15. Bantuan

6.1K 406 8
                                    

Beberapa hari pun berlalu. Kelima Auriga menjalaninya dengan kesibukan masing-masing.

Satya dengan persiapan merekrut anggota Penegak Kedisiplinan baru, Nevan yang sibuk dengan persiapan Masa Orientasi Pramuka karena dia menjadi panitia, Lya yang masih saja berkutat dengan tabel dan segala macam surat, dan Ken yang jelas bertanggung jawab dalam tim basket sekolah.

Adel? Jangan ditanya. Suka pasti dia berperan sebagai pengganggu kegiatan keempatnya.

Acara perkemahan pramuka diadakan besok. Gadis mungil itu nampak bersemangat mempersiapkan barang bawaannya. Karena baru kali ini Satya mengijinkannya ikut acara perkemahan.

"Jangan lupa syal, sweater, kaos tangan, sama kupluk."

Adel mendongak, melihat Satya yang berjalan mendekat dan duduk bersila di depannya.

"Siap, Pak bos." Adel memberi hormat dan tersenyum manis. Membuat Satya tak tahan mencubit pipi bulatnya gemas.

Satya mengambil beberapa baju Adel dan membantunya melipat. "Obat-obatan udah dimasukin?"

"Belum, abis ini aku siapin." balasnya seraya menunduk sibuk memasukkan baju ke dalam tas.

"Siapin sekarang, ini biar abang yang selesain."

"Abang nih sok-sokan." Adel tersenyum kecut.

"Emang abang sendiri udah prepare?" katanya menaikkan alis.

"Udah lah, abang bukan kamu yang H-1 baru beresin baju." balas Satya datar.

Adel menyengir. Gadis itu berdiri, mengambil tas kecil dan berjalan keluar kamar. "Adel ambil obat-obatan dulu ya."

Satya mengangguk, melanjutkan pekerjaan dadakannya dengan tenang.

Adel menuruni tangga menuju ruang tengah, ke lemari P3K mengambil beberapa obat-obatan dan memasukannya ke dalam kotak kecil.

"SEMPAT BERPIKIR TUK PERGI..."

Terdengar nyanyian dari depan rumah. Suaranya memang lumayan, tapi cukup menganggu ketenangan karena nyanyinya tidak santai.

Adel mengernyit, ia menutup pintu lemari dan berjalan ke pintu depan dengan rasa penasaran.

"KARENA KITA SUDAH TAK SALING MENGERTI.. III..."

Adel sontak mendengus keras, menatap datar Faldi yang berdiri di ambang pintu seraya memeluk daun pintu dengan ekspresi miris yang dibuat-buat.

Menyadari adanya seseorang yang  memerhatikannya, Faldi menurunkan tangan. Menjauh dari pintu menghampiri Adel sambil meringis.

Adel melengos, memutar tubuh dan berjalan cepat kembali ke kamar.

"SEMUANYA AWAS ADA ORANG GILA MASUK RUMAH!" teriak Adel kesal. Ia masuk ke dalam kamar dan mengadu pada Satya untuk menangani orang tidak waras itu di lantai bawah.

Faldi memajukan bibie bawahnya, tak mempedulikan teriakan Adel yang sudah biasa di telinganya. Ia melangkah ke ruang tengah dan menghempaskan tubuhnya di sofa sambil mencomot cemilan di meja dengan santainya.

"Bisa gak jadi manusia normal sesekali kalo mau bertamu ketok pintu dulu?" Satya menuruni tangga dan duduk di sebelah Faldi. Memerhatikan Faldi yang bertingkah seakan dirinya lah si pemilik rumah.

Dengan tak tahu dirinya, Faldi memamerkan cengiran khas. Membuat Satya ingin sekali mengubur cowok itu hidup-hidup sekarang juga di taman belakang.

"Biasalah, gabut. Kuota gua abis, numpang wifi."

Satya menatap Faldi jengah. "Biasa juga wifian di warung depan."

"Yang jaga warung bukan anaknya, gue sih males, ya kali gue godain ibu-ibu." ujarnya seraya bermain game setelah menyambungkan wifi di rumah Satya.

Tak tahan, bantal sofa pun melayang mengenai wajah tampan Faldi. Meskipun begitu cowok itu tak peduli, menyingkirkan bantal itu dan tetap melanjutkan game-nya.

Satya menghela napas, merutuki dirinya yang bisa-bisanya mempunyai teman segila ini.

"Dasar gak tahu diri." Satya beranjak ke dapur mengambil air putih, lalu kembali dan duduk di tempatnya.

"Tumben sepi? Gue cuma ketemu bocil aja tadi. Pada kemana semua?" ucap Faldi dengan pandangan tetap tertuju pada layar hp.

Satya meneguk air dalam gelas hingga tandas. "Lagi prepare buat acara camping besok."

"Oh, santuy kalo gue mah. Dah biasa nge-camp. Maklum anak gunung." Faldi menarik ujung bibirnya, mulai bertingkah songong.

"Emang lo diajak?"

"Gak diajak pun gue masih bisa ikut kali."

Satya mengangguk wajar. Ya, seorang Faldi hidupnya memang semudah itu.

Keadaan pun hening, hanya diisi dengan suara tembakan dari hp Faldi.

Satya menyandarkan tubuhnya di sofa, tiba-tiba terpikir pesan di handphone Faldi. Ia masih penasaran siapa pengirim pesan tersebut dan apa maksudnya.

Setelah lama bergelut dengan pikirannya, Satya menoleh.

"Lo dapet SMS lagi gak?"

"SMS?"

Satya mengangguk. "Yang lo tunjukin ke gue waktu itu."

Faldi mengedikkan bahunya. "Gak ada lagi tuh."

Tak berapa lama pemuda itu menaruh handphonenya di atas meja karena kalah bermain. Ia menoleh, memamerkan senyum miringnya. "Gue selalu bersedia bantuin lo lok. Jadi tenang aja."

Satya menaikkan alisnya merespon. Senyum kecilnya terbit tanpa diminta, menepuk bahu Faldi sebagai tanda terimakasih.

Mulai sekarang, Satya akan mencari tahu semuanya. Maksud dibalik pesan misterius itu.

***





AURIGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang