Anara terbangun dari tidurnya. Dia menguliat kecil sebelum matanya menatap jam dinding yang sudah menunjukan pukul enam pagi. Anara bangkit dan duduk ditepi ranjang.
Dia menghela nafas, seolah sudah siap dengan apa yang akan terjadi hari ini. Cewek dengan piyama pink itu berjalan menuju kamar mandi. Sebelumnya dia sudah menyiapkan baju seragam putih abu-abunya diranjang.Hampir limabelas menit berlalu, Anara sudah siap dengan pakaiannya. Dia menyisir rambut panjangnya didepan cermin. Setelah selesai, Anara turun kelantai bawah untuk sarapan.
"Pagi cantik," Myta menyapa Anara dengan senyumannya, perempuan yang sudah berumur itu mengambilkan selembar roti bakar dan menyodorkan gelas berisi susu.
"Pagi juga, Ma," Anara duduk. Disana belum terlihat keberadaan Arga, mungkin cowok itu belum bangun.
"Ma, nanti Nara boleh nginep dirumah Sasa gak?" Anara bertanya dengan mulut yang mengunyah. Kemarin malam, cewek itu sudah berjanji untuk menemani Sasa yang sendirian dirumah.
"Mau ngapain emang? Ada tugas kelompok?" ucap Myta dengan tangan yang masih sibuk mengangkat roti.
"Mama, Papanya lagi ke Bali, Ma. Kasian kan Sasa cuma sendirian dirumah." Anara meneguk susu dihadapannya itu hingga menyisakan setengah.
"Boleh, asal jangan macem-macem aja" Myta yang sudah selesai mengangkat roti bakar itu duduk disebelah Anara.
"Gakk! Lo gak boleh kemana-mana!" Suara berat yang berasal dari arah toilet itu membuat keduanya menoleh. Menemukan Arga dengan baju seragam yang sudah ia pakai, serta handuk yang melingkar dipundaknya.
Anara menyernyit, "maksud lo?" bolamata nya berputar malas.
Arga duduk didepan Anara, cowok itu meneguk susu miliknya sebelum menarik dua lembar roti bakar dan dilahapnya, "Gak. Pwkonya gue gwk izinin!" ucapnya, mulut Arga saat ini masih penuh dengan roti yang mulai hancur.
"Nelen dulu, baru bicara.." ucap Myta.
"Terus menurut lo, gue butuh izin dari lo apa?! Lagian Mama juga udah izinin kok!"
"Gue gak izinin!"
"Gue gak peduli!"
"Pokoknya gue gak izinin!"
"Gak peduli!"
"Stoppp. Pagi-pagi udah bikin telinga Mama panas aja, kalian ini! Udah dong, Ga. Lagian Mama izinin Nara kok." ucap Myta menengahi. Anara mengacungkan jempol.
"Tuhh kan! Wleee!" Anara menjulurkan lidah nya pada Arga yang terlihat kesal. Dia menyudahi sarapannya, tangannya mengambil susu dan meneguknya.
Perempuan berumur empatpuluh tahunan itu berdiri dan membereskan piring kotor yang berada dimeja, lalu membawanya kedapur untuk dicuci.
"Ra.. Gue mau nanya?" Mata Anara yang semula menatap layar ponselnya terlihakan kearah Arga.
"Apa?"
"Emang..lo rela?" Anara menyernyit. Cewek itu tidak mengerti apa yang Arga ucapkan. Anara menyimpan ponselnya dimeja.
"Rela apa?"
"Sekeras apapun kita berusaha buat bersama, akhirnya bakal pisah juga kan? Emang lo rela?" Anara dengan susah payah menelan ludahnya. Dia sedikit tersentak dengan apa yang Arga ucapkan.
"Gue males ngebahas, Ga" Anara menghela nafas, cewek itu malas membahas karna akhirnya akan menangis.
"Sekeras apapun kita berjuang, lo gak akan jadi takdir gue." Arga berucap tanpa mendengarkan Anara yang meminta untuk tidak membahas hal ini.
"Arga, stop.." lirih Anara.
"Kita gak bisa bersama." ucap Arga penuh penekanan.
"Gue tau! Stop! Kita emang gak bisa lawan taktir! Lo gak akan bisa sama gue! Begitupun sebaliknya!" Arga tersentak dengan ucapan Anara.
Anara pergi dari sana setelah menyimpulkan hal itu. Dia malas berdebat untuk membahas hal ini. Dia berjalan dengan wajah kesal dan mata yang memanas. Sebentar lagi cewek itu akan menangis.
Anara tidak terima kenyataan. Kenyataan bahwa dirinya dan Arga tidak bisa bersama. Tapi itu akan menjadi takdirnya. Dia tidak bisa memaksa Tuhan untuk menyatukan dirinya dan Arga.
**
Anara turun dari mobilnya, dia sekarang sudah berada diparkiran sekolah. Siswa yang baru saja berdatangan masih terlihat banyak disana. Anara berlari kecil setelah matanya menangkap Sasa yang baru saja keluar dari ruang guru dengan tinta yang berada ditangannya.
"Sa!" Cewek dengan rambut dikepang itu menoleh, dia tersenyum kearah Anara.
"Baru dateng?" Anara mengangguk. Mereka berdua berjalan dilorong. Terlihat disana lapangan sudah dipenuhi oleh para manusia yang berkerumun menyaksikan lomba futsal yang diadakan kelas XII.
"Raa, duduk dulu yuk! Gue pengen liat Gio!" Sasa antusias mengajak Anara untuk duduk ditepi lapangan, sebelumnya cewek itu sudah menintipkan tintanya pada Neli untuk dibawa kekelas.
"Ganteng bangett sihh pacar gueeee!" Teriak Sasa, cewek itu terus saja berteriak menyemangati Gio disebrang sana yang tengah bertanding.
Sasa memang sudah lama menjalin hubungan dengan Gio. Cowok yang dia incar selama setahun itu memang tampan. Sasa harus ekstra sabar berpacaran dengannya, karna banyak yang mengincar."Suka banget ya sama Gio?" Sasa menoleh kearah Anara, sedetik kemudian dia mengangguk, "bangettt Ra! Gio tuh ganteng, baik, romantis!" Sasa kembali menyemangati pacarnya, sesekali Gio tersenyum kearahnya.
Anara tersenyum getir melihat tingah temannya. Dia terkadang iri dengan nasib Sasa yang bisa bersama dengan Gio. Tetapi Anara, cewek itu dinasibkan Tuhan untuk mencintai kakaknya. Mereka tidak mungkin bisa bersatu. Seperti apa yang Arga bilang tadi; sekeras apapun berusaha untuk bersama, mereka akan terpisah juga.
Haii! Suka gak sama chapter ini? Maaf ya kalo banyak kata-kata yang kurang pantas dibaca, maklumi saja, masih pemula hehe.
•
•
Spam komen dong biar aku lebih semangat lagi!
Jangan lupa vote ya!
Lop uuuu<3
KAMU SEDANG MEMBACA
My Brother Is Mine! [HIATUS]
Adventure[HARAP FOLLOW TERLEBIH DAHULU] Kita tidak bisa memilih kepada siapa hati kita akan berlabuh. Seperti Anara yang ditakdirkan untuk melabuhkan cintanya pada lelaki yang berstatus menjadi kakaknya itu. Anara sebetulnya tidak pernah menyangka dirinya me...