Adel pun membuka matanya dan mengubah duduknya. Menatap satu persatu teman-temannya yang memperhatikannya, kecuali dengan Aksa. Pemuda itu terlalu khusyuk mencoba beberapa chord, ia sedikit lupa karena sudah lama tidak bermain gitar.
"Gak usah diliatin gitu. Gue gak tidur cuma merem doang, elah." dumel Adel.
"Iya-iya, canda. Langsung aja deh, kita mau pake lagu apa pas tampil nanti? Ada yang punya usulan?" tanya Regan pada kelima remaja di ruangan ini.
"Lagunya kotak gimana? Yang masih cinta?" usul Dita.
"Setuju gue! Bagus tuh." Vira dengan semangat mendukung usulan Dita.
"Oke sih. Kalian gimana? Bisa?" tanya Regan pada Aksa dan Nico.
"Sabi lah." jawab Nico santai.
"Gue pernah mainin kok. Aman." jawab Aksa kalem.
Pandangan mereka lagi-lagi mengarah pada Adel, membuat gadis itu mau tak mau menyetujui. Daripada makin lama memilih lagu kan, mereka jadi pulang semakin malam.
Kelima remaja itu bersiap di tempat masing-masing. Vira berada di sudut ruangan merekam. Dita mulai menekan tuts keyboard menghasilkan intro lagu, disusul petikan gitar yang Aksa mainkan, kemudian Regan masuk dengan pukulan drumnya.
Petikan bass dari Nico masuk ketika Adel mulai bernyanyi.
Tik.. tik.. tik..
Waktu berdetik
Tak mungkin bisa ku hentikan
Maumu jadi mauku
Pahitpun itu ku tersenyumKamu tak tahu rasanya hatiku
Saat berhadapan kamuAdel menarik napas dalam-dalam. Berusaha menguatkan dirinya untuk tidak terbawa suasana. Adel merasa lagu ini mewakili perasaannya saat ini. Membuat Adel ingin menangis merasakan hatinya seperti tercabik-cabik setiap kali mengingat kejadian malam itu, saat Adel melihat papa dan seorang wanita di atas panggung, memamerkan kemesraan di depan rekan-rekannya.
Tik.. tik.. tik..
Air mataku
Biar terjatuh dalam hati
Mau ku tak penting lagi
Biar ku buat bahagiamuKamu tak tahu rasanya hatiku
Saat berhadapan kamu
Kamu tak bisa bayangkan rasanya
Jadi diriku yang masih cintaDengan cepat Adel mengusap setetes air mata yang mengalir di pipinya sebelum ada yang melihat. Namun sayang usahanya terlambat, Aksa lebih dulu melihat itu sebab sedari tadi pandangannya tak lepas dari Adel. Hati pemuda itu ikut teriris merasakan apa yang Adel rasakan sekarang.
Karena Aksa pun, sedang berada di posisi yang sama.
***
Latihan mereka berakhir pukul 7 malam. Cukup memuaskan, sebab mereka memang sudah menguasai alat musik masing-masing, juga Adel yang dapat mengesuaikan iringan dengan suara khasnya yang lembut dan penuh penghayatan.
Adel turun dari boncengan begitu motor Aksa berhenti di depan rumah. Ya, Aksa mengantarnya pulang.
"Thanks, ya." Adel berdiri di sebelah motor Aksa lengkap dengan senyum tipisnya. Senyuman itu dengan mudahnya tertular ke Aksa.
"Sama-sama. Gue duluan, ya. Bye."
Mendapat anggukan dari Adel, Aksa yang akan menutup kaca helmnya mengurungkan niat karena teringat sesuatu. Ia memusatkan perhatian pada Adel. Membuat gadis itu sedikit memiringkan kepalanya bingung.
"Lo cuma perlu belajar untuk menerima semuanya. Jangan lupa senyum, karena semua akan indah jika dibarengi dengan senyuman."
Setelah melemparkan senyum kecil, Aksa menutup kaca helm full facenya, memutar balik motornya dan melaju pergi. Meninggalkan Adel yang terhenyak mendengar dua kalimat itu. Sejurus kemudian senyumnya kembali terbit, memperhatikan motor Aksa yang menjauh dan terlihat semakin kecil di ujung jalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
AURIGA
Teen FictionMungkin Adel termasuk gadis beruntung di dunia ini, memiliki keempat sepupu yang begitu menyayanginya. Satu sekolah menyebut mereka, Auriga. Setiap keinginan selalu Adel dapatkan dengan mudahnya, namun ada satu yang sulit Adel wujudkan, kasih sayan...