Hai, capek ya nunggu update an? Wkwkwk.
Happy reading!! ^.^
***
Memang, ya.
Yang namanya Radellya Viandarru tidak pernah luput dari kecerobohan. Yang tadinya meninggalkan ponsel agar tidak ada yang menghubungi dan melacaknya, malah dompetnya ikut tertinggal. Pupus harapan Adel untuk kabur ke luar kota dan menghilang. Mungkin jika Adel tetap nekat ke luar kota, bukannya bebas malah berprofesi jadi gembel dia.
Adel menghela napas sekali lagi, melirik cowok di sampingnya yang nampak diam mengemudikan mobil. Aksa terlihat bukan Aksa seperti yang Adel kenal, Aksa yang sekarang terlihat dingin seakan sulit dijangkau. Adel jadi takut untuk memulai pembicaraan, takut nantinya salah berucap dan membuat cowok itu semakin mendinginkannya.
Entah kemana Aksa akan membawanya, namun Adel sedikit lega karena jalan yang Aksa lalui bukan jalan menuju rumah Satya atau pun rumah Papanya. Adel masih belum mau bertemu mereka. Adel tidak ingin disudutkan terus-menerus, Adel tidak akan siap jika nantinya diseret ke rumah sakit jiwa karena penyakitnya.
Tanpa sadar Adel menekan kuat jari telunjuk dengan kuku jempolnya yang sedikit panjang, demi melampiaskan rasa perih di hatinya yang kembali muncul.
"Lo tau kalo gue lagi kabur?" cicit Adel seraya menunduk, memandang telunjuknya yang mulai berdarah karena perbuatannya.
"Hm."
Sekarang bibir bawah Adel menjadi korban pelampiasan sesak di dadanya. Adel belajar dari pengalaman, jika sudah ngomong singkat begini jangan coba bercanda pada Aksa.
"Tau darimana?"
"Lo gak perlu tau."
Serius, bulu kuduk Adel meremang mendengar itu. Ucapan Aksa kelewat dingin, Adel sampai menahan napas saking takutnya dengan seseorang di sampingnya ini.
"T-trus ini.. mau kemana?"
"Apart."
"Apart siapa?"
"Gue."
Adel mengangguk perlahan. Meskipun kepalanya dipenuhi pertanyaan, Adel akan berusaha keras menahan diri untuk tidak bertanya lagi.
Suasana mobil kembali hening dan canggung. Aksa tetap fokus mengemudi, sementara Adel bersandar seraya menatap luar jendela dimana jalanan mulai lenggang, berusaha menahan diri untuk tidak berbicara.
Oh, ada sesuatu yang ingin gadis itu pastikan.
Adel melirik Aksa dari samping, terlihat jelas hidung Aksa yang mancung ditambah bulu mata yang sedikit lentik, namun indah.
"Sa."
Aksa diam saja tak merespon.
Adel menarik napas panjang, berusaha meyakinkan dirinya bahwa lawan bicaranya ini hanyalah Aksa, cowok yang katanya kalem tapi nyatanya nyebelin.
"Boleh minta tolong?"
"Hm." Aksa menarik rem karena lampu lalu lintas berganti merah.
Adel memandang jari yang ia mainkan. Ia tahu menunduk tanpa menatap lawan bicara itu tidak sopan. Tapi mau bagaimana lagi, nyali Adel bisa ciut jika bertatapan dengan Aksa, lagi pun mana mungkin Aksa balas menatapnya, kan cowok itu sedang mengemudi.
"Jangan kasih tau siapapun kalau gue lagi sama lo, ya. Gue.. butuh waktu buat sendiri."
Cukup lama ucapan Adel tak mendapat respon, hingga mobil Aksa kembali berjalan dan berhenti di basement gedung apartemen. Tanpa sadar Adel menahan napas ketika Aksa menoleh ke arahnya, mata pemuda itu seakan menusuk tepat tanpa ekspresi.
KAMU SEDANG MEMBACA
AURIGA
Teen FictionMungkin Adel termasuk gadis beruntung di dunia ini, memiliki keempat sepupu yang begitu menyayanginya. Satu sekolah menyebut mereka, Auriga. Setiap keinginan selalu Adel dapatkan dengan mudahnya, namun ada satu yang sulit Adel wujudkan, kasih sayan...