14. Pesan tak dikenal

6.8K 420 18
                                    

Selepas kejadian kemarin, suasana rumah yang tadinya canggung kembali seperti semula. Kelimanya kembali akrab seakan lupa pertengkaran kecil semalam. Mereka memutuskan untuk tidur bersama di ruang tengah, menjaga hubungan antara kelima saudara itu tetap utuh, dengan berjanji selalu bergantian mengantar Adel pulang.

Hari ini adalah puncak acara Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah. Acara yang diadakan cukup sederhana, terdapat beberapa sambutan, penampilan setiap kelas, serta penampilan promosi ekstrakurikuler.

Nevan nampak sibuk dibelakang panggung. Sebagai ketua osis, dia bertugas memantau anggotanya dan mengkoordinir jalannya acara.

"Van, tuker dulu gih. Lo makan sana, biar gue gantiin." ucap Alivia datang seusai istirahat dan makan siang.

Nevan menoleh sejenak, lalu kembali memerhatikan papan dada di tangannya yang terdapat rundown acara.

"Nanti dulu."

Alivia berdecak. "Jangan nanti-nanti, sekarang!"

Nevan menghela napas mendengar Alivia yang mulai mengomel, gadis itu selalu seperti ini tiap kali dirinya mengundur waktu untuk beristirahat.

"Lo bisa ke Ega? Bilangin ke dia setelah penampilan ini anak band stand by di backstage." perintah Nevan tak menghiraukan.

Alivia kembali berdecak, heran dengan pemuda dihadapannya yang susah sekali diberitahu. "Sakit nanti biar aja!"

Gadis itu berdesis kemudian berbalik pergi menuju ruang band.

Melihat sikap Alivia membuat Nevan tersenyum kecil, selalu merasa senang mendapat perhatian gadis itu.

***

Adel sedang duduk dipinggir lapangan bersama teman-temannya, menyaksikan beberapa penampilan ekstrakurikuler.

Sebenarnya Adel malas menonton seperti ini, berada di keramaian bukan dirinya sekali. Gadis itu lebih suka berada di kelas, bermain game sepuasnya tanpa ada yang mengganggu. Tapi karena seluruh kelas 10 diwajibkan menonton, Adel pun pasrah. Untung saja Aksa dengan baik hati memberinya camilan, kalau tidak Adel pasti sudah mati kebosanan.

"Del, minta dong!" seru Nico yang duduk di sebelah Aksa. Fyi, Nico ini sebelas duabelas dengan Ken. Sama-sama tabok-able.

"Beli!" Adel menyembunyikan makanannya di balik punggung, membuat Nico memajukan bibir bawahnya.

Aksa mendengus, kesal merasa terganggu duduk diantara kedua temannya ini. Ia pun menoleh, mengambil satu bungkus snack di depan Adel dan melemparnya ke Nico.

"Aksa!" Adel mengernyit tak terima, apalagi melihat Nico tersenyum mengejek ke arahnya.

Aksa menoleh, "Apa? Gue ini kan yang beli."

"Ya tapi kan lo beliinnya buat gue!"

Aksa balas menautkan alis, "Emang tadi gue bilang gitu?"

"Ish!" Adel mendengus, ia kembali menonton sambil memakan keripik kentang dengan emosi. Aksa yang diam-diam melihatnya tanpa sadar terkekeh geli.

Tangannya tiba-tiba saja terangkat mengacak rambut Adel.

"Nanti kalo abis gue beliin lagi, gak usah cemberut."

Adel jelas tertegun, mengerjap seraya menatap Aksa aneh.

"Lo kesambet apa, Sa? Setan sekolah?"

Aksa yang sedang menonton penampilan pun kembali menatapnya, mengedikkan bahunya lalu kembali menonton.

Adel sendiri mencebikkan bibirnya, menghabiskan keripiknya berusaha tak peduli dengan sikap aneh Aksa yang tiba-tiba.

***

Di lain tempat, tepatnya di XII IPS 1, seorang pemuda tampan tengah asyik memainkan game diponselnya, mengabaikan cewek manis disebelahnya yang sedari tadi mengoceh mengungkapkan curahan hatinya.

"Terus ya, gak lama setelah dia putusin gue, dia chat gue lagi. Yang nanyain kabarlah, ngegombal lah, sok perhatian lah. Menurut lo gue harus tanggepin apa enggak?"

Faldi mengangguk seadanya. "Jalanin aja dulu."

Windy berdecak, hilang sudah kesabarannya. "Lo sebenernya dengerin gue gak sih dari tadi!?" Tangannya terangkat menoyor kepala Faldi dengan emosi.

Akibat toyoran Windy barusan, game yang dimainkan Faldi pun kalah. Ia meletakkan hpnya dengan keras ke atas meja dan menatap Windy jengah.

"Makanya kalo dibilangin jangan pacaran sama itu cowok ya nurut! Tau sendiri sekarang apa akhirnya, mewek mewek dah lo." cerocos Faldi.

Windy kembali berdecak, "Kaya udah bagus aja lo ngatain mantan gue, cuih."

"Seenggaknya gue tau diri gak kek mantan lo." Gemas, Faldi pun menoyor pelan kepala Windy.

Windy mendelik tak terima, tapi Faldi malah tak acuh kembali bermain hp. Gadis mungil itu pun membuang muka, tak sengaja melihat Satya baru saja memasuki kelas. Wajahnya seketika sumringah.

"Bang Sat! Nih Faldi nih nakal masa dia gak mau denger curhatan gue!" adunya sambil menunjuk-nunjuk Faldi yang malah melengos tak peduli.

Satya mendekat, duduk dibangku depan mereka. "Emang lo kenapa?" tangannya dengan santai mengambil sebungkus chocolatos di meja Windy.

Tak memedulikan itu, Windy memulai bercerita. "Jadi gue diputusin cowok gue. Dia ngeselin banget sumpah pen gue mampusin. Masa gak ada ujan gak ada geledak dia tiba-tiba minta putus, abis itu besoknya minta balikan. Cuih, dikira gue cewek apaan semurah itu."

Windy mendengkus, lagi-lagi merasa panas mengingat hal itu.

Satya mengangguk-angguk, memakan chocolatosnya hingga tandas. "Terus apa yang dipermasalahin?"

Faldi yang mendengar itu spontan tergelak, menertawai Windy yang wajahnya mulai mengeruh.

"Kan gue sakit hati, Ya!" Untuk kesekian kalinya Windy berdecak, merutuki dirinya yang malah curhat masalah hati ke cowok, karena mau bagaimana pun cewek curhat sampai jungkir balik pun mereka tetap tak mengerti.

"Bodo amat ah males temenan sama lo berdua." Windy menaruh kepalanya diatas tangan, mulai memejamkan mata. Lebih baik dia tidur, kali aja mimpi dapat gebetan baru.

Satya sendiri tertawa kecil, namun seketika terhenti melihat raut wajah Faldi yang sangat tumben sekali memasang ekspresi serius menatap layar ponselnya.

"Ngapa lo?" tangannya terulur mengambil ponsel ditangan Faldi, membaca pesan yang baru saja dikirim seseorang.

083452153xxx:

11 Oktober 2 tahun lalu, akan terulang dengan korban yang berbeda di tahun ini.

Satya mengernyit, merasa aneh dengan pesan itu. Firasat buruknya kembali muncul.

"Emang ada apaan 2 tahun lalu?" tanya Faldi heran. Satya balas menggeleng tak mengerti.

Windy yang sebenarnya tidak tidur pun membuka mata, ikut membaca isi pesan di hp Faldi.

"11 Oktober?" Windy mengernyit, namun kemudian matanya melebar mengingat sesuatu. "Bukannya bulan itu ada tawuran besar didepan sekolah kita? Yang kalian ikut bubarin itu."

Satya terdiam, memikirkan apa yang Windy ucapkan.

Tawuran dua tahun lalu? Satya ingat ada beberapa orang yang meninggal disana, membuat kejadian itu menjadi pemberitaan besar beberapa media.

Lalu apa maksudnya dengan terulang dengan korban yang berbeda?

Satya menghela napas, menatap kedua temannya yang menunggunya berbicara. "Lupain aja, orang iseng kali."

Namun Satya tahu, ia harus siaga mulai hari ini, karena akan terjadi hal buruk yang akan menimpa mereka cepat atau lambat.

***

Ken sama Lya kemana ya??

Tenang, ada waktunya sendiri.

Btw sorii banget gue jarang update, gue harap kalian setia ya guys.

Ok, don't forget to vote and comment;)

AURIGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang