Bagian 72

385 27 14
                                    

Apa yang diucapkan Sasa tadi, benar benar tak bisa Anara lupakan. Ucapan itu terus terbayang jelas dalam kepalanya. Membuat Anara muak karena ia tak mampu menyingkirkan itu semua.

Dikelas, yang tersisa hanyalah Anara. Kali ini benar benar kosong. Ia tidak ditemani oleh teman teman kelas yang selalu asik merumpi, juga tidak ditemani Sasa, gadis itu sedang bersama Gio.

Buku yang ia pakai untuk menulis tadi, sekarang digunakan menjadi alas untuk melipat kedua lengannya diatas meja. Ia menelungkupkan kepalanya dan mendarat diatas kedua lengannya.

Mata perempuan itu menatap lurus pada ponsel miliknya yang berada tepat didepan wajahnya. Pikirannya sangat kacau sekarang. Nyatanya, yang gadis itu temukan bukanlah sebuah jalan keluar.

Tiba tiba, suara pintu kelas yang terbuka mengalihkan perhatian Anara. Mata perempuan itu langsung tertuju kearah pintu.

Seorang laki laki dengan perawakan tinggi, berjalan mendekati gadis yang masih dengan posisi awalnya. Senyuman ia tunjukan pada perempuan itu meskipun terlihat tidak ada balasan.

“Hai,” Suara bariton yang menyapa telinga Anara membuat gadis itu sedikit tersentak. Ia lalu mengubah posisinya, duduk ditegap disamping lelaki yang baru saja tiba.

“Sasa kemana? Tumben sendirian?” Setelah tak mendapat jawaban dari sapaan nya, Arsen kembali membuka suara.

Anara sedikit merasa canggung berada didekat cowok itu. Ia berdehem kecil guna menetralkan degupan jantungnya.

“Sama Gio tadi,”

Arsen mengangguk singkat. Ia sebenarnya berharap Anara bertanya mengapa dirinya kemari. Tapi mungkin gadis itu tak akan mengajukan pertanyaan.

“Cokelat,” Anara menyernyit heran kala Arsen menyodorkan sebuah cokelat batang kehadapan nya. “Buat lo.” Ucapnya.

“Makasih,”

Keduanya kembali terdiam. Tak ada sepatah katapun yang Arsen ajukan pada gadis itu. Juga, Anara tidak membuka suara. Padahal Arsen sangat ingin bertukar cerita dengan cewek itu.

Tiba tiba saja, sesuatu terlintas dalam pikiran Arsen. Ia sedikit terkejut ketika hal itu kembali muncul dalam benak nya. Haruskah Arsen bertanya tentang ini pada Anara? Tapi bagaimana jika Anara menjauhinya setelah Arsen bertanya. Apakah Arsen tidak melewati batas untuk mempertanyakan hal yang mungkin tak seharusnya ia tanyakan.

“Gue, boleh tanya sesuatu?” Meminta izin bukan hal yang buruk, bukan? Arsen sangat dibuat penasaran dengan hasil pikirannya belakangan ini. Ia cukup banyak mendapat teori teori yang ia buat sendiri setelah berpikir cukup lama tentang Anara dan pacarnya itu.

“Tanya aja.” Jawab Anara acuh. Gadis itu tidak terlalu memperdulikannya ternyata. Atau mungkin, Anara belum tau apa yang akan ditanyakan Arsen, sehingga dirinya tida terlalu tertarik dalam topik pembicaraan yang entah kemana arahnya.

“Pacar lo——” Arsen menggantungkan ucapannya. Ia bingung harus menyampaikan seperti apa agar Anara mengerti bahwa dirinya hanya ingin tau tanpa akan ikut campur dalam urusannya.

“Gak jadi deh,”

“Apa?” Namun, sepertinya pertanyaan Arsen kali ini membuat Anara tertarik. “Kenapa pacar gue?” Tanyanya.

“Gak papa, lain kali aja.” Mungkin, Arsen tak harus menuduh Anara hanya karena ia memiliki pikiran macam macam tentang pacar gadis itu. Arsen masih harus mencari tau agar dugaan nya memang benar adanya.

“Gak jelas!”

Arsen terkekeh melihat wajah Anara yang sudah masam. Cowok itu lalu menggeserkan bangku yang ia duduki agar lebih dekat dengan Anara. Bersamaan dengan itu, Anara menatap wajah Arsen. Ia kemudian memalingkan wajah karena merasa jarak dirinya dengan Arsen cukup dekat.

My Brother Is Mine! [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang