Mobil merah milik Indra melaju membelah kota Serang menuju sebuah gedung tempat peresmian perusahaan adiknya. Indra mendapat informasi ini dari rekannya yang berteman dengan Andra di Banten. Dan betapa marahnya ia mengetahui Andra mengadakan peresmian perusahaan tanpa mengundang keluarganya di Jakarta. Dia anggap apa mereka selama ini? Andra berubah menjadi sosok yang tidak dikenal semenjak istrinya meninggal.
"Pa, jangan emosi." Riana terus menenangkan suaminya yang sedari tadi diam sejak mendapat kabar dari rekannya. Riana tahu suaminya itu tengah marah, dan akan sangat berbahaya jika mengemudi dalam keadaan seperti ini.
Indra yang tahu kegelisahan istrinya pun meraih tangan kanan Riana yang mengusap bahunya, berganti menggenggamnya erat. Indra mulai tenang setelahnya.
Di belakang mobil yang Indra kemudikan, ada mobil hitam Satya yang mengikuti. Pemuda di dalamnya mencoba fokus mengemudi meskipun pikirannya berkeliaran, ia terlalu sibuk memikirkan keadaan Adel sekarang. Satya tidak tahu apa yang sedang Adel alami saat ini, yang ia harapkan semoga Adel baik-baik saja. Satya akan kembali gagal menjaga Adel jika hal buruk terjadi.
Kedua mobil itu memasuki halaman gedung tinggi menjulang. Mereka memarkirkan mobil dan keluar dengan langkah terburu-buru.
Begitu di depan pintu kaca besar mereka dihadang 2 orang berbaju hitam. Indra langsung menunjukkan kartu namanya, seketika itu pula mereka mendapat izin masuk.
Ketiga orang itu mengedarkan pandangan mencari keberadaan Adel juga Andra. Namun hanya menemukan Andra saja, pria itu tengah bersenda gurau dengan seorang wanita di meja bundar dekat panggung.
Jika ini bukan acara resmi yang dihadari banyak tamu penting, Indra tidak segan memberi pukulan tanpa ampun untuk adik tidak tahu diri itu.
Dengan langkah cepat Indra menghampirinya. Riana langsung meraih dan menggandeng tangan suaminya, takut suaminya itu hilang kendali.
"Dimana Ru?" tanya Indra langsung begitu berhenti di hadapan Andra.
Andra menoleh dan tersenyum sumringah. "Ah kak! Akhirnya kakak datang!"
"Maksudmu?" Indra mengernyit. Apa Andra memang menunggu kedatangannya?
"Aku sudah mengirimkan undangan untuk kalian. Dimana yang lain?" tanya Andra ramah.
"Kami tidak mendapat undangan sama sekali." balas Indra tegas.
"Kok bisa?"
Indra berdeham singkat. "Sekarang dimana Ndarru?"
"Anak itu? Tadi sepertinya dengan Gio, aku belum bertemu dengannya tadi." Emosi yang sedari tadi Indra tahan bersiap meledak mendengar nada santai dari Andra.
"Kamu menyuruh anakmu ke Banten dan kamu belum menemuinya sampai sekarang?!" sebisa mungkin Indra menahan untuk tidak menggunakan nada tinggi.
"Aku sibuk dengan acara, kak. Lagi pula sudah ada Gio yang menemaninya."
"Tapi dia anakmu! Yang harusnya kamu utamakan dibanding apapun."
"Maaf." Wajah sendu Andra kembali sumringah.
"Oh iya, kenalkan. Calon istriku."
Indra langsung memberi pukulan pada Andra membuat pria itu tersungkur. Sudah, Indra tak peduli jika menjadi pusat perhatian. Yang ada dipikiran Indra sekarang adalah memberi pelajaran pada adik gilanya ini.
"Bodoh! Ayah mendidik kamu dengan baik bukan untuk menjadi orang bodoh sepertimu!"
"Maksud kakak apa?!" Andra bangkit dibantu Arinda dan menatap Indra tak terima. Ia merasa dipermalukan dan seketika perhatian mengarah padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AURIGA
Fiksi RemajaMungkin Adel termasuk gadis beruntung di dunia ini, memiliki keempat sepupu yang begitu menyayanginya. Satu sekolah menyebut mereka, Auriga. Setiap keinginan selalu Adel dapatkan dengan mudahnya, namun ada satu yang sulit Adel wujudkan, kasih sayan...