Di lain tempat, terdapat satu kelompok yang baru saja memulai penjelajahan malam.
Ken, Shelia, Rista, dan Angga.
Shelia dan Rista berjalan dibarisan depan, tak ada dari keduanya yang membuka obrolan karena suasana canggung yang terasa.
Yah, bukannya apa. Masalahnya Shelia pernah nikung Rista pas lagi sayang-sayangnya. Jelas sekali terasa tembok besar di antara keduanya. Dengan Shelia yang masih tak enak hati meskipun sudah tidak ada lagi hubungan dengan cowok itu. Serta Rista yang sampai sekarang memendam rasa kesal dan sakit hati sudah ditikung.
Sedangkan Ken dan Angga di baris belakang, seakan tak peduli dengan urusan mereka, meskipun keduanya tahu masalah itu. Mereka justru asyik mengobrolkan sesuatu hal yang tidak jelas sambil ketawa-ketawa gila.
Merasa terganggu, Rista menoleh sebal. "Bisa gak sih kalian diem?! Ini di hutan, kesambet baru tau rasa."
Angga mengulum bibir bawahnya mendapat gertakan itu. "Iya deh. Yang dari tadi mendem sakit hati emang yang paling bener." sindirnya.
Ken tergelak, memperhatikan Rista yang melotot tak terima, lalu beralih ke Shelia yang diam saja berlagak tuli.
"Udah lah baikan. Toh juga tuh cowok udah sama cewek lain." ujar Ken santai.
Angga mengangguk sependapat. "Gak usah sakit hati sama cowok brengsek. Buang tenaga."
Shelia sontak memutar bola mata jengkel. "Suka gak ngaca ya kalo ngomong. Sesama buaya gak usah ngatain buaya lain."
"Ya seenggaknya kita gak ninggalin cewek pas lagi sayang-sayangnya. Yoi kan, Ken?" Ken mengangguk setuju.
Rista berdecih keras, sementara Shelia melengos begitu saja. Membuat Ken dan Angga tak tahan menahan ketawa.
Masih dengan sisa tawanya, Ken menarik Shelia mundur, dan Angga yang paham maksud Ken pun maju, berjalan disamping Rista.
"Kan gini enak, gak kek tadi rasanya panas banget di depan kita, ya kan, Ngga?"
"Hooh." Angga menyeringai, jadi sibuk menggoda Rista saat ini. Yang jadinya mereka mengobrol seru tanpa disadari.
Shelia tak banyak bicara, diam saja dengan wajah datarnya. Berbeda sekali dengan Shelia biasanya yang cenderung cerewet.
Ken memandangi itu. Terbesit hal jahil di otaknya.
Tangannya dengan usil mencolek lengan Shelia, membuat gadis itu menoleh menatapnya tajam.
"Lo tau? Katanya di hutan ini, pernah ada pembunuhan gede-gedean." ucapnya berlagak serius. Mencoba menakuti-nakuti Shelia.
Shelia melengos berusaha tak peduli meskipun dalam dirinya mulai ketakutan.
"Ada kurang lebih 10 orang yang dipenggal, Shel. Idih, ngeri bayanginnya." Ken bergidik seakan kejadian itu ada didepan matanya.
"Kapan kejadiannya?" mulut Shelia gatal sekali untuk bertanya.
Ken mengerut dahinya mengerut seakan berpikir keras. "Masih baru. 2 bulan lalu kayaknya."
Bulu kuduk Shelia seketika meremang mendengar itu. Ia menatap Ken penuh selidik, mencari kebohongan dimata pemuda itu. Namun pemuda itu nampak tidak menyimpan kebohongan, sorot matanya tenang seakan ucapnya benar.
Jangan sekalipun meragukan keahlian Ken dalam berakting. Ia sangat pintar menutupi kebohongannya membuat Shelia pun mempercayainya.
Shelia mempersempit jarak diantara dirinya dengan Ken. Menatap awas sekeliling hutan.
"Dan dari berita yang gue baca, mayat-mayat mereka dimutilasi dan disebar di sekitar hutan. Tim yang menyelidiki sampai sekarang belum bisa nemuin organ tubuh orang-orang yang dibunuh. Ada sih beberapa, tapi mereka belum nemuin satu pun kepala mereka. Jadi gak ada yang tahu berapa orang yang dibunuh." jelas Ken panjang.
Shelia semakin merapat, matanya mulai memerah ingin menangis saking takutnya. Bayangan-bayangan mengerikan muncul seperti seonggok kepala yang tiba-tiba jatuh di hadapan mereka dan segala pikiran buruknya.
"Potongan tubuhnya pasti udah ilang kan ya?" tanya dengan suara bergetar. Membuat Ken ingin sekali menyemburkan tawanya, namun demi aksinya berhasil Ken harus bisa menahan.
Ken kembali berlagak sedang berpikir keras. "Gak juga sih, 2 minggu lalu ada yang orang yang lagi kemah disini kejatuhan potongan tangan dari pohon."
Deg.
Shelia merasa jiwanya melayang mendengar itu. Tangannya yang bergetar hebat tanpa sadar meraih lengan Ken dan memeluknya erat.
"Ken..." rengeknya gemetar. Wajahnya sudah memerah dengan air mata yang menggenang.
Ken tidak kuat lagi, ia lantas tertawa puas melihat ekspresi dan rengekan Shelia. Ia bahkan membungkuk memegang perutnya yang sakit lantaran banyak tertawa.
Shelia melongo masih belum paham kenapa cowok ini justru tertawa. Otaknya masih blank.
Suara tawa Ken membuat kedua remaja di depan menoleh heran, tapi kemudian melanjutkan mengobrol.
Masih dengan sisa tawanya Ken menjelaskan. "Setelah di usut lagi, ternyata beritanya gak bener, cuman hoax."
Shelia seketika mengubah ekspresinya dari kebingungan menjadi penuh amarah. Dengan sekuat tenaga tangannya memukul lengan Ken berkali-kali.
"GUE UDAH PERCAYA YA! ISH LO EMANG MINTA DIMUTILASI! BIAR BERITANYA JADI BENER!!" teriak Shelia penuh emosi. Tangannya tak berhenti menyerang Ken menyalurkan kekesalan.
Dimana pun dan kapan pun Ken memang selalu membuat orang naik darah.
Ken mengaduh kesakitan, kedua tangannya menggenggam pergelangan tangan Shelia berusaha menghentikan penganiayaan yang gadis itu lakukan padanya. Bisa-bisa dia yang mati karena cubitan luar biasa menyakitkan dari jemari lentik Shelia.
"Shel, udah sakit ini bisa merah-merah lengan gue!" Ken sampai kuwalahan melihat Shelia seperti orang kesetanan saking marahnya.
"UNTUNG AJA GUE GAK NGOMPOL YA KEN, DASAR MONYET!" murka Shelia dengan wajah merah padam.
Ken kembali tertawa ringan. "Lucu kali ya kalo lo ngompol."
"Ish!" Shelia menabok bahu Ken masih merasa dongkol. Kemudian melengos dan menjaga jarak dengan Ken.
Ken tersenyum geli memerhatikan itu. "Ceilah pundung." tangannya dengan usil mencubit gemas pipi Shelia.
"Ken, diam ya ntar lo gue makan nih!" ancam gadis itu seraya melotot.
Ken terkekeh, kemudian berganti menjadi tersenyum kecil sambil memandangi Shelia lekat.
Tak apa Shelia jengkel padanya, setidaknya gadis itu tak lagi memikirkan mantannya yang brengsek itu.
Ken kerap geregetan melihat Shelia yang meskipun terlihat bodo amat dengan sekitar namun di dalam hatinya menyimpan banyak luka.
Ken sering kali mengingatkannya untuk berhenti berpacaran dengan banyak cowok, namun Shelia tetap Shelia yang pembangkang.
Shelia akan melakukan apa pun yang dia inginkan, demi bentuk pelarian dari luka besar yang masih belum mengering di hatinya.
***
Kangen kaga? Wkwkwk.
Jangan lupa vote dan coment yaa..
![](https://img.wattpad.com/cover/165702722-288-k636721.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
AURIGA
Teen FictionMungkin Adel termasuk gadis beruntung di dunia ini, memiliki keempat sepupu yang begitu menyayanginya. Satu sekolah menyebut mereka, Auriga. Setiap keinginan selalu Adel dapatkan dengan mudahnya, namun ada satu yang sulit Adel wujudkan, kasih sayan...