Bagian 41

477 51 26
                                    

[Ramein ya. Sedih banget tiap buka Wattpad selalu sepi notifikasi nya]
××

“Jika digaris hidupku tak ditakdirkan menyatu dengan mu, tak apa. Setidaknya aku bersyukur pernah menjadi bagian jiwamu..”

••

Rintik hujan perlahan turun. Membasahi bumi yang tampak kering juga menemani perjalanan kedua manusia yang berada diatas motor itu. Semakin lama, rintikan hujan semakin tebal. Diiringi suara guntur yang menggelegar. Petir mengkilap diatas sana. Membuat perempuan yang berada dibelakang remaja muda itu meringis ketakutan.

"Kita berhenti aja dulu, gue takut kenapa-napa dijalan." Ujarnya dari balik helm. Pelukan yang ia ciptakan semakin erat dibuatnya. Lelaki dengan jaket denim itu mengangguk kecil. Tidak lama dari sana, terlihat sebuah halte kosong. Tidak ada seorangpun yang berteduh disana.

Ketua geng yang selalu berhasil menaklukan musuhnya itu menyimpangkan motornya didepan halte yang tidak terlalu besar. Dengan gerak cepat, keduanya turun dari motor. Tidak lupa membuka helm terlebih dulu.

"Duduk, Ra." Anara menoleh sekilas. Kemudian ia terduduk dikursi yang berada disana. Kedua lengannya memeluk tubuhnya sendiri. Berusaha melindungi dari dinginnya cuaca. Semilir angin yang tercampur air hujan itu begitu terasa menusuk ditubuh Anara yang hanya dilapisi jumpsuit pendek. Dia sedikit menggigil karena tidak tahan menahan dingin.

Arga yang sedang bersandar ditiang penyangga itu menyadari bahwa pacarnya sedang tidak baik-baik saja. Dia dengan segera melepas jaket denimnya. Setelah itu, lelaki dengan rambut yang sedikit acak-acakan itu mendekat pada Anara. Dia memasangkan jaketnya untuk menutupi tubuh Anara.

Anara terkejut bukan main dengan perlakuan Arga. Cowok itu seperti sedang menggodanya dengan sikap manisnya agar Anara memaafkannya. Namun, kalian salah jika menebak Anara akan luluh. Perempuan itu masih dengan pertahanan nya. Ia masih ingin melihat seberapa jauh perjuangan Arga untuk mendapatkan maaf darinya.

Anara mendongak. Ia menatap wajah Arga dengan mata memincing. Rintikan air hujan kecil berhasil menggapai wajahnya. Tidak berselang lama, Anara menetralkan degupan jantungnya yang menggila. Ia sebisa mungkin berusaha agar tidak kembali terbuai dengan siluman kadal ini. Sudah terlalu banyak kesalahan Arga. Cowok itu begitu gampang meminta maaf, tidak lama, mengulanginya lagi. Seperti itulah. Berjanji, kemudian mengingkari.

"Lo nggak dingin?" Tanya Anara. Arga saat ini hanya memakai kaus hitam saja.

"Nggak." Arga menjawab seraya duduk. Mata cowok itu menatap lurus jalanan. Memperhatikan rintikan hujan yang jatuh begitu deras.

"Kalau lo lagi punya masalah, lo harus ingat sama hujan." Ucap Arga tiba-tiba. Anara menoleh pada cowok yang sedang menerawang itu. Matanya begitu menatap langit dengan penuh kekaguman. "Karena, hujan tetap kembali meskipun sudah jatuh berkali-kali. Seolah nggak peduli dengan sakit yang udah dirasain." Ucapnya puitis.

Entahlah, kata-kata itu keluar begitu saja tanpa diminta. Arga menoleh sekilas pada Anara yang sedang terdiam sambil memperhatikan nya.

"Sok puitis. Copas dari google aja belagu!" Ucap Anara sarkastis. Arga langsung cengo dibuat. Cowok itu sudah susah payah merancang kata-kata agar terlihat romantis. Di film-film, atau novel, hujan selalu menjadi saat-saat kedua pasangan saling mengungkapkan cinta.

"Yee. Mana ada copas!" Ucap Arga mengelak. Anara hanya mendelik untuk membalasnya. Dia menyandarkan punggungnya pada kursi besi berwarna biru yang sudah usang juga karatan itu.

"Kadang gue suka mikir. Kenapa ya gue bisa jatuh cinta sama orang yang nggak mungkin gue miliki seutuhnya?" Ucap Anara. Tatapannya lurus kedepan. Ucapan itu membuat Arga menoleh.

My Brother Is Mine! [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang