Ken berjalan santai melewati koridor dengan tas hitam yang tersampir di bahu kirinya. Rambutnya acak-acakan, tapi seragam tetap rapi. Karena sebrandal apapun Ken, dia tetap mematuhi peraturan sekolah.
Tidak bisa diragukan, Ken sungguh terlihat keren hari ini.
Dari masuk kawasan sekolah, dia sudah menjadi pusat perhatian. Mereka, fans-fans Ken, tentu iri melihat kedekatan idolanya dengan kedua saudara perempuan pemuda itu. Apalagi Adel, dia lebih dibenci mereka, cewek-cewek yang tidak suka Ken dekat dengan cewek lain kecuali dirinya, sekalipun itu saudara Ken.
Haha. Kadang cewek semacam itu butuh cermin besar untuk berkaca siapa sebenarnya mereka.
Ken jelas merasa risih dengan sikap mereka yang sangat posesif. Dia bahkan pernah meledak marah karena salah satu sahabat kecilnya dibully sebab selalu saja bersama Ken.
Ah, Ken lelah menjadi tampan.
Tanpa menghiraukan sapaan serta tatapan menggelikan mereka, Ken mempercepat langkah ke kelasnya.
Di ambang pintu, Ken terpaksa berhenti karena ada seorang cewek menghalangi jalan. Dia bersandar di tepi pintu kelas sambil melipat tangannya depan dada dan salah satu kaki tertekuk, lengkap dengan wajah sengaknya.
Setelah dihadapkan kumpulan cewek centil, sekarang Ken diharuskan bertemu 'dewi' centil se-SMA Wanabakti.
Ken mengernyit menatap cewek itu heran. "Ngapa sih, be? Lo kangen gue?"
Cewek dengan paras cantik itu mendengus, ia mengibaskan rambutnya angkuh. "Gak 'lah. Gue cuma mau nanya, sih. Lo udah dapet berapa selama liburan?"
Ken menghela napas mengerti maksud gadis ini. "Gak ada. Lagi males gue," ucapnya datar.
"Idih, sok males lo. Paling juga gak ada yang mau lagi. Cih,"
"Emang lo dapet berapa?"
"Sepuluh dong. Temen-temen gue di kampung pada dateng nembakin gue." cewek itu mengangkat dagunya sombong.
Ken lagi-lagi menghela napas sabar. Tidak paham juga kenapa tempat asalnya di Aussie disebut 'kampung'.
"Jadi lo nantangin?"
"Oh, jelas dong. Karena lo gak dapet sama sekali, lo wajib traktir gue." cewek itu mengeluarkan senyum mematikannya.
Mungkin kebanyakan cowok akan terpesona melihatnya, tapi tidak dengan Ken. Dia sudah kebal dengan senyuman maut Shelia, dia biasa saja ketika Shelia centil padanya, membuat kaum pemuja Shelia iri padanya.
"Ogah gue traktir lo. Yang ada uang jajan gue amblas satu bulan lo porotin." Ken mendorong Shelia pelan, membuat gadis itu menyingkir memberikan jalan.
"Ck, gak habis pikir gue kenapa cewek-cewek pada gatel sama lo, padahal juga gak pernah dibelanjain." Shelia berjalan mengikuti Ken, duduk di kursi sebelah Ken yang memang jadi tempat duduknya.
"Mereka bukan lo yang matre." balas Ken cuek.
"Oh maaf, gue gak matre. Mereka aja yang nawarin, ya sebagai cewek normal gue terima." Shelia mengedikkan bahunya angkuh.
"Cewek normal mah jaim dulu, nyet, gak langsung samber kek lo!" tak tahan, Ken menoyor kepala Shelia seperti saat dia menoyor Adel.
"Gue gak suka sok basi-basi ya, sorry!" Shelia menepis tangan Ken kasar.
Ken berdecak heran, menatap Sheila sambil menggeleng-geleng kepala. "Gue gak paham kenapa cowok-cowok bego itu mau aja sama cewek kasar kek lo."
"Seperti yang lo bilang. Mereka bego, ya dengan senang hati gue gak menyia-nyikan hal itu."
"Dih, sama begonya gak usah sok iye lo."
Shelia mengangkat telapak tangan di hadapan Ken dengan wajah angkuh. "Diem ya, Kennan. Gue tau lo kangen gue, gak usah muji-muji. Gue capek tau Ken jadi cantik."
"Bodo 'lah. Ngomong sana sama ferguso!" pemuda itu dengan menepis tangan Shelia.
"Lah, ngomong sama elo dong?" Shelia memiringkan kepalanya belagak polos.
Ken menghela napas seraya mengusap wajahnya gusar. "Salah apa gue punya temen badgirl kek lo."
Shelia menghembuskan napas pelan, tangannya terulur menepuk pundak Ken berlagak prihatin.
"Sebagai badgirl, gue berkewajiban berteman dengan lo yang badboy."
"Suka-suka lo, She. Serah." ucap Ken datar.
"Ah, masa tanggepan lo gitu doang." remeh Shelia.
Ken mendengus jengkel. "Kenapa bisa punya temen senyebelin lo. Adik gue udah nyebelin, lo malah ikut-ikutan."
Shelia mencebikkan bibirnya terdiam.
Yang dikatakan Ken memang benar, sifat Shelia hampir sama dengan Adel, sama-sama sengak, nyebelin, pecicilan. Hanya saja Adel tidak playgirl seperti Shelia, gadis manis itu masih polos, belum mengenal arti cinta sesungguhnya.
Shelia mengedik, ia mengubah posisi duduknya menghadap depan. Kepalanya menoleh menatap Ken yang juga memandanginya.
Ekspresinya mengernyit seakan tengah berpikir keras. "Mungkin, lo memang ditakdirkan jadi cowok sengsara. Poor, Ken!"
Rasanya, Ken ingin mengubur dirinya hidup-hidup sekarang juga.
***
Next?? Masih setia nunggu kan??
Jangan lupa voment guys.
KAMU SEDANG MEMBACA
AURIGA
Teen FictionMungkin Adel termasuk gadis beruntung di dunia ini, memiliki keempat sepupu yang begitu menyayanginya. Satu sekolah menyebut mereka, Auriga. Setiap keinginan selalu Adel dapatkan dengan mudahnya, namun ada satu yang sulit Adel wujudkan, kasih sayan...