1 minggu berlalu setelah acara perundingan di kamar Nevan. Meskipun keadaan kembali tenang, mereka harus tetap waspada dan menjaga diri agar tidak terjebak lagi dalam perangkap si peneror. Karena kapan saja ia bisa meluncurkan aksi mengejutkannya.
Berjalan berlima dari parkiran ke koridor membuat Auriga dengan mudahnya menjadi daya tarik. Ada sebagian dari siswa-siswi di parkiran masih saja menatap mereka rendah karena kejadian yang dialami Nevan, ada yang biasa saja, ada pula yang secara langsung menghentikan mereka hanya sekadar memberi semangat dan hadiah, yang dibalas ramah oleh mereka.
"Hari ini pengumuman olim kan, teh?" tanya Adel setelah segerombolan cewek --yang menghentikan mereka di koridor utama untuk memberi surat serta beberapa batang cokelat pada mereka sebagai ucapan semangat-- berlalu pergi ke kelas mereka.
"Iya. Ih, gak sabar banget!" pekik Lya heboh seraya menoleh ke belakang karena dia berjalan di baris depan bersama Ken sedangkan Adel dibaris kedua setelahnya.
"Kek yakin bakal lolos aja, teh." celetuk Ken jahil sembari menunduk sibuk membuka bungkus cokelat.
"Ish! Adek laknat!" tangan Lya terjulur untuk menjitak kepala Ken kesal membuat cowok tampan itu mengaduh.
"Becanda, teh!" Ken mengusap kepalanya yang menjadi korban jitakan Lya dengan muka dongkol.
"Gak lucu!" balas Lya menatap Ken tajam.
"Ck, iya iya."
Satya, Nevan, juga Adel diam saja tak berniat memisahkan kedua kakak beradik itu, sebab bertengkarnya mereka masih batas wajar. Lain jika Adel dan Ken yang bertengkar, jika tidak ada yang melerai bisa sampai luka-luka.
Kedua kakak beradik itu masih saling beradu mulut, membuat cewek-cewek di sepanjang koridor yang menyaksikan itu terpekik kesenangan karena pagi-pagi sudah mendapat sarapan cogan yang menggemaskan.
Nevan yang kalem memperhatikan di baris belakang beralih melirik Adel. Pantas saja dia tidak banyak omong, orang sedang repot sama cokelatnya.
Nevan pun maju dan berjalan bersebelahan dengan Adel yang berjalan di baris tengah. Telapak tangannya menengadah di hadapan Adel membuat gadis itu mendongak menatapnya bingung.
"Minta." ucapnya singkat.
Adel mencibir, menggeleng kecil dan kembali menunduk berkutat dengan cokelatnya tak acuh.
"Di teteh masih ada tuh." Adel memotek ujung cokelat dan memasukkannya ke dalam mulut.
"Maunya yang punya kamu."
"Kenapa gitu?"
"Males buka bungkusnya."
Adel menyipitkan mata menatap sepupunya jengah. Lantas memotong separuh cokelat dan memberikannya pada Nevan. Namun pemuda itu menggeleng. Adel semakin bingung dengan keanehan Nevan.
"Kurang?"
"Potongin, terus masukin ke mulut kakak."
Mulai, deh.
Dengan sabar Adel memotek ujung batang cokelat dan memasukkan cokelat itu ke mulut Nevan yang terbuka menanti suapan.
Satya yang memperhatikan sedari tadi menyeruak di antara mereka membuat kedua remaja itu kaget dan menoleh padanya.
"Abang juga, dong." Satya menyengir.
Adel melengos. Memilih menurut dan menyuapi Satya.
Beginilah kalau anak-anak Bu Shinta sudah manja. Jika Ken biasa manja ke Lya, Satya dan Nevan lebih suka manja pada Adel. Membuat keadaan menjadi berbalik, karena biasanya Adel yang manja pada mereka.

KAMU SEDANG MEMBACA
AURIGA
Teen FictionMungkin Adel termasuk gadis beruntung di dunia ini, memiliki keempat sepupu yang begitu menyayanginya. Satu sekolah menyebut mereka, Auriga. Setiap keinginan selalu Adel dapatkan dengan mudahnya, namun ada satu yang sulit Adel wujudkan, kasih sayan...