Peluit tanda berakhirnya pertandingan terdengar melengking. Ken berhigh five dengan timnya, begitu pula dengan lawannya. Kemudian berlari ke pinggir lapangan mengambil air mineral dan meneguknya. Pelatih menyuruh mereka berkumpul untuk melakukan breafing sebelum pulang.
Selesai breafing, Ken segera mengambil tas hitamnya dan berganti pakaian. Ingin cepat-cepat menemui Shelia dan memeluknya erat karena dia berhasil memenangkan pertandingan.
Ken keluar ruang ganti, yang tadinya memakai jersey kebanggaan sudah berganti menjadi kaos putih dan jaket hitam. Ia mendekati Shelia yang duduk menunggunya di tribun. Lapangan indoor ini sudah lumayan sepi, tidak seperti tadi yang penuh penonton.
"Capek?" Shelia mendongak dan memberikan senyum terbaiknya.
Ken mengangguk dan ikut tersenyum. "Tapi capeknya udah ilang pas liat kamu." cowok tampan itu duduk di sebelah kanan Shelia dengan posisi tubuh menghadap gadisnya.
"Cih, gembel."
Ken terkekeh sejenak sembari mengacak puncak kepala Shelia. "Peluk boleh?"
"Gak, kamu bau."
"Kan udah ganti baju."
"Tetep aja keringatnya masih nempel di tubuh kamu." sebenarnya bukan karena itu, dari sini saja wangi parfum Ken sudah tercium. Shelia hanya malu dengan teman satu tim Ken yang masih berada di lapangan.
"Jadi gak boleh?" ucap Ken pelan sembari memajukan kepala, menatap mata Shelia lekat-lekat. Kalau sudah begini Shelia mana mungkin bisa menolaknya.
"Iya-iya boleh."
Ken sumringah dan langsung memeluk Shelia erat. Menyandarkan kepalanya di ceruk leher Shelia yang nyaman. Namun belum sampai 30 detik, Shelia tiba-tiba melepaskan pelukannya, membuat Ken merengut karena belum puas.
"Aku lupa!" pekik gadis cantik itu.
Shelia merogoh sakunya dan memberikan ponsel Ken pada si empunya. "Tadi kak Lya telpon. Karena kamu masih tanding jadi dia minta kamu telpon dia setelah pertandingan."
Ken menaikkan sebelah alisnya, menerima ponsel dan menelpon Lya. Tangan kirinya yang bebas menggenggam tangan Shelia dan mengusap punggung tangan kekasihnya itu. Membuat Shelia diam-diam tersipu.
"Kenapa, teh?" ujar Ken begitu telponnya diangkat.
"Lo kemana aja sih?!" sontak Ken menjauhkan ponsel dari telinga begitu mendengar teriakan Lya yang melengking.
"Tanding, kan lo tau sendiri."
"Iya tapi lama banget!"
"Ck, kenapa sih?"
"Adel pergi sendiri ke Banten tau! Gue sama mama terlambat nyusulin dia. Sekarang Papa sama Mama otw ke Banten."
Ken terkejut, Shelia yang memperhatikan jadi mengernyit penasaran dengan apa yang terjadi.
"Gimana bisa dia pergi sendiri?!"
"Panjang ceritanya. Udah sekarang lo buruan susulin Nevan di kafe deket sekolah. Satya juga udah perjalanan ke Banten barusan."
"Oke-oke. Gue anter Shelia dulu baru jemput Nevan. Lo lagi dimana?"
"Gue dirumah. Sama Mama gak boleh ikut ke Banten." Ken dapat menangkap nada sedih di suara kakaknya itu.
"Iyalah kan lo masih sakit. Dah gue tutup dulu."
"Hm, gercep."
"Iya, bawel."
Sambungan pun terputus. Ken memasukkan ponselnya ke dalam saku dan beranjak.
"Langsung pulang ya, gak papa kan?"

KAMU SEDANG MEMBACA
AURIGA
JugendliteraturMungkin Adel termasuk gadis beruntung di dunia ini, memiliki keempat sepupu yang begitu menyayanginya. Satu sekolah menyebut mereka, Auriga. Setiap keinginan selalu Adel dapatkan dengan mudahnya, namun ada satu yang sulit Adel wujudkan, kasih sayan...