Balkon kamar yang semula sejuk itu tercemari saat seorang laki laki menghisap benda panjang bernikotin yang diapit disela sela jarinya. Sesekali ia menghembuskan asapnya keudara. Membuat kepulan berbau tak sedap yang langsung tertiup angin malam.
Dengan pikiran kacau, laki laki itu menatap lurus langit malam tanpa bintang. Gelap, seperti kehidupannya yang kini telah hilang arah.
Suara notifikasi pesan dari ponselnya mengalihkan pandangannya. Terdapat satu pesan yang berhasil membuat nyali cowok itu menciut.
Membaca pesan itu, Arga berdecak kesal. Ia menyugar rambutnya, merasa frustasi. Cowok itu mendengus kasar. Ia bingung apa yang harus dilakukannya.
Arga tidak tahu harus mengetik apa untuk membalas pesan dari orang itu. Ia hanya membacanya, dan menyimpan ponselnya ketempat semula.
Saat matanya menatap gelang hitam sederhana dengan gantungan nama Arga yang tadi Rahel berikan, pikiran cowok itu kembali berputar, mengingat ucapan Rahel yang menyentuh hatinya.
"Kalau nanti gue gak bisa temenin lo sukses, lo harus janji sama gue, lo harus jadi orang sukses dan bikin orang tua lo bangga dengan kebahagiaan lo. Dan semoga, lo menemukan perempuan yang jauh lebih baik dari gue." Ucap Rahel hari itu.
Senyuman Rahel saat memasangkan gelang yang diberikannya seakan menunjukan ketulusan. Arga tak tahu harus bersyukur dengan cara apa untuk berterimakasih karena Tuhan mengirimkan perempuan seperti Rahel.
Andai saja, hari itu tidak pernah terjadi, hari dimana Rahel harus kehilangan semuanya, mungkin hidup Rahel tidak seperti sekarang. Hancur tak berarah. Semuanya salah Arga, kehancuran hidup Rahel bermula dari Arga.
Andai saja hari itu Arga tak memaksa ayahnya untuk menjemputnya, mungkin Rahel tak pernah kehilangan masa depannya. Mungkin saat ini, Rahel senang dengan apa yang membuat ia senang. Bukan berbaring dirumah sakit dan merasakan pahitnya obat setiap hari. Mungkin, jika hari itu tidak pernah ada, Rahel akan menggapai semua mimpinya.
Namun kini hanya bisa berandai. Semua sudah terjadi, tidak bisa diputar untuk diperbaiki. Meski begitu, Arga bersyukur karena mungkin jika hari itu tidak ada, ia tak akan bertemu Rahel, perempuan yang selalu mengerti perasaannya.
Sekarang, Arga hanya bisa bertanggung jawab, menemani perempuan itu berjuang melawan sesuatu yang semakin menyerang hidupnya. Memberikan kebahagiaan yang seharusnya bisa Rahel capai sendiri.
Dan Arga berjanji, akan selalu melakukan itu.
••
Suasana Minggu pagi ini, tidak seperti biasanya. Seharusnya laki laki yang baru saja terbangun dari tidurnya itu akan senang menyambut hari libur. Karena, ia bisa bersenang senang bersama teman temannya, mengobrol atau bercanda, mengajak Anara jalan jalan atau berbaring seharian.
Tapi kini, laki laki itu tidak merasakan keindahan yang sebelumnya selalu ia rasakan. Baru saja ia terbangun dari tidurnya, perasaan gelisah langsung merasukinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Brother Is Mine! [HIATUS]
Adventure[HARAP FOLLOW TERLEBIH DAHULU] Kita tidak bisa memilih kepada siapa hati kita akan berlabuh. Seperti Anara yang ditakdirkan untuk melabuhkan cintanya pada lelaki yang berstatus menjadi kakaknya itu. Anara sebetulnya tidak pernah menyangka dirinya me...