Bagian 49

450 38 5
                                    

Seseorang baru saja turun dari kamarnya menuju dapur. Ia berhenti beberapa detik saat melihat siapa yang sedang berada disana. Laki-laki dengan kaos putih polos itu memperhatikan dari jarak yang tidak terlalu dekat. Matanya begitu fokus melihat adik perempuannya yang sedang memasak.

"Udah bangun?" Lamunan laki-laki bernama Arga itu buyar ketika perempuan yang sedang ia perhatikan menoleh dan bertanya padanya. Ia segera menghampiri tanpa menjawab pertanyaan dari Anara.

"Masak apa?" Bukannya menjawab, Arga malah balik bertanya. Ia berdiri disamping Anara yang entah sedang memasukan apa pada sebuah panci kecil.

"Sup ayam." Ucapnya. Arga mengangguk pelan. Kemudian laki-laki itu menarik kursi yang berada didapur. Deritan kursi berwarna putih itu memecah keheningan.

Anara mencuri pandang pada Arga. Laki-laki yang kini sedang fokus dengan ponselnya itu sepertinya tidak menyadari apa yang ia lakukan semalam. Anara masih sedikit takut. Ia benar-benar bingung apakah pacarnya itu sudah sepenuhnya sadar atau belum.

Anara memejamkan matanya sekejap. Mencoba melupakan pikirannya itu. Perempuan dengan rambut hitam dicepol asal itu membawa dua mangkuk kecil berisikan makanan yang ia masak.

"Nih," ucapnya seraya menaruh mangkuk dihadapan Arga. Mata Arga yang semula menatap layar ponsel itu langsung beralih menatap Anara. Perempuan cantik yang kini menjadi pacarnya. Ia sangat beruntung bisa diberi kesempatan untuk memiliki Anara. Cewek nyaris sempurna. Siapapun bisa langsung jatuh cinta padanya.

"Makasih, sayang," ucapan Arga sontak membuat Anara terdiam untuk beberapa saat. Ia masih mencerna apakah dirinya tidak salah dengar. Perempuan itu lalu tersenyum dengan pipi yang memerah.

"Semalem siapa yang anterin gue pulang?" Ucap Arga kembali membuka suara setelah tidak mendapat balasan dari Anara.

Anara seketika kembali mengingat kejadian tadi malam. Ia berusaha tidak bersikap aneh dan membuat Arga curiga. Perempuan itu tidak mau Arga mengajukan pertanyaan yang tidak bisa Anara jawab.

"Elzan," ucapnya. Mata Anara tidak menatap Arga. Dia fokus pada piringnya meski sesekali mencuri pandang pada laki-laki yang berada didepannya itu.

Arga mengangguk sambil mengunyah makanan. Keheningan kembali menyelimuti ruangan yang tidak terlalu besar itu. Keduanya tampak sibuk dengan perasaan masing-masing.

Arga berfikir, ia merasa ada yang aneh dengan Anara. Tidak seperti biasanya perempuan itu bertingkah kaku. Arga tidak menemukan Anara yang selalu cerewet meski orang-orang menganggapnya sebagai perempuan dingin dan acuh.

"Gue nggak.." belum selesai Arga berbicara, terdengar suara ketukan dari pintu depan. Keduanya menoleh secara bersama kearah pintu lalu saling bertatap. Tidak biasanya ada tamu dipagi buta seperti ini.

"SIAPA?" Ucap Arga dengan suara keras. Dengan tidak sopannya laki-laki itu masih diam ditempat tanpa ada niat beranjak untuk membukakan pintu.

"Your best friend," Arga mendengus dengan bola mata yang mendelik. Ditengah momen yang akan menjadi spesial ini, harus ada pengacau. Cowok itu bahkan masih diam dan meneguk minumannya hingga menyisakan setengah.

"Nggak dibuka?" Tanya Anara.

"Ogah."

"Woah pantes nggak dibuka, suami istri lagi sarapan ternyata," suara Yanto tiba-tiba menggema setelah terdengar suara pintu terbuka. Arga dan Anara terkejut saat ketiga laki-laki itu kini sudah berjalan menuju arahnya.

"Semaleman pintu nggak dikunci?" Tanya Arga pada Anara. Perempuan itu lantas teringat saat malam ia lupa mengunci pintu karena terlalu asik maraton drakor dengan Sasa.

My Brother Is Mine! [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang