Lima hari sudah berlalu. Keadaan berubah sekejap mata. Rahel yang sedang duduk didekat kelas sepuluh itu sudah banyak mendengar tentang dirinya. Banyak gosip juga rumor beredar tanpa adanya satu kebenaran. Sepertinya, rencana Hilda dan Stella berjalan lancar. Hampir saat setiap Rahel berjalan di lorong, orang-orang berbisik membicarakannya. Dan Arga tidak tahu itu.
"Hel, gak usah dengerin apa kata orang. Mereka tuh cuma iri sama lo. Lo bisa jadi sahabatnya Arga, mereka nggak bisa." Ucap Gladys. Perempuan itu sejak tadi mencoba membuat Rahel tidak mengambil hati. Kondisinya cukup buruk akhir-akhir ini.
"Gue gak peduli apa kata orang, Glad. Tapi gimana kalau apa yang mereka omongin itu bener? Kalau gue cuma jadi beban buat Arga?" Ucap Rahel dengan satu kali tarikan nafas. "Gue sakit, Glad. Dan Arga selalu ada buat gue. Gue selalu bikin Arga repot." Ucapnya lagi. Tatapan Rahel menunduk, ia sangat kasihan pada dirinya sendiri. Nasibnya yang memiliki penyakit, membuatnya tidak tenang. Ia selalu merepotkan orang lain.
"Arga suka sama lo. Dia gak mungkin merasa direpotkan."
••
"Anara!"
Teriakan melengking dari seorang perempuan itu mengejutkan Anara yang sedang bercermin. Ia menoleh kearah sumber suara, terlihat tiga perempuan sedang berdiri diambang pintu. Anara mengenal betul siapa mereka. Vandra, Callista dan Caesy.
Anara hanya diam saat mereka berjalan semakin mendekat kearahnya.
"Keluar Lo semua!" Seru Callista pada orang-orang yang berada di toilet. Dengan sangat cepat, di toilet hanya ada Anara dan ketiga perempuan itu.
"Mau ngapain?" Tanya Anara dengan wajah cueknya. Ia berusaha tetap tenang meski sebetulnya ketakutan.
Vandra tersenyum miring. Ia dapat membaca raut wajah Anara yang mulai ketakutan. Tatapan tajam itu terus ditunjukan pada Anara.
"Lo tadi ngapain sama Arsen?" Pertanyaan Vandra membuat Anara mengangkat kepala.
"Penting buat lo?" Ujar Anara dengan tangguh.
Vandra dan kedua temannya terkejut mendengar jawaban Anara. Tanpa basa basi, Vandra yang sudah dibalut emosi itu menarik rambut Anara kebelakang. Membuatnya mendongak menatap perempuan yang kini tersenyum puas.
"Mata gue gak buta, ya! Gue tadi liat lo berduaan sama Arsen!" Ucap Vandra dengan suara lantang.
"Gue udah sering peringatin lo. Jangan deket-deket sama Arsen, gue suka sama dia!" Vandra kembali berbicara saat Anara hanya terdiam.
Tarikan itu semakin kuat, namun saat itu juga Anara berhasil melepaskan lengan Vandra dari kepalanya.
"Urusan nya sama lo, apa?" Ucap Anara. "Gue tuh kasihan ya sama lo, Van. Lo tuh cantik, banyak orang mau sama lo. Tapi kenapa lo jatuhin harga diri lo, buat kejar cowok yang sama sekali gak pernah lihat perjuangan lo. Arsen gak pernah anggap keberadaan lo, Van!" Ucapan Anara itu bukan hanya membuat Vandra naik pitam, namun juga kedua temannya. Caesy, perempuan sedikit pendek itu lantas mendorong Anara sampai perempuan itu tersungkur kelantai. Dirinya kini dikelilingi tiga perempuan yang siapa menerjangnya.
"Siapa lo berani ngomong gitu ke gue?" Ucap Vandra dengan decihan sarkas.
Vandra mengulurkan tangan, namun matanya tetap menatap Anara dengan tajam. Anara melihat Callista memberikan dua botol berisi air.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Brother Is Mine! [HIATUS]
Aventura[HARAP FOLLOW TERLEBIH DAHULU] Kita tidak bisa memilih kepada siapa hati kita akan berlabuh. Seperti Anara yang ditakdirkan untuk melabuhkan cintanya pada lelaki yang berstatus menjadi kakaknya itu. Anara sebetulnya tidak pernah menyangka dirinya me...