Bagian 37

452 41 3
                                    

"Sa, lo yakin?" Cewek dengan rambut digerai itu tampak memasang wajah cemas.

"Yaampun, Ra. Gue yakin banget!" Ucap Sasa.

"Tapi kan.."

"Stt," jari telunjuk Sasa menempel pada bibir Anara. Cukup sudah. Ia tidak mau mendengar penolakan Anara. "Ra, Arga tuh harus dikasih pelajaran. Dia gak boleh terus-terusan kayak gini. Lo pacarnya, lo berhak dong jadi prioritas dia. Bukan si Rahel. Dia cuma sahabatnya. Gimanapun juga, kedudukan lo lebih tinggi dibanding cewek itu." Ujar Sasa. Ia sudah tidak tahan melihat sikap Arga yang terus mempermainkan Anara. Terlebih cewek itu hanya diam dan tidak melakukan tindakan.

"Tapi gak harus Arsen juga, kan?" Anara mencibikan bibir bawahnya, "nanti gimana kalau gue di cap pemberi harapan palsu? Ogah." Cewek itu memutar bola matanya malas.

"Ra dengerin deh. Gue udah bosen ya denger curhatan lo tentang si Arga yang terus sama Rahel. Please deh, kali ini aja. Lo dengerin ucapan gue. Cuma seminggu Ra." Sasa terlihat frustasi. "Kalau lo terus-terusan diemin Arga, yang ada itu cowok malah makin jadi. Nanti Arga ngira lo gak masalah sama apa yang dia lakuin. Kali-kali lo harus berontak. Bikin dia nyesel udah kayak gitu." Ucap Sasa panjang lebar. Anara menghela nafasnya. Ia bingung harus mengikuti saran Sasa yang diluar batas atau tidak.

"Gue pikirin dulu."

••

Malam ini, langit tidak secerah kemarin. Awan hitam terlihat ikut menggantung menutupi taburan bintang. Juga hembusan angin membuat cuaca semakin mendingin. Perempuan dengan rambut digerai panjang itu tengah mendongak. Matanya menatap lurus langit malam. Rambut panjang berwarna kemerahan itu menari ditengah sepi. Kerlipan bintang yang biasanya ramai, kini sudah tidak hadir lagi.

Anara melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya, sudah menunjukan pukul sebelas malam. Namun, matanya tidak juga terlelap. Ia masih belum bisa tidur karena pikirannya merumit.

"Putus atau terus?" Monolognya. Irama lagu 'Dibalas Dengan Dusta' yang dibawakan Audy terdengar menemani sepinya kota tua ini. Gedung tinggi yang tidak jauh dari rumah mewah itu terlihat masih beroperasi. Kendaraan masih banyak berlalu lalang. Memang benar orang-orang memberi julukan kota Jakarta ini sebagai Kota yang tidak pernah tertidur.

"Galau?" Anara refleks menoleh kesumber suara. Cewek itu terkejut melihat orang yang saat ini membuat pikirannya runyam.

"Mikirin gue ya?" Anara membuang muka ketika Arga menatap wajahnya. Cewek itu menelungkup kan tangannya dipagar kaca.

"Tidur, udah malem." Ucapan Arga tidak Anara hiraukan. Ia masih asik dengan sepinya. Ia sama sekali tidak ingin menganggap keberadaan cowok itu.

Arga mendengus kasar, "berasa ngomong sama tembok gue." Ucapnya. Harapan Anara yang ingin Arga tetap disini harus terkubur. Cowok itu malah masuk kedalam dan menutup pintu balkon kamarnya.

Anara memejamkan matanya sesaat. Berusaha mengubur dalam-dalam rasa kesalnya. Ia tidak mengerti dengan jalan pikiran Arga. Cowok itu gampang berputus asa.

"Lo udah bikin gue gak punya pilihan, Ga."

••

"Pagi, Ma." Sapa Anara. Cewek itu sedang berjalan menuju meja makan. Rok abu-abu yang berada diatas lutut itu bergoyang saat pemiliknya berjalan.

"Pagi cantik." Myta mengulas senyum. Tangannya masih sibuk menyiapkan sarapan.

"Bekel buat siapa, Ma?" Tanya Anara setelah matanya menangkap satu kotak makan. Myta memasukan dua potong roti isi kedalamnya.

My Brother Is Mine! [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang