Aksa berubah.Sangat kentara sekali cowok itu berupaya menjauh dari Auriga. Perubahan itu membuat kecurigaan Auriga pada Aksa semakin kuat. Keempat sepupunya terus memperingati Adel untuk menjaga jarak dari Aksa dan terus waspada. Adel jadi berpindah tempat duduk sekarang, ia duduk dengan Vira bertukar dengan Nico yang sebelumnya duduk dengan Vira menjadi duduk dengan Aksa.
Aksa juga menjadi lebih pendiam. Biasanya cowok itu ikut berkumpul dengan kumpulan cowok di pojok kelas dan mengeluarkan celetukan tengilnya. Namun sekarang tidak lagi, ia menyibukkan diri dengan buku dan game nya.
Jam istirahat telah berbunyi, Adel yang duduk di bangku ketiga deret kedua sedang melipat tangannya memperhatikan Aksa dari belakang, ia masih saja sibuk dengan bukunya, tidak terlihat ada niatan ke kantin.
Adel mendesah kecil, menekankan kembali pada dirinya untuk tidak menghampiri Aksa. Ia beranjak dan pergi ke kantin berkumpul dengan keempat Auriga seperti biasa.
Aksa yang sebenarnya tidak fokus pada bukunya itu mengalihkan pandangan memandangi punggung Adel yang hilang dibalik pintu. Ia tersenyum miris, merasa ada sesuatu yang hilang. Yang biasanya ia akan mendapat usilan dari Adel kini tidak lagi. Gadis itu bersikap seperti orang asing sekarang.
Menjauh memang cara yang tepat untuk saat ini. Baik itu untuk Adel maupun Aksa. Karena kedekatan mereka hanya akan membuat kakaknya semakin gencar menjalankan aksinya. Dan Aksa tidak mau karenanya yang egois ingin selalu dekat dengan Adel membuat keempat Auriga lainnya mendapat masalah.
Biarkan seperti ini, sampai kakaknya menghentikan kelakuannya. Entah itu kapan.
***
Adel menahan napas sebentar kemudian menghembuskannya, ia segera membayar minumannya dan menuju kelas, berjalan cuek mengabaikan itu semua. Namun tetap saja, sedingin apapun mukanya masih banyak yang menatapnya dengan tatapan mengesalkan.
Yaa, tatapan sinis itu berasal dari cewek-cewek centil yang merupakan penggemar berat Satya, Nevan, juga Ken. Mereka iri pada Adel karena bisa-bisanya gadis yang tidak ada daya tarik itu mempunyai kakak-kakak cowok yang hampir bisa dikatakan sempurna. Berbakat, pintar, dan tentunya tampan.
"Sok cantik banget sih."
"Udah pendek, sok-sokan sama Auriga lagi."
"Tau tuh, gak pantes banget jadi saudaranya Auriga."
"Mukanya aja jelek gak ada mirip-miripnya. Gue duga dia anak angkat deh."
Dan berbagai macam cibiran lain yang membuat telinga panas. Mereka memang sedang berbisik, namun saking alusnya bisikan mereka Adel sampai bisa mendengarnya.
Adel hanya menampakkan muka datarnya jika sudah seperti ini. Karena menanggapi mereka hanya membuang tenaga, meski ingin sekali Adel berucap pedas langsung di depan mukanya, sebab cibiran mereka itu sungguh tidak bisa dicerna otak.
"He krempeng!" tiba-tiba saja ada yang menghalangi jalannya.
Adel diam saja, menaikkan kedua alisnya memperhatikan cewek berambut pirang dengan dempul merata di wajahnya dan bibir merah darah. Adel jadi mengernyit samar karena berpikir yang tidak-tidak, bisa saja dia ini vampire yang baru saja menghisap darah mangsanya.
Cewek itu bersidekap menatapnya tajam menantang. Kemudian datang lagi 2 biji cabe dengan penampilan serupa dengan cewek ini, berdiri di sisi kanan kirinya. Oh, sepertinya mereka berdua anteknya cewek berdempul ini.
Jangan lupakan baju mereka yang sangat sempit. Adel semakin hilang akal, baju kekecilan masih saja dipakai, seharusnya mereka membeli baru yang lebih longgar. Melihatnya saja Adel tak nyaman, apalagi mereka yang memakainya?
KAMU SEDANG MEMBACA
AURIGA
Teen FictionMungkin Adel termasuk gadis beruntung di dunia ini, memiliki keempat sepupu yang begitu menyayanginya. Satu sekolah menyebut mereka, Auriga. Setiap keinginan selalu Adel dapatkan dengan mudahnya, namun ada satu yang sulit Adel wujudkan, kasih sayan...