Keributan malam itu berlangsung seperti biasa. Alya sedang memasak di dapur, dibarengi recokan Ken yang membuat Alya teriak-teriak heboh saking kesalnya.
Lain di ruang tengah, Satya tengah bersorak riang karena menang bermain ps dengan Nevan. Nevan sendiri mengumpat, meminta Satya untuk bertanding ulang.
"Taruhan ya. Lo kalah, traktir gue ramen depan sekolah besok." ujar Satya dengan antusiasnya menatap layar tv.
Nevan lagi-lagi mengumpat tanpa suara. "Gak akan. Siap-siap aja lo beliin gue tiket konser JKT48."
"Halah, bocah. Sok-sok an."
Mereka kembali memulai permainan, dilengkapi dengan teriakan heboh keduanya.
Lihat, mau bagaimana pun kalemnya, kalo udah dikandang ya jadi liar.
Oh, ada yang kurang.
Rumah gak akan bener-bener rusuh kalo Adel gak ikutan. Si bungsu itu lagi duduk anteng di sofa liatin abang-abangnya berantem tanpa niatan untuk ikut ngerusuh.
Adel masih mode ngambek karena tadi siang. Tapi karena ngambeknya itu gak ada yang ngerame apalagi ngakak kencang sambil guling-guling ngetawain Nevan yang kalah mulu.
Alya datang dari dapur sambil membawa hasil masakannya, dibuntuti Ken yang membawa sebotol air es.
"Udah si, Ru. Masih mutung aja. Kan kita udah minta maaf." ucap Alya seraya menaruh omelet buatannya di atas meja.
"Tau lo. Besok pulang sama gue deh. Gimana?" Ken duduk merapat ke samping Adel sambil menaik-naikkan alisnya membujuk.
Adel meliriknya sekilas, kemudian melengos dan bergeser menjauh. Membuat Ken memajukan bibir bawahnya sok imut.
"Kok gitu sih, Ru sama Keken..."
"Bodo." balas Adel tak acuh. Gadis itu menggeleng ketika Lya menyodorkan sepotong omelet kesukaannya.
"Kok gak mau makan sih? Tadi kamu belum makan apa-apa loh." ujar Lya sedikit kecewa masakannya ditolak. Biasanya Adel yang semangat memakan omeletnya.
"Biar aja. Gak ada yang peduli ini."
Ken mendesah melihat Adel yang sudah merajuk begini, pasti akan sangat susah untuk membujuknya.
Ken kembali mendekat, menatap adiknya lekat. "Siapa sih yang gak peduli?? Kan lo tau sendiri tadi gue basket. Teh Lya, Nevan, Bang Satya, juga udah ijin kan ke elo."
"Hmmm." Adel hanya mengangguk tak menghiraukan.
Ken jadi mengernyit tak suka melihat responsnya.
"Jangan sok ngambek seakan kita yang salah."
Adel jelas terpancing. Ia menoleh sekilas. "Emang salah, kan. Siapa suruh gue gak boleh naik motor sendiri?"
"Terus jatoh lagi kayak bulan lalu?"
Semua terdiam dengan suara dari tv yang menemani kesunyian. Satya tak lagi memperdulikan game nya. Ia menaruh stik ps nya dan berbalik memandang Adel. Nevan yang sadar situasi langsung mematikan tv.
Adel memilih diam. Pandangannya terus tertuju pada figura foto di dinding, tak berani menatap keempat kakaknya yang tengah memandanginya.
"Ngerti gak kalo lagi dikhawatirin?" ucap Satya yang terdengar lantang ditengah keheningan.
Adel menggigit bibir bawahnya, menahan agar cairan di matanya tidak keluar.
"Ndarru mau bebas? Silahkan tinggal sama Papa kamu."
Satya memelankan suaranya. Jadi tertegun melihat setetes air keluar dari mata Adel.
Adel buru-buru menghapusnya. Berusaha terlihat biasa saja meski keempat saudaranya berubah menatapnya iba.
Adel tersenyum simpul membalas tatapan Satya. "Ru gak jadi ngambek kok. Aku ngerti kalo kalian khawatir. Tapi jangan suruh Ru buat tinggal sama papa."
Meski senyum itu semakin mengembang, air mata Adel terus keluar tanpa bisa dicegah. Gadis itu jadi terisak, tangisnya pecah ketika ia menutup wajah dengan kedua telapak tangannya.
Alya langsung bergerak memeluknya, menenangkan Adel yang sekarang terisak kencang.
Satya melengos seraya menutup mata, perasaan bersalahnya kembali muncul seperti yang dulu-dulu.
Saat Satya tanpa sadar mengingatkan gadis mungil itu tentang orang tuanya.
Orang tua Adel yang begitu tidak bertanggung jawab menjaga anak semata wayangnya.
Adel tidak pernah ingin tinggal dengan sang papa sejak kepergian mamanya. Adel selalu meronta tiap kali Andra mengajaknya pulang. Ia bersikeras bahwa disinilah rumahnya, bersama keempat saudaranya.
Hal itu karena perlakuan Andra yang begitu keras pada Adel. Adel memang keras, tapi batu tak dapat dibalas dengan batu.
Seberapa kerasnya Adel, gadis itu tidak bisa dibentak. Apalagi diperlakukan tak selayaknya seorang anak seusianya.
Kejadian 12 tahun lalu membuat Adel dibenci sang papa. Andra selalu menyalahkan Adel bahwa gadis itulah penyebab istrinya meninggal.
Kejadian yang membuat Adel merasa tidak berguna lagi untuk hidup.
Karena itu Satya mengatakan kepada omnya bahwa dia sanggup menjaga Adel, meminta agar Adel tinggal bersamanya.
Meski merasa sakit hati dengan perkataan Satya saat itu, Andra tetap menyetujui. Andra sedikit berubah dengan memberi secuil perhatian kepada putrinya.
Tapi tetap saja, Adel masih trauma dengan pukulan keras papanya saat itu. Dia selalu menunduk takut setiap bertemu papanya.
Satya jadi selalu menggunakan cara itu, mengancam Adel akan mengembalikan Adel ke papanya kalau gak mau nurut.
Yang akan berakhir merasa bersalah seperti sekarang. Adel yang akan menangis tiap kali diingatkan sosok papa. Dan Satya sangat benci melihat Adel meneteskan air mata.
Karena itu, Satya sangat posesif jika ada yang berurusan dengan adik kecilnya.
Sekalipun itu orang tuanya.
***
Eak.
Ada yang netes? Hehehe.
Selamat menunaikan ibadah puasa buat yang menjalankannya🙏
Vote dan comment jangan lupa ya. Nyenengin orang dapet pahala euy:)
KAMU SEDANG MEMBACA
AURIGA
Roman pour AdolescentsMungkin Adel termasuk gadis beruntung di dunia ini, memiliki keempat sepupu yang begitu menyayanginya. Satu sekolah menyebut mereka, Auriga. Setiap keinginan selalu Adel dapatkan dengan mudahnya, namun ada satu yang sulit Adel wujudkan, kasih sayan...