketika luntur begitu saja mendapat respon seperti itu dari Lino. Laki-laki itu melepas pelukannya, ia tidak menyangka Lino akan menolak pelukannya.
Seolah air matanya telah mengering, kali ini ia tidak menangis. Lia berusaha menyakinkan dirinya, Lino pasti akan mempercayainya. Karena memang ia tidak bersalah. Meski untuk sesaat ia takut Lino akan meninggalkannya.
Tanpa sepengetahuan Lino, Lia pergi dari apartemen dua puluh menit setelah Lino pergi dari hadapannya. Entah Lino kemana ia tidak menemukannya sosoknya. Tapi ia tetap meninggalkan sebuah pesan singkat di sebuah sticky note yang ia tempel di pintu kamar, khawatir Lino mencarinya.
Mungkin Lino memang butuh waktu. Berpisah sebentar mungkin diperlukan. Kalau pun ia tetap disini, Lino pasti akan terus mengabaikannya dan itu membuat semakin bersedih apalagi saat Lino memalingkan wajahnya membuatnya seperti tertusuk jarum. Lagipula ia juga merindukan kamarnya.
Dari jarak sekitar sepuluh meter, Lino melihat Lia menaiki sebuah taksi.
Lia pergi kemana? - Lino.
Lino memperhatikan taksi tersebut yang melaju ke arahnya hingga melewatinya. Bisa ia lihat dari dalam sana, Lia duduk dengan menundukan kepalanya. Ia terus memperhatikan taksi tersebut hingga menjauh dan tak terlihat lagi. Entah kenapa hal ini membuat hatinya terasa sakit.
Ia pergi sebentar untuk membeli dua porsi bubur ayam, untuknya dan sang istri sarapan. Tadi malam selesai mandi, ia hendak ke dapur untuk mengambil air minum dan penasaran juga Lia ada dimana karena tidak ada di kamar. Tapi baru sedikit ia membuka pintu kamarnya, ia dihadapkan dengan pemandangan yang membuatnya terenyuh. Di meja makan Lia tengah duduk memakan roti tawar diiringi dengan derai air mata.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lino's Lia
Fanfiction17+ (young-adult) ".....dia butuh laki-laki yang bisa membimbingnya jadi lebih baik, dan mencintainya dengan tulus. Saya rasa itu kamu orangnya." #1 lino 6 agustus 2020 #2 lia 25 agustus 2020 #2 jyp 7 Desember 2020 #1 minho 30 desember 2020 #1 hyunj...