Bagian 54

477 38 7
                                    

"Arsen tuh sering banget ceritain tentang kakak ke Bunda," ucapan perempuan berambut pendek itu membuat Anara mendongak.

"Oh, ya? Cerita apa?" Ujarnya penasaran.

Ghea duduk diranjangnya, bersebelahan dengan Anara yang sedang melihat buku berisi album foto.

"Banyak. Katanya, tiap kali Arsen lihat kakak, dia kayak lihat kak Freya." Ujar Ghea, tatapan perempuan itu berbinar.

"Freya?" Gumam Anara. Ia tidak pernah mendengar nama itu dari Arsen.

"Iya. Dia adiknya Arsen. Udah meninggal waktu umur 16 tahun." Penjelasan Ghea membuat jantung Anara berhenti berdetak beberapa saat. Ia juga tidak pernah tahu Arsen mempunyai adik. Anara kira, hanya Ghea.

"Katanya kak Anara mirip sama Kak Frey. Pas cerita ke Bunda, Bunda langsung pengen ketemu kakak. Dan ternyata bener kalau kak Anara mirip sama kak Freya. Bunda jadi seneng banget tiap lihat kakak." Ujar Ghea. "Tapi, Arsen deketin kakak bukan karena kakak mirip Kak Freya. Dia juga pernah cerita kalau dia mau jadiin kak Anara pacar, terus dia nanya ke cara bikin acara yang berkesan itu gimana." Ujarnya, ia tidak mau Arsen dan Anara salah faham.

Anara tidak tahu harus apa. Ia hanya diam sampai Ghea bangkit dari duduknya untuk mengambil minuman.

Diam-diam, Anara tersenyum. Ia merasa begitu sangat senang sekarang. Anara tidak pernah datang kerumah lelaki selain dari saudaranya. Ketika diajak oleh mantan-mantan pacarnya dulu, Anara selalu menolak. Namun kali ini ada yang begitu membuatnya berbeda.

Ataukah, hati Anara memang sudah terbagi?

••

"Hati-hati ya, cantik," ujar Cheline. Lengannya melambai ke arah dua orang yang sedang berada diatas motor itu.

"Main lagi kesini ya, kak!" Ghea berteriak dari samping Cheline.

"Dahh, Bunda. Dah, Ghea!" Ujar Anara dari balik helm.

Setelah itu, motor yang kendarai Arsen melaju meninggalkan pekarangan rumah.

Jalan kota tua masih sangat ramai. Kemacetan terjadi dimana-mana. Sesibuk apa mereka sampai tidak pulang kerumah dilarut malam begini.

"Nyokap lo, nggak akan marah pulang jam segini?" Ucap Arsen. Ia melirik Anara sekilas dari balik kaca spion.

"Waktu dikelas, gue udah telepon." Arsen mengangguk sebentar. Kemudian tatapannya turun kebawah. Menatap lengan Anara yang kini melingkar di pinggangnya.

"Nanti, lo turunin gue di gerbang komplek aja,"

"Kenapa?" Anara bingung harus menjawab apa. Ia tidak mungkin memberi tahu hal sebenarnya. Arga pasti akan marah jika tahu bahwa Anara pulang selarut ini bersama Arsen.

"Nggak apa-apa," ujarnya setelah terdiam beberapa saat. Arsen hanya memungut-mungut. Keduanya, kembali larut dalam keheningan.

••

Saat Anara sudah sampai di gerbang rumahnya, ia tidak melihat motor Arga terparkir dihalaman rumah. Alis perempuan itu menekuk, berfikir apakah Arga belum pulang.

Langkah kaki Anara memelan saat membuka pintu. Ruangan yang tidak terlalu besar itu sangat gelap. Hanya lampu dari arah dapur dan lantai atas saja yang menyala.

Namun, saat Anara hendak menyalakan lampu, ia terkejut karena ada orang yang mencekal lengannya. Untung saja, ia segera sadar bahwa itu Arga. Jika tidak, ia mungkin akan berteriak.

My Brother Is Mine! [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang