Cahaya matahari menyelusup masuk dari celah-celah kecil. Menerangi kamar gadis remaja yang kini sedang menyisir rambutnya. Perhatiannya teralihkan saat ponselnya berbunyi. Ia langsung menoleh kearah nakas dan segera mengangkatnya ketika mengetahui bahwa ibunya menelpon.
"Assalamualaikum, Ma," ucap Anara memberi salam. Ia sedikit khawatir dengan apa yang akan ibunya kabarkan. Ini pasti menyangkut kondisi ayahnya.
"Serius, Ma?" Anara sedikit terkejut mendengar kabar baik yang diberi sang ibu. Ia tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya.
"Emang kondisi Papa udah baikan?" Ia berhenti berbicara. Perempuan itu sangat antusias mendengarkan apa yang ibunya bicarakan. Ia benar-benar sangat senang sekarang. "Iya, Ma. Emang harusnya Papa dirawat disini, biar Mama nggak repot." Ujarnya lagi. Kali ini, ia mengubah posisinya yang semula berdiri menjadi duduk diatas ranjang.
"Iya Mama, nanti Anara kasih tahu Arga ya? Pokoknya, Mama harus kabarin kalau semuanya udah beres, oke? Anara tutup ya, ini lagi mau siap-siap berangkat sekolah." Ucap perempuan itu.
"Assalamualaikum, Ma." Setelah itu Anara memutus sambungan teleponnya. Ia kemudian terdiam dengan bibir mengembang. Dirinya sangat senang karena ibunya bilang bahwa ayahnya akan pulang dan dirawat disini. Ia pasti akan sangat merindukan ayahnya. Seorang Pengacara luar negeri yang sangat Anara banggakan, kini bisa kembali bertemu setelah sekian lama. Pekerjaan Ayahnya membuat Anara dan keluarga harus berpisah. Ibunya lebih memilih tinggal di Indonesia karena California bukan tempat yang baik. Ia sangat khawatir tentang pergaulan bebas putrinya.
Anara dengan rasa senang yang masih membara segera menenteng tasnya dan turun kebawah untuk menemui Arga. Laki-laki yang tadi sedang sarapan itu harus segera mengetahui berita gembira ini.
"Arga!" Teriakan Anara menyita perhatian Arga. Mata cowok itu yang semula menatap layar ponselnya, beralih pada seorang perempuan yang saat ini berjalan menuju arahnya. Senyuman mengembang terlihat.
"Papa," ucapnya. Membuat alis Arga menekuk karena tidak mengerti dengan apa yang dibicarakan adik yang kini menjadi pacarnya itu.
"Kenapa?"
"Papa pulang. Tadi Mama nelpon, katanya Mama bakal bawa Papa pulang minggu depan," kegembiraan Anara semakin memuncak. Perempuan itu masih berdiri tidak jauh dari tempat duduk Arga.
Jika Anara terlihat sangat bahagia, nyatanya Arga tidak seperti itu. Perasaan sakit juga rasa bersalah yang sudah hampir terkubur mendadak muncul kembali. Kejadian mengenaskan dua tahun lalu berputar begitu saja dikepala Arga. Membuat dirinya kembali frustasi dengan apa yang diingat.
"Kenapa muka lo kayak nggak seneng gitu, sih?" Anara bertanya setelah menyelidik wajah Arga yang terlihat biasa saja. Bahkan cowok itu menunjukan sikap tidak suka dengan apa yang Anara sampaikan.
"Lo nggak benci kan sama Papa?" Arga yang mendengarnya langsung mengangkat kepala.
"Nggak. Cuma nggak suka aja orang itu dateng kesini." Kegembiraan yang semula Anara rasakan mendadak hilang digantikan rasa kesal. Bagaimana bisa Arga menyebut Papanya dengan kata 'orang itu'. Apakah Arga sudah lupa dengan semua jasa yang sudah Papanya lakukan.
"Lo kenapa sih, Ga? Kenapa setiap lo dengar kabar Papa, lo selalu nggak suka? Papa bikin salah apa sampai lo benci sama Papa?" Ucap Anara dengan rasa emosi yang memuncak. Namun ia masih bisa mengendalikan nya. Anara tidak ingin terjadi pertengkaran dihari yang masih sangat pagi ini.
"Kenapa? Karena Papa udah hancurin masa depan gue! Papa udah mengubah semuanya. Dan parahnya lagi, dia nggak tanggung jawab, Ra." Anara masih tidak mengerti apa yang Arga maksud. Setelah kejadian dua tahun lalu, sikap Arga tiba-tiba berubah. Arga yang biasanya akan menjadi orang yang paling senang ketika mendengar kabar Ayahnya akan pulang, menjadi orang yang paling membenci kabar itu. Tidak ada yang tahu alasan mengapa Arga bersikap demikian. Termasuk Anara dan ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Brother Is Mine! [HIATUS]
Adventure[HARAP FOLLOW TERLEBIH DAHULU] Kita tidak bisa memilih kepada siapa hati kita akan berlabuh. Seperti Anara yang ditakdirkan untuk melabuhkan cintanya pada lelaki yang berstatus menjadi kakaknya itu. Anara sebetulnya tidak pernah menyangka dirinya me...