“Kamu adalah ketidakmungkinan yang selalu aku harapkan..”
••
Sudah lima hari setelah kepulangan orang tuanya, Anara merasa banyak yang berubah dari Arga. Laki laki itu tidak pernah bertegur sapa, bukan hanya pada dirinya, juga pada orang tuanya.
Arga selalu pulang lebih larut, dan pergi lebih pagi.
Cowok itu juga selalu mengacuhkan Anara, seperti menghindar saat tak sengaja berpapasan dengannya. Arga juga tak pernah turun ikut sarapan atau makan malam bersama. Arga selalu menyuruh pembantu rumah tangga mereka untuk membawa makanan kekamarnya.
Dan Anara tidak mengerti perubahan itu karena apa.Anara mengambil ponsel yang terletak dinakasnya, ia berbaring diranjang yang sedikit besar itu. Matanya menatap sayu kelayar ponsel. Berharap ada satu pesan yang Arga kirim untuknya. Namun, pesan yang terakhir Anara kirimkan saja belum terbaca. Disana, hanya ada Arsen yang mengirim beberapa pesan. Anara tak berniat membalasnya, bukan itu yang ia tunggu.
Anara menaruh ponselnya disembarang arah. Matanya menatap lurus ke langit langit kamar. Berwarna putih bersih. Kemudian, matanya beralih menatap foto dirinya dan Arga yang tengah saling berpelukan. Saling melempar senyum hangat.
Senyuman itu, senyuman tulus yang selalu Anara terima setiap hari. Yang selalu ia lihat bahkan tanpa diminta, kini sudah hilang setelah perasaan ikut campur tangan.
Jika dipikir lebih jauh, Anara menyesal mengambil keputusan ini. Memacari seseorang yang tidak mungkin untuk menjadi miliknya.
Menyesalpun tak ada gunanya. Semua sudah terjadi. Dirinya kini hanya harus mengikuti apa yang sudah takdir rencanakan, dan menerimanya dengan lapang dada.
Ternyata, menjadi adik perempuannya, tak cukup untuk mengenal Arga lebih dalam. Anara pikir, hanya dirinya yang tau bagaimana Arga. Ternyata salah. Anara bahan tidak tau menau tentang laki laki itu.
Untuk menghilangkan kejenuhannya, perempuan itu memilih keluar kamar, mengamati langit tanpa bintang di balkon.
Matanya menatap lurus langit, kosong dan gelap seperti hatinya. Ia tak menemukan satu bintang pun yang menggantung menghiasi.
Menghela nafas panjang, Anara memilih duduk di kursi kayu kecil. Ia membuka ponselnya, mengecek pesan masuk yang baru saja ia terima.
Perempuan itu mengetik beberapa kata untuk membalas pesan Arsen. Tidak butuh waktu lama, pesan baru dari Arsen, Anara terima. Perempuan itu tersenyum membacanya.
Meskipun ia bisa bersikap biasa saja, seolah olah tidak peduli, tapi Anara tak bisa bohong bahwa ia terbawa perasaan dengan pesan Arsen itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Brother Is Mine! [HIATUS]
Macera[HARAP FOLLOW TERLEBIH DAHULU] Kita tidak bisa memilih kepada siapa hati kita akan berlabuh. Seperti Anara yang ditakdirkan untuk melabuhkan cintanya pada lelaki yang berstatus menjadi kakaknya itu. Anara sebetulnya tidak pernah menyangka dirinya me...