Bel pulang sekolah berbunyi. Kakak-kakak osis pendamping segera menutup pertemuan hari ini, kemudian keluar dari kelas. Kelas seketika ribut bersiap untuk pulang.
Jika teman-temannya sibuk mengemasi barang-barang, lain dengan gadis mungil di bangku depan itu.
Sedari tadi dia menggerutu, merutuki kakak-kakaknya yang tidak bisa mengantarnya pulang karena repot dengan urusan masing-masing.
Satya sibuk persiapan seleksi PK, Lya tengah rapat dewan ambalan, Nevan jelas mempersiapkan puncak acara MPLS besok, sedangkan Ken ada kumpul dengan anggota ekskul basket.
Adel jadi bingung sekaligus jengkel. Satya jelas melarang keras dirinya naik ojek online atau taksi, naik angkot pun Adel gak berani. Jalan? Oh, lebih baik menunggu Ken selesai basket daripada kakinya kembali sakit.
Dengan gusar, Adel menaruh hape dengan keras dimeja, lalu mengemasi barang-barangnya. Ia memutuskan naik ojol, biar saja Satya marah, suruh siapa gak mau nganter Adel.
Aksa yang dari tadi diam disamping Adel pun jadi tak tega. Ia menghela napas, meringis memperhatikan Adel yang akan menangis saking jengkelnya.
"Kakak lo beneran gak bisa jemput?"
Adel menoleh dan mendengus. "Mereka gak ada peduli sama gue!" tanpa sadar Adel meninggikan suara terbawa emosi.
Aksa terdiam mengerjap, memikirkan cara agar teman sebangkunya ini tidak sedih.
"Gue anter aja gimana?" Aksa menaikkan sebelah alisnya.
Adel mendelik kecil, menatap Aksa heran. "Tumbenan lo baik."
Aksa yang mendengar itu lantas melengos mencoba sabar. "Mau gak? Kalo gak ya, gue pulang."
Adel tersentak menahan tangan Aksa ketika cowok itu akan berbalik pergi. Gadis itu mencebik menurunkan tangannya. "Iyaa mau. Lo mah mau baik ke orang nanggung amat cuman ditawarin doang langsung pergi." cibirnya.
Aksa mendengus. "Makanya jadi cewek jangan rewel! Pantes kakak lo pada gak ada yang mau nganter."
Adel mendelik tak terima, ia berlari menyusul Aksa yang sudah keluar kelas.
"Gue gak rewel! Mereka aja yang sok sibuk!"
"Heem deh iyaa. Gue mana pernah menang sih kalo ngomong sama lo."
Adel menunduk ketika menuruni tangga. "Dasar lo nya aja yang gak bisa ngelawan."
"Tepatnya gue males ngelawan." balas Aksa datar. Ia berhenti, menoleh memandangi Adel yang sangat lama hanya untuk menuruni tangga saja.
"Lo selain rewel juga kek nenek-nenek ya?" ceplosnya rak tertahan, yang jelas memancing kemarahan Adel.
"Ini tuh hati-hati biar gak jatoh! Orang nolep tau apasih," Adel menapaki tangga terakhir dan kembali melangkah tak acuh, disusul Aksa yang terus istighfar menenangkan diri untuk tidak mengumpat menghadapi Adel yang luar biasa menyebalkan.
"Salut banget deh sama sodara lo yang tahan sama lo yang nyebelin gini," cibir Aksa.
Adel memutar bola mata enggan membalas. Gadis itu mengalihkan pandangan ke lapangan, dimana semua anggota basket berkumpul hendak mengawali latihan.
Aksa mengikuti arah pandang Adel, ia lantas menaikkan sebelah alisnya. "Abang lo yang mana?"
"Tuh, yang lagi ngoceh." Adel menunjukkan Ken yang tengah mem-briefing anggotanya. Meskipun sedang mode ngambek pada saudaranya, Adel tidak bisa berbohong, sepupunya terlihat lebih tampan ketika serius. Ditambah sinar matahari yang membuat Ken semakin berkharisma.
KAMU SEDANG MEMBACA
AURIGA
Teen FictionMungkin Adel termasuk gadis beruntung di dunia ini, memiliki keempat sepupu yang begitu menyayanginya. Satu sekolah menyebut mereka, Auriga. Setiap keinginan selalu Adel dapatkan dengan mudahnya, namun ada satu yang sulit Adel wujudkan, kasih sayan...