Alienasi

224 80 20
                                    

Ambiguitas layak diberi
pemakluman universal,
selagi tiap individu
punya opini relatif
yang lekat dengan
v a r i a s i habitus.

Pasalnya, tidak pernah
menjadi tabu ketika
aku menunjuk pun
menyorak: olah
pikirmu kian absurd.

Aku bukan orang
imperatif,
silakan kontrol
autosugesti milikmu.

• Selamat Membaca •

"Tumben kamu masih pakai hoodie? Biasanya begitu sampai pintu, udah kelempar di lantai," papar Pariwara sambil mengirisi jamur menjadi beberapa bagian pada meja makan.

Anesha tersenyum kecut, setelah mobil Ayah Kasen melaju, ia menyegerakan mengenakan hoodie hijau andalannya. Pemikirannya sudah dihadang jalan buntu. Jika ia enggan bekas luka yang masih merah itu terhujami rentetan tanya, berarti Anesha perlu bersikap normal saat terpindai oleh Saga dan Pariwara. Ia tidak disarankan mengebu-gebu menuju kamar lalu membuka sesi perutukkan diri sendiri. Bagaimanapun ia tak sudi keduanya tahu bahwa selama ini dirinya berlagak bekerja. Ia sedang mencoba, gajinya bahkan belum cair, tapi insiden kecil ini jika terdengar 3 orangnya-Dakota, Moya, Piza-pasti Anesha akan terledek. Anesha benci terlihat payah. Lagipula keluarga Saga akan setuju jika melayani kebutuhan seseorang, tak pernah terdengar sebagai sesuatu yang dapat Anesha tangani. "Suhunya agak bertingkah, Bu."

"Karanganmu, ini suhu biasa," sanggah Pariwara tak terima, ia menghadiahi kernyitan dahi sejenak. Sesekali suara televisi lebih mampu menarik atensinya. Pariwara melirik Anesha yang berjalan mendekat, menghampiri mejanya, ia kembali menambahkan pernyataan berdasar. "Berita juga gak prediksi bakal hujan lebat."

Anesha mengerutkan kening, ia mencoba untuk melupakan gerogotan luka bakarnya yang agaknya tengah berpesta. Karena menguap ia memerlukan angkatan jari tangan kanannya untuk menutup, gila, tangan itu hampir tak mau terangkat. "Kalau gitu mungkin aku yang mau pilek."

Anesha meninjau jamur di hadapannya, ah, dia penggemar nomor satu jamur krispi. Segeralah terolah. Tiba-tiba Pariwara menempelkan punggung tangannya ke dahi Anesha. "Iya, hangat. Makanya tiap subuh ngemil es batu. Biar sehat." Yah, sinisme Pariwara tak pernah berhasil membuat Anesha goyah. Ia akan melakukannya lagi. Maaf, Bu, tapi hidup terdengar lebih masuk akal dengan kunyahan es batu. Lupakan. "Dah, mandi sana. Ibu buatin martabak kesukaan kamu."

Senyum Anesha mengembang, apa cabai Ayah ranum lagi panen kali ini? Hingga martabak dapat tersaji. "Sayang Ibu," imbuh Anesha sebelum akhirnya melenggang ke kamar. Anesha merebahkan badannya ke kasur, dengan perlahan ia membuka hoodienya, luka lengan itu tersingkap jua dari topeng. Begitu ya? Paling lega ketika jujur kepada diri: tidak pernah menjalar ke cabang siapa.

Selesai berlagak mandi, mana sanggup ia benar mandi, Anesha mengambil beberapa tekan parfum untuk memalsukan akal bulusnya. Anesha bersiap pada meja makan, ia telah membasahi rambutnya sedikit agar terkesan segar. Sepertinya trik ini akan berguna ketika dirinya malas mandi. Waktunya mencatat.

"Panas begini kamu pakai lengan panjang, Sha?" tanya Saga-yang memilih mengenakan kaos lengan pendek warna putih-pada si bungsu.

Pariwara ikut menimpali, menghela napas panjang. Sejak tadi ia hanya sibuk menonton acara televisi kesukaannya-program acara tv orang makan dengan memberi rating tempat makan. Tetap saja obrolan pembuka Saga tak luput dari gaetan atensinya yang luas. "Biar, Yah. Dia lagi demam."

"Pantas," ungkap Saga dengan anggukan, ia kembali mengunyah satu suapan baru dan mengunyahnya bersih, sebelum akhirnya mengimbuhkan, "makannya sedikit."

"Sini Ibu suapin," Pariwara mengambil alih piring yang Anesha dekami, selagi Anesha sedikit gelagapan memastikan lengan hoodie yang ia kenakan tidak tersingkap. "Tangan kamu sampai nggak bisa nyendok dengan benar begitu." Pariwara mulai memberi suapan pertama, suapan Ibu memang menambah karisma makanan ketimbang ketika kita menyantapnya dengan tangan sendiri. Curang. Dan baru pada hal ini Anesha akan leluasa melapangkan dada ketika seseorang mencuranginya.

Not An Ordinary FriendshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang