38. Jaket biru dongker

5.5K 448 100
                                    

Seneng banget part 37 bisa 200 komen lebih hihi.

Happy reading!

***

Adel memberitahu tentang pesan Papa pada keempat sepupunya dan Riana keesokan harinya. Membuat semua kaget, sebab baru kali ini Papa Adel menyuruhnya ke Banten, sekaligus merasa tidak enak hati karena tidak bisa menemani. Satya ada sebuah janji penting dengan pembina PD untuk membicarakan kelanjutan penyerahan jabatan, Nevan pula ada janji dengan pihak sponsor yang akan mendukung acara ulang tahun sekolah. Ken ada tanding basket yang mengharuskannya ikut karena Ken merupakan kapten. Lya masih sakit dan tidak memungkinkan untuknya pergi. Riana sebenarnya yang akan menemani Adel, namun  Lya bersikap tidak seperti biasanya dengan memaksa Riana untuk tetap disini menemaninya.

"Sebentar aja. Malam mama pulang. Mama takut terjadi apa-apa, kamu tau sendiri Ru itu ceroboh." bujuk Riana sekali lagi. Namun tetap pada pendiriannya, Lya menggeleng tak menyetujui.

"Ru perlu mandiri mah. Biar lebih dewasa."

"Mama takut papanya nyakitin dia lagi, sayang."

Lya melengos. "Ma, mau bagaimana pun om Andra tetep papanya, biarin Ru bersama papanya."

"Tapi mama takut dia kenapa-napa."

"Dan mama gak takut Lya kenapa-napa kalau mama tinggal?" Lya mendongak menatap mamanya nanar. Tubuhnya yang tidak fit dan kesedihannya karena kegagalan kemarin membuatnya semakin sensitif dan ingin diprioritaskan.

"Lya, ada mbak Rani yang menemani kamu disini nanti." bujuk Riana menyebutkan pembantu rumah tangga yang bekerja dirumahnya.

Lya menunduk menarik-narik ujung bantalnya demi menyalurkan emosinya. "Tapi Lya butuh mama. Kenapa gak mbak Rani aja yang nemenin Ru?"

"Lya, mama hanya sebentar. Mama hanya--"

"YANG SEBENARNYA ANAK MAMA ITU ADEL ATAU LYA SIH?! KENAPA SELALU DIA YANG DIUTAMAKAN?!?" teriak Lya tak tahan untuk menyuarakan kekesalannya. Lya hanya ingin diperhatikan hari ini, kenapa mamanya sulit sekali mengerti?

"Lya! Jangan lagi kamu bilang gitu! Kalau adel dengar, dia akan sedih. Kamu jangan lupa kalau hanya mama sekarang yang mampu memberikan dia perhatian layaknya orangtua."

Lya langsung terdiam mendapat peringatan dari mamanya, menyesali ucapannya yang meluncur tanpa disaring. Ia merutuki dirinya yang begitu egois, moodnya yang turun membuat pemikirannya kacau.

Lya menunduk dengan rasa bersalah teramat dalam. "Maaf Lya egois, mama boleh temenin Ru."

Riana tersenyum seraya menghembuskan napas lega. Akhirnya putrinya bisa mengerti.



Seperti kemarin, Adel yang mengintip di balik pintu mendengar perbincangan itu. Setelah teriakan Lya yang begitu kencang dan nada tegas yang Riana lontarkan, Adel langsung kembali ke kamarnya karena tak kuat menahan perih yang begitu menyakitkan di dadanya. Adel tidak ingin mendengarnya lebih jauh sebab hal itu hanya akan membuatnya semakin terluka.

Adel berniat memberikan novel yang dibelinya tadi untuk menyemangati Lya, agar sepupunya itu tidak bosan di novel. Namun Adel mengurungkan begitu mendengar semua itu. Ia hanya meletakkan paper bag itu di dekat pintu, lalu segera pergi.

Dengan terburu-buru Adel mengambil tasnya yang berisi perlengkapan untuknya pergi ke Banten, untungnya Adel sudah menyiapkannya tadi sehingga dia tidak membuang waktunya untuk tetap disini, lalu keluar rumah untuk pergi ke stasiun. Adel sudah memesan tiket, dan ia akan berangkat 1 jam lagi. Adel memang memutuskan untuk pergi sendiri, ia tidak mengharapkan Riana untuk menemaninya, karena Adel paham kalau Lya sedang membutuhkan mamanya. Namun ucapan Lya tadi membuatnya sedih dan kecewa, menyadarkan Adel kalau ia memang hanya bisa menyusahkan.

AURIGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang