Narra Menjauh

1.7K 47 1
                                    

Malam itu menjadi malam terburuk bagi Narra. Ia merasa jijik dan mengutuk dirinya sendiri. Semakin ia membasuh seluruh tubuhnya, Narra semakin jijik. Bagaimana mungkin seorang Narra yang sudah berpakaian tertutup mampu membiarkan tubuhnya terjamah lelaki yang bukan pasangan halalnya. Namun, jika sudah bicara hawa nafsu,  tak semua mampu melawan gejolaknya.

Narra menyadari kesalahannya. Ia pun melakukan shalat taubat malam itu. Dikeheningan malam, ia bersujud dan memohon ampunan Rabb-Nya, tangisnya pun pecah. Tepat pukul 03.00 dini hari, pintunya terketuk. Dan ponselnya pun. berbunyi.

"Siapa yang mengetuk pintu dan menelepon pagi buta begini?" Narra kebingungan.

Akhirnya terjawab sudah. Narra membuka ponselnya dan sebuah chat memberikan jawabannya. Ia pun bergegas membuka pintu.

"Sayang, aku kangen banget sama kamu."

Narra memerah. Wajahnya ketakutan sekaligus menyimpan rasa bersalah. Ya,  bersalah atas kelakuannya di belakang Rio yang sudah bercinta dengan kekasih gelapnya.

"Wajahmu kenapa ketakutan begitu, Narra?"

"Oh, aku hanya kaget saja." Narra mulai mengalihkan pembicaraan.

Setelah mengemaskan seluruh barang bawaan Rio, Narra kembali menuju kamarnya disusul Rio. Ia memeluk erat tubuh Narra dan membisikkan ... "I Love you, Beb."

Narra yang paham dengan kode yang diberikan Rio mulai mengelak. Ia beralasan mengantuk dan ingin kembali tidur karena pagi sekali akan ada meeting.

Rio pun berusaha memahami. Ia pun bergegas membersihkn tubuhnya dan beristirahat.

*****

Pagi sekali, ponsel Narra berbunyi. Saat hendak diambil Rio,  dengan cepat Narra menariknya dari tangan Rio.

"Mas, ini dari klien." Narra berusaha tersenyum menutupi ketakutannya.

"Hallo, Pak Bram! Gimana, Pak, kita ketemu ditempat biasa bukan?"

"Pasti ada suamimu yang mendengarkan?"

"Narra! Aku mau kita ketemu, penting!"

"Ok, Pak."

Narra pun langsung mematikan ponselnya.  Ia pun menuju dapur dan menyiapkan sarapan. Rio pun menyusulnya.

"Narra, ada apa? Apa kamu ada masalah?"

"No!"

Beberapa saat sarapan siap dan mereka pun akhirnya sarapan bersama setelah beberapa waktu tak pernah lagi dilakukan. Setelah sarapan usai,  Narra buru-buru pergi, karena tak ingin Aldi menghubunginya kembali saat masih di rumah.

"Sayang,  maaf banget ya, aku ada meeting pagi ini. Gimana, kalau nanti malam saja kita dinner?"

"Ok, kamu berangkat saja, Beb. Take care."

Rio pun berusaha memaklumi kondisi istrinya yang memang super sibuk dari dulu. Ia harus menekan ego kali ini.

Narra pun meluncur dengan mobilnya,  setelah berpamitan dengan Rio.

Dalam perjalanan, Aldi kembali menghubunginya terus menerus. Akhirnya ia pun berhenti sejenak dan mengangkat telepon Aldi.

"Ada apa sih kamu telepon terus?"

"Nar, aku tunggu kamu di taman kota sekarang!"

"Iya, tunggu saja!" Narra pun langsung mematikan ponselnya.

****

Setengah jam berlalu,  akhirnya Narra sampai juga di taman kota. Awal pertama kali mereka bertemu. Saat memarkirkan kendaraannya, ia pun melihat Aldi menuju ke arah mobilnya.

"Cepat sini! Aku mau ngomong sekarang!"

Aldi pun menarik tangan Narra dengan kasar ke sebuah sudut untuk berbicara berdua.

"Aldi, sakit!" teriak Narra.

"Apa sih mau kamu? Aku enggak punya banyak waktu sekarang cepat katakan apa maumu!"

Aldi pun terdiam. Wajahnya menyiratkan sesuatu yang ingin dikatakannya. Namun, ia ragu. Pada akhirnya, ia pun mengatakan sesuatu yang membuat Narra syok.

"Narra, aku minta maaf atas kejadian semalam dan .... " Aldi belum selesai bicara,  Narra pun memotongnya.

"Aldi, anggap kejadian kemarin tidak pernah terjadi. Sebaiknya kamu lupakan saja."

"Narra! Aku melakukannya karena aku mencintaimu! Aku ingin bertanggung jawab dengan menikahimu."

"Gila kamu! Aku ini punya anak dan suami." Narra pun terpancing emosi mendengar keinginan Aldi.

"Ceraikan suamimu! Toh, dia tidak bisa membuatmu bahagia, bukan?"

Narra kebingungan. Ia tak habis pikir,  kenapa Aldi senekat ini. Bagaimana mungkin ia meminta cerai dari Rio dan menikah dengan Aldi.

"Tidak! Aku hanya mencintai, Rio, meskipun  dia cuek dan tak pernah punya waktu. sedangkan Aldi? Aku hanya menganggapnya teman."

Ada perang batin di hati Narra. Permasalahan rumah tangganya memang entah berujung di mana, tetapi baginya menikah dengan Aldi bukanlah solusi yang tepat. Tidak ada sedikitpun niat untuk seperti ini, ia hanya terjebak keadaan hingga terjadilah hal terkutuk itu. Aldi hanya dianggapnya teman,  teman berbagi. Karena ia butuh teman bicara.

"Narra, kenapa kamu diam?"

"Al, kamu tidak perlu bertanggung jawab. Lupakan saja kejadian itu. Aku tidak akan menuntut apapun."

"Narra, aku mencintaimu .... "

"Sorry, Al, aku ada meeting sebentar lagi. Aku harus pergi. Kuharap, kamu bisa memahami keputusanku."

Narra pun akhirnya pergi meninggalkan Aldi yang masih terdiam tanpa tahu harus berkata apalagi. Narra pun dibiarkannya berlalu pergi.

Bersambung ....


ISTRIKU DIKEJAR PEBINOR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang